PERAN KEPALA KAMPUNG DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DANA KAMPUNG DISTRIK MANIMERI

 

Manuel Horna

Magister Manajemen, Universitas Terbuka, Indonesia

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Dalam pelaksanaan pemerintahan desa, keuangan desa menjadi hal yang sangat penting untuk menyokong keberhasilan dalam mencapai tujuan dan cita-cita desa. Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui peran kepala kampung dalam komunikasi implementasi kebijakan dana kampung di Distrik Manimeri. Penelitian ini dilakukan wawancara bersama kepala desa/kampung Banjar Asouy, Atibo dan Bumi Saniari. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Adapun peran kepala kampung Banjar Ausoy, Atibo dan Bumi Saniari terkait komunikasi, bahwa kepala desa selaku kuasa dalam menetapkan kebijakan pelaksanaan dana desa serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Adapun peran kepala kampung Banjar Ausoy, Atibo dan Bumi Saniari terkait sumber daya yaitu adanya kemampuan para pelaksana untuk melaksanakan kebijakan. Adapun peran kepala kampung Banjar Ausoy, Atibo dan Bumi Saniari terkait disposisi dikatakan pelaksana kebijakan mempunyai tanggapan atau persepsi yang sangat mendukung kebijakan terutama dalam meningkatkan program pembangunan. Dan adapun peran kepala kampung Banjar Ausoy, Atibo dan Bumi Saniari terkait struktur birokrasi melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintah desa dan pelaksanaan pembangunan desa. Peran kepala kampung dalam komunikasi implementasi dana desa yaitu bahwa Kepala Desa selaku kuasa dalam menetapkan kebijakan pelaksanaan dana desa sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat desa melalui rapat desa dengan mengundang masyarakat aparat desa dan lembaga yang ada di desa. Namun, partisipasi masyarakat masih kurang.

 

Kata Kunci: Peran Kepala Desa/Kampung; Implementasi Kebijakan; Dana Desa/Kampung.

 

ABSTRACT

In the implementation of village government, village finances are very important to support success in achieving village goals and ideals. This research aims to determine the role of village heads in communicating the implementation of village fund policies in Manimeri District. This research conducted interviews with the village/village heads of Banjar Asouy, Atibo and Bumi Saniari. This research use desciptive qualitative approach. The role of the village heads of Banjar Ausoy, Atibo and Bumi Saniari regarding communication is that the village head is the authority in determining village fund implementation policies and conducting outreach to the community. The role of the village heads of Banjar Ausoy, Atibo and Bumi Saniari regarding resources is the ability of implementers to implement policies. As for the role of the village heads of Banjar Ausoy, Atibo and Bumi Saniari regarding the disposition, it is said that policy implementers have responses or perceptions that really support policies, especially in improving development programs. And the role of the village heads of Banjar Ausoy, Atibo and Bumi Saniari is related to the bureaucratic structure carrying out the duties of administering village government and implementing village development. The role of the village head in communicating the implementation of village funds is that the Village Head, as the authority in determining village fund implementation policies, has carried out outreach to the village community through village meetings by inviting village officials and institutions in the village. However, community participation is still lacking.

 

Keywords: Role of Village Heads; Policy Implementation; Village Funds

 

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International

 

 

 

PENDAHULUAN

Dalam pelaksanaan pemerintahan desa, keuangan desa menjadi hal yang sangat penting untuk menyokong keberhasilan dalam mencapai tujuan dan cita-cita desa. Keuangan desa dipengaruhi oleh perkembangan keuangan pada umumnya. Setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah desa juga dipengaruhi oleh hal keuangan desa itu sendiri terutama di bidang pembangunan dan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 pasal 72 ayat 1, bahwa salah satu keuangan desa adalah dari alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) (Pemerintah Pusat, 2014). Begitupun dengan Dana Desa ini yang dikucurkan oleh pemerintah pusat yang bersumber dari APBD. Dana Desa ini merupakan salah satu sumber keuangan desa.

Dana Desa seluruhnya diberikan untuk memfasilitasi pembangunan dan pemberdayaan desa sesuai yang berada di Undang-Undang dan ketetapan yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia. Seiring dengan diberlakukannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yaitu desa diberikan mengurus tata pemerintahannya secara mandiri serta pelaksanaan pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat desa (Pemerintah Pusat, 2014). Selain itu pemerintah desa diharapkan juga untuk lebih baik lagi dalam mengelola pemerintahan dan bermacam sumber daya alam yang dimilikinya, termasuk pengelolaan keuangan dan kekayaan milik desanya. Implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa dilatarbelakangi pertimbangan bahwa pengaturan tentang desa yang selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kedudukan masyarakat, demokratisasi serta upaya pemerintah dalam mendorong kemajuan dan pemerataan pembangunan (Pemerintah Pusat, 2014). Selain itu, UU Desa sekaligus merupakan penegasan bahwa desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. UU Desa membawa misi utama bahwa negara wajib melindungi dan memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan (Nurjaman & Negara, 2015). Dengan demikian pembangunan desa diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas hidup manusia Indonesia. Pembangunan desa akan berdampak positif bagi upaya penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan (Desa, 2015).

Hal penting yang dapat diterapkan dalam pengelolaan dana desa dengan melibatkan masyarakat adalah perlunya melakukan kegiatan dengan pola swakelola, menggunakan tenaga kerja setempat, dan memanfaatkan bahan baku lokal yang ada di desa. Dengan pola swakelola, berarti perencanaan dan pelaksanaan kegiatan dana desa dilakukan secara mandiri oleh desa, dan uang yang digunakan untuk pembangunan tersebut tidak mengalir keluar desa. Dengan menggunakan tenaga kerja setempat diharapkan pelaksanaan kegiatan bisa menyerap tenaga kerja dan memberikan pendapatan bagi mereka yang bekerja. Penggunaan bahan baku lokal dalam pelaksanaan program diharapkan akan memberikan penghasilan kepadamasyarakat yang memiliki bahan baku tersebut (Zamaya, Misdawita, Taryono, & Arifudin, 2022).

Implementasi sebuah kebijakan publik merupakan langkah penting dalam menentukan hasil akhir sebuah kebijakan. Sebuah kebijakan yang telah�� dirumuskan harus diimplementasikan agar tujuan/dampak dari kebijakan tersebut dapat dirasakan atau dinikmati oleh masyarakat luas (Rembu, 2020). Dalam arti luas implementasi kebijakan dianggap sebagai bentuk pengoperasionalisasian atau penyelenggaraan aktivitas yang ditetapkan berdasarkan undang-undang dan menjadi kesepakatan��� bersama��� diantara��� beberapa pemangku� kepentingan� (stakeholders),� aktor organisasi (publik atau privat), prosedurdan teknik�� secara�� sinergistis�� yang�� digerakan untuk bekerjasama guna menerapkan kebijakan� kearah� tertentu� yang �dikehendaki dalam Abdul Wahab (2021).

Dalam sistem pengelolaan, Kepala Desa menunjuk pada perangkat untuk mengelola Dana yang ada. Selanjutnya digunakan untuk mendanai akan penyelenggaraan Desa, seperti Pembangunan dan Pemberdayaan Desa. Sejalan dengan adanya Alokasi Dana Desa, semua penyelenggaraan Desa bisa di laksanakan serta dengan iringan sistem pengelolaan yang baik maka semua penyelenggaraan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana bersama. Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan Keuangan Desa, Kepala Desa harus mampu mengelola dana yang dimana telah di berikan tanggungjawab kepada perangkatnya, dan mengawasi akan pelaksanaan dari kegiatan atau program yang dilaksanakan dengan menggunakan dana yaitu Alokasi Dana Desa (Husna & Abdullah, 2016). Dengan demikian peran sumber daya manusia dalam implementasi dana desa sangat penting.

Implementasi kebijakan dana desa merupakan tuntutan yang harus dipenuhi oleh pemerintah desa sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) untuk memenuhi pembangunan infrastruktur desa dan pemberdayaan masyarakat agar dapat meningkatkan akses dan kreativitas masyarakat dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari memenuhi kebutuhannya. Implementasi penggunaan dana desa tersebut diharapkan dapat berjalan dengan lancar, tertib, transparan, akuntabel, efektif dan efisien sesuai dengan APB Desa setiap tahun. Hal ini dapat tercapai tentunya harus didukung oleh sumber daya manusia aparatur pemerintah desa yang memiliki pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang baik dalam pengelolaan anggaran desa. Selain itu, juga harus didukung oleh partisipasi aktif seluruh masyarakat desa dalam pelaksanaan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa, karena masyarakat desa merupakan potensi sumber daya manusia yang sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan pemerintahan, pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat desa. Di samping itu, juga harus memperhatikan ketersediaan potensi sumber daya alam dan kondisi lingkungan. Dengan demikian diharapkan implementasi penggunaan dana desa dapat berjalan dengan baik dan lancer (Makmur, 2020).

Setiap proses implementasi kebijakan harus dapat menjawab dua pertanyaan pokok sebagaimana dikemukakan oleh Edward III yang memperkenalkan Implementation Problem Approach, yang pertama, pertanyaan tentang faktor pendukung suatu implementasi kebijakan dan yang kedua adalah faktor penghambat implementasi kebijakan, begitu juga dengan implementasi kebijakan dana desa ini� pasti dalam prosesnya akan dipertemukan dengan kedua pertanyaan di atas, selain itu tidak semua proses implementasi akan berjalan mulus dan sesuai dengan keinginan pembuat kebijakan, tentu akan banyak sekali permasalahan yang muncul seiring diimplementasikannya kebijakan dana desa ini, salah satunya adalah permasalahan yang sangat klise yakni sumber daya manusia, dengan belum terpenuhinya faktor manusia yang mumpuni dalam pelaksanaan dana desa ini maka program ini hanya akan menjadi program pembagian dana yang tidak jelas wujudnya, salah satunya adalah munculnya permasalahan korupsi. Selain itu dengan adanya permasalahan sumber daya manusia ini maka potensi desa tidak akan dapat digali dengan maksimal. Meski dana desa ini dihadirkan sepaket dengan pendamping desa tetap saja tidak akan maksimal hasilnya bila tidak disertai dengan pembangunan manusianya kedepan. Disadari ataupun tidak sesungguhnya masyarakat membutuhkan sarana dan prasarana untuk mendukung ekonomi desanya agar dapat tumbuh dan berkembang sehingga dapat menekan jumlah masyarakat miskin di desa. Salah satu yang sering tidak terfikirkan adalah pengadaan air bersih bagi masyarakatat yang membantu kualitas hidup masyarakat desa, yang tentu saja dengan kualitas hidup yang baik maka hal ini juga dapat membantu perekonomian desa secara tidak langsung (Kurniawan et al., 2023).

Berdasarkan pengamatan penulis, implementasi kebijakan Dana Desa di Distrik Manimeri masih jauh dari harapan masyarakat. Penggunaan Dana Desa belum berdampak secara siginifikan terhadap pembangunan desa dan pula kepada masyarakat yang menjadi kelompok sasaran kebijakan. Hal demikian dikarenakan, penggunaan Dana Desa tidak mempertimbangkan kebutuhan skala prioritas dalam desa. Tampak bahwa pemerintah desa selaku implementor kebijakan tidak memahami tujuan dan sasaran kebijakan Dana Desa yang ingin dicapai. Padahal, Dana Desa yang disalurkan oleh pemerintah memiliki tujuan serta sasaran kebijakan yang harus diwujudkan oleh pemerintah desa selaku implementor kebijakan di desa. Untuk, kebijakan Dana Desa yang ditetapkan dapat memberikan dampak pada pembangunan desa dan masyarakat. Mengingat sumber dana desa yang begitu besar seharusnya dapat mendorong pembangunan desa di Indonesia dan meningkatkan potensi desa,hal ini sesuai filosofi dana desa meningkatkan kesejah-teraan dan pemerataan pembangunan desa melalui: peningkatan pelayanan publik di desa; Memajukan perekonomian desa; Mengatasi kesenjangan pembangunan antara desa. ; Serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan (Kemendesa, 2016).

Beberapa penelitian yang menyangkut peran sumber daya manusia terhadap implementasi kebijakan yaitu: Menurut (Farida, 2017) implementasi kebijakan program Alokasi Dana Kampung di Kampung Lubuk Dalam Kecamatan Lubuk Dalam Kabupaten Siak belum berjalan dengan baik, karena di dalam penyusunan rencana kegiatan Alokasi Dana Kampung tidak melibatkan unsur dari BAPEKAM, LPMK, serta masyarakat kampung, sedangkan pertanggungjawaban kegiatan Alokasi Dana Kampung juga masih belum berjalan dengan baik karena masih mengalami keterlambatan dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban yang menyebabkan lambatnya proses pencairan Alokasi Dana Kampung tersebut. Komunikasi sumberdaya disposisi struktur birokrasi merupakan faktor yang mempengaruhi implemetasi kebijakan yang berjalan dengan baik, sedangkan faktor lainnya yaitu sumberdaya belumlah berjalan dengan baik dimana ini terbukti dari masih rendahnya tingkat pendidikan para pelaksana kebijakan Alokasi Dana Kampung, dan masih tergantungnya kampung terhadap Alokasi Dana Kampung karena kampung belum memiliki sumber pendapatan yang berasal dari pendapatan asli kampung (PAK). Fasilitas pendukung sarana dan prasarana dalam pelaksanaan Alokasi Dana kampung belum memadai sehingga kebijakan Alokasi Dana Kampung belum dapat berjalan dengan baik. Pencapaian tujuan atau sasaran kebijakan Alokasi Dana Kampung dalam mengurangi tingkat pengangguran, meningkatkan pelayanan pemerintah, pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan, meningkatkan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat kampung, meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan pemerintah, pembangunan dan kemasyarakatan telah berjalan dengan baik, akan tetapi tidak dalam pencapaian tujuan atau sasaran dari program Alokasi Dana Kampung yaitu dalam mengurangi jumlah penduduk miskin dan meningkatnya produksi dan produktivitas usaha masyarakat kampung belum optimal.

Berdasarkan dari uraian diatas maka belum jelas benar bagaimana peran Kepala Kampung dalam implementasi kebijakan dana kampung sehingga perlu diteliti lebih jauh. Dan menarik untuk diangkat menjadi suatu bahan penelitian dengan judul �Peran Kepala Kampung dalam Implementasi Kebijakan Dana Kampung Distrik Manimeri�.

Penelitian ini dapat berperan dalam memberdayakan kepala kampung sebagai agen perubahan di tingkat lokal. Dengan memahami peran mereka secara lebih baik, kepala kampung dapat lebih efektif dalam mengadvokasi kepentingan masyarakat dan mengelola sumber daya yang tersedia. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan kejadian atau fakta, keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian berlangsung dengan menyuguhkan apa yang sebenarnya terjadi.

.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian ini menafsirkan dan menguraikan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam suatu masyarakat, pertentangan antara dua keadaan atau lebih, hubungan antar variable yang timbul, perbedaan antar fakta yang ada serta pengaruhnya terhadap suatu kondisi, dan sebagainya. Dalam Penelitian ini, akan mengungkapkan peran kepala kampung dalam implementasi kebijakan dana kampung Distrik Manimeri di Kota Bintuni Papua Barat.

Sampel penelitian ini menggunakan informan-informan sebagai narasumber untuk dilakukan wawancara. Metode sampling yang digunakan: purposive sampling, yaitu metode penarikan sampel dengan menentukan informan-informan dengan menyesuaikan dengan tujuan penelitiannya. Untuk dapat mengetahui peran kepala kampung dalam implementasi dana desa, maka Informannya adalah Kepala Kampung, Sekretaris Kampung, dan Kaur Keuangan atau Bendahara Desa yang berasal dari tiga kampung yaitu Bumi Saniari, Banjar Asoi dan Atibu.

Data yang di gunakan dalam penelitian ini ialah, data primer (melalui wawancara langsung pertanyaan kepada informan yaitu Kepala Desa/Kampung, Sekretaris Desa/Kampung, dan Aparat Desa/Kampung) dan data sekunder (media pendukung). Adapun uji istrumen dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan Teknik Triangulasi sumber data (Mukhtar & Pd, 2013). Hasil analisis data dengan menggunalan analisis Edward III, ialah pengumpulan data, reduksi, display data dan Verifikasi data (Anta & Simanungkalit, 2022).

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.    Komunikasi

Penulis menggunakan pendekatan teori Edward III, dimana melihat pelaksanaan suatu kebijakan tentang komunikasi yaitu:

Penelitian aspek Komunikasi, difokuskan pada pembahasan, tentang aspek sosialisasi dari sebuh kebijakan, dengan pemikiran sosialisasi dalam unsur sebuah kebijakan, merupakan transmisi, atau proses penyampaian informasi berkaitan dengan mekanisme, tujuan serta sasaran dari kebijakan tersebut, dengan mengetahui maksud dari tujuan tersebut. Maka implementor (pengelola kebijakan), maupun sasaran (penerima kebijakan) akan mengerti dan dengan mengerti, maka kebijakan tersebut dapat dilaksanakan. Secara umum Dana Desa atau yang di beberapa daerah dikenal juga dengan istilah Perimbangan Keuangan Kabupaten dan Desa Sebagaimana diketahui semua pihak bahwa permasalahan desa bersama masyarakatnya, masing-masing sangatlah spesifik dan tidak mungkin disama ratakan. Dengan adanya fiscal transfer ke desa tersebut, maka Kabupaten tidak perlu lagi terlalu repot terlibat dalam penyelesaian permasalahan-permasalahan skala desa karena masing-masing desa bersama warganya sudah mampu menyelesaikan masalah mereka sendiri. Kabupaten bisa lebih berkonsentrasi meneruskan pembangunan pelayanan publik untuk skala daerah yang jauh lebih strategis dan lebih bermanfaat bagi pembangunan jangka panjang Kabupaten. Selama ini pembangunan desa hampir selalu dipilihkan dari atas, atau dikenal dengan istilah top down dan pelaksananya adalah dinas/instansi pemerintah melalui mekanisme proyek. Meskipun pengusulannya dimulai dari desa bahkan dusun namun, pada kenyataannya keputusan pilihan ada di tangan pemerintah daerah. Maka bukan tidak mungkin proyek yang datang ke desa bukanlah kebutuhan yang didambakan masyarakat, melainkan kebutuhan yang dirumuskan oleh pemerintah daerah. Biaya pembangunannya pun sudah bukan rahasia lagi, jauh lebih besar dari kebutuhan biaya dari kaca pandang masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian yang bersumber dari data observasi, hasil wawancara dan penelusuran dokumentasi, dapat disimpulkan, bahwa sosialisasi keberdaan dana desa, kurang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa, sehingga berdampak kepada rendahnya partisipasi dari masyarakat mengikuti kegiatan perumusan program, bukan itu saja ketidak tahuan tentang manfaat dari dana desa, membuat masyarakat kurang berpartisipasi pada setiap pelaksanaan program yang telah dirumuskan, dan berdampak pula kepada ketidak pedulian masyarakat pada aspek pengawasan pelaksanaan pembangunan yang didanai oleh dana desa.

Pola komunikasi dalam sebuah instansi, lembaga, masyarakat atau organisasi tidak terlepas dari pola komunikasi personal yang dibagi menjadi: pertama komunikasi intrapersonal dan komunikasi antarpersonal, serta komunikasi kelompok: pertama komunikasi kelompok kecil dan komunikasi kelompok besar, serta komunikasi massa dan komunikasi media. Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai suatu kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena demikian di dalam desa mempunyai pemimpin yaitu kepala sebagai aparatur pemerintahan. Kepala desa memiliki perandan tanggung jawab kepada masyarakat agar berjalannya program bersama dalam sebuah desa. Untuk membangun sebuah desa yang maju dan makmur tentunya kepala desa harus berkomunikasi dengan semua lapisan masyarakat, dari yang tua sampai yang muda. Pemuda bagian dari elemen masyarakat desa sangat berpengaruh dalam membangun suatu desa yang nyaman dan tentram, karena kalau pemuda di satu desa selalu membuat onar maka kehidupan di desa tersebut tidaklah nyaman seperti yang diharapkan. Untuk menghindari hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan tentunya perlu pembinaan dari kepala desa (Ngantung, Gosal, & Kimbal, 2017).

Dengan ini mekanisme komunikasi kepala desa dengan masyarakat di desa Banjar Ausoy, Atibo dan Bumi Saniari masih belum bisa berjalan dengan baik. Kepala desa akan menunjukkan semakin besar perhatian seseorang pada orang lain yang diajak komunikasi, sebaliknya semakin sedikit komunikasi antarpribadi yang terjadi semakin kecil pula orang yang memperhatikannya. Hambatan komunikasi yang dialami beberapa kepala kampung yaitu :

a.    Kurang adanya tanggapan dari komunikasi; Komunikasi satu arah dapat terjadi apabila lawan bicara tidak ingin memberi tanggapan atas pesan yang disampaikan komunikator atau tidak terjadinya respon balik. Misalnya ketika seorang pemerintah desa memberikan informasi dan pendapatnya pada masyarakat untuk dikoreksi namun tidak ada yang menanggapi pendapatnya, akhirnya tujuannya dalam menyampaikan pendapat untuk mendapatkan koreksi tidak tercapai. Berdasarkan dari hasil wawancara informan kepala desa dan masyarakat dapat disimpulkan bahwa, salah satu hambatan yang sering terjadi dalam melakukan komunikasi antarpribadi pemerintah desa dengan masyarakat di desa yaitu kurang adanya respon atau tanggapan dalam menyampaikan informasi yang disampaikan. Dalam hal ini, informasi yang seharusnya membutuhkan respon atau tanggapan dari masyarakat akan tetapi tidak di respon oleh masyarakat. Sebaliknya, masyarakat yang pernah memberikan saran ataupun tanggapan kepada pemerintah desa akan tetapi tidak diterima oleh pemerintah desa dengan alasan pendapat yang diberikan kurang dapat diterima oleh pemerintah desa, sehingga timbul kesalahpahaman atau tidak adanya tanggapan dari komunikan dan komunikasi dua arah yang menjadi tujuan pemerintah untuk menyampaikan informasi tidak berjalan dengan baik dan tujuan untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat tidak tercapai. Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran masyarakat agar lebih kritis dalam menanggapi informasi yang disampaikan oleh pemerintah desa atau memberikan respon yang baik kepada pemerintah desa terhadap informasi yang disampaikan.

b.    Perbedaan cara pandang atau persepsi; Setiap orang tentu mempunyai cara pandang yang berbeda dalam melihat segala macam masalah karena terdapat perbedaan maka tentunya pada akhirnya akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda. Berdasarkan dari hasil wawancara informan kepala desa dan masyarakat dapat disimpulkan bahwa salah satu hambatan komunikasi antarpribadi kepala desa dengan masyarakat yaitu adanya perbedaan cara pandang antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain maupun antara masyarakat dengan pemerintah desa dapat menghambat terjalinnya sebuah komunikasi. Dalam hal ini, ketika pemerintah desa mengeluarkan kebijakan yang menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat, akan tetapi ada masyarakat yang menanggapi kebijakan tersebut secara positif adapula masyarakat yang menanggapinya secara negatif. Sehingga hal tersebut dapat menyebabkan terhambatnya kebijakan pemerintah yang dijalankan, selain itu juga dikarenakan komunikator kurang dapat menempatkan dirinya sebagai pemberi informasi yang baik kepada komunikan sehingga menimbulkan kesalahpahaman antara keduanya. Oleh karena itu, kepala desa sebagai pemimpin yang berperan penting dalam kebijakan pemerintah sekaligus sebagai komunikator, seharusnya lebih memberikan penjelasan secara terbuka dan detail kepada masyarakat. Sehingga masyarakat dapat menerima kebijakan tersebut.

Kecenderungan jawaban responden pada indikator komunikasi tersebut menunjukkan bahwa optimalisasi komunikasi masih perlu ditingkatkan (Yalia, 2014). Wawanacara dengan kepala desa/kampung Banjar Ausoy, Atibo dan Bumi Saniari dengan adanya pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan dapat berjalan bila komunikasi berjalan dengan baik sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan implementasi harus ditranmisikan (atau dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat. Selain itu, kebijakan dikomunikasikan pun harus tepat, akurat, dan konsisten. Komunikasi (atau pentransmisian informasi) diperlukan agar para pembuat keputusan dan para implementor akan semakin konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam masyarakat. Dalam banyak kebijakan/program, implementasi sebuah kebijakan perlu adanya dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antara instansi bagi keberhasilan suatu kebijakan. Komunikasi diperlukan agar terciptanya konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan, sehingga implementor mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan tersebut. Komunikasi antar organisasi juga menunjuk adanya tuntutan saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan kebijakan tersebut. Dalam hal ini perlu ada kejelasan dan konsistensi serta keseragaman terhadap suatu standar dan tujuan kebijakan untuk dicapai.

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan adalah komunikasi. Edward III� (2005) menyatakan bahwa dalam faktor komunikasi terdapat 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan, yaitu transmisi, clearity, dan consistency. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh beberapa faktor pendukung dan penghambat terkait hubungan komunikasi dengan implementasi kebijakan dana desa. Beberapa faktor pendukung tersebut diantaranya:

a.    Adanya transmisi dalam bentuk sosialisasi yang rutin dilaksanakan oleh pemerintah desa, baik pada saat Musrenbangdes maupun pada saat penyusunan RKPDes (opurtunity/pelung).

b.    Kejelasan informasi (clearity) dari pembuat kebijakan ke pelaksana kebijakan berjalan baik (strength/kekuatan).

c.    Konsistensi (consistency) dalam penyampaian informasi ataupun perintah, tidak terdapat informasi atau perintah yang bertentangan (strength/kekuatan). Faktor penghambat dalam komunikasi ini adalah faktor penerima pesan dalam hal ini masyarakat. Informasi yang berkembang ditengah-tengah masyarakat akan dengan mudah mempengaruhi sikap dan dukungan masyarakat terhadap pemerintah desa. Hal tersebut juga dipengaruhi dan didukung oleh keengganan masyarakat dalam menghadiri rapat dan musyawarah penyusunan rencana kerja pemerintahan desa dan sosialisasi desa. Masyarakat yang hadir dalam sosialisasi pembangunan desa baik Musrenbangdes dan penyusunan rencana pembangunan desa cenderung hanya sedikit, ini terlihat pada daftar hadir musyawarah penyusunan RKP Desa yang hanya dihadiri beberapa masyarakat dan hanya diikuti oleh perangkat desa, dan lembaga swadaya masyarakat serta lembaga lainnya. Padahal pada kesempatan inilah pemerintahan desa berkesempatan melakukan sosialisasi pengunaan dana desa untuk pembangunan infrastruktur (weaknes/kelemahan). Terkait hal tersebut, informasi yang diterima masyarakat tidaklah informasi langsung dari pemerintahan desa, melainkan yang berkembang ditengah-tengah masyarakat. Pengetahuan masyarakat yang minim ditambah dengan kurangnya informasi yang tepat, mengakibatkan masyarakat berasumsi secara pribadi dan secara logikanya masing-masing tanpa mengetahui tujuan dana desa ditujukan untuk apa saja dalam penyelengaraan pemerintahan desa. Kekurangan informasi yang diterima oleh sebahagian masyarakat mengakibatkan tingkat partisipasi masyarakat baik dalam penyusunan dan gotong royong pembangunan menjadi rendah juga (threat/ancaman).

2. Sumber Daya

Penulis menggunakan pendekatan teori Edward III, dimana melihat pelaksanaan suatu kebijakan tentang sumber daya� yaitu :

Dana Desa adalah wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang mengikuti pertumbuhan dari desa itu sendiri. Dana Desa adalah dana bantuan langsung yang dialokasikan kepada Pemerintah Desa digunakan untuk membiayai gaji pemerintah desa beserta perangkat desa, meningkatkan sarana pelayanan masyarakat, kelembagaan dan prasarana desa yang diperlukan serta diprioritaskan oleh masyarakat. Peraturan Bupati Nomor 17 Tahun 2015, tentang Pedoman Pengelolaan Keuagan Desa menjelaskan arah penggunaan dana desa agar didasarkan pada skala prioritas tingkat desa yang merupakan hasil musrenbangdes, oleh karena itu tidak boleh dibagi secara merata ke dusun/RW/RT. Pelaksanaan dana desa wajib dilaporkan oleh Tim Pelaksana Desa secara berjenjang kepada Tim Fasilitasi Tingkat Kecamatan dan Tim Fasilitasi Tingkat Kabupaten. Sistem pertanggungjawaban baik yang bersifat tanggung jawab maupun tanggung gugat diperlukan adanya factor dan prosedur yang jelas sehingga prinsip akuntabilitas benar-benar dapat dilaksanakan. Selain sumber daya manusia, sarana prasarana adalah hal yang sangat penting untuk dianalisis, dalam pelaksanaan dana desa, tanpa sarana prasarana, pelaksanaan dana desa terutama dalam perumusan perencanaan program pembangunan, kurang dapat berjalan dengan baik. Untuk melihat gambaran sarana prasarana penunjang pelaksanaan dana desa di Desa.

Dapat disimpulkan bahwa, kapasitas aparatur desa dalam penyusunan kebijaksanaan desa masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari jumlah kebijakan desa yang disusun masih minim. Penyusunan kebijakan desa belum mencerminkan tahapan dari proses penyusunan peraturan desa. Kepemimpinan Kepala Desa dalam Pembuatan keputusan oleh kepala desa belum berdasar pada azas manajemen modern. Pemilihan kepala desa oleh masyarakat di beberapa daerah lebih didasari oleh faktor tradisional atau pertalian kekeluargaan. Kondisi sosial, ekonomi dan kultur termasuk tingkat pendidikan yang rendah dari masyararakat juga mempengaruhi pelaksanaan program-program pembangunan desa.

Adapun tugas atau pembagian kerja pada masing-masing jabatan dalam pengalokasian dana desa di Distrik Manimeri yaitu:

a)    Tugas Sekretaris Desa: Membantu Kepala Desa dalam bidang administrasi pemerintahan desa, memberikan masukan kepada Kepala Desa dalam rangka menetapkan kebijakan pemerintahan desa dan tugas lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

b)    Tugas Kepala Urusan Tata Usaha dan Umum: membantu Sekretaris Desa dalam urusan ketatausahaan, umum dan tugas lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

c)    Tugas Kepala Urusan Perencanaan: membantu Sekretaris Desa dalam urusan perencanaan program kegiatan desa dan tugas lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

d)    Tugas Kepala Seksi Pemerintahan: membantu Kepala Desa sebagai pelaksana teknis, pelaksana tugas operasional dan tugas lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

e)    Tugas Kepala Seksi Kesejahteraan: membantu Kepala Desa sebagai pelaksana teknis, pelaksana tugas operasional dan tugas lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

f)     Tugas Kepala Seksi Pelayanan: melaksanakan penyuluhan dan motivasi terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban masyarakat, meningkatkan upaya partisipasi masyarakat, pelestarian nilai sosial budaya masyarakat, keagamaan, dan ketenagakerjaan.

g)    Tugas Pembantu Kepala Seksi Kesejahteraan: tugas membantu Kepala Seksi Kesejahteraan sebagai pembantu pelaksana teknis, pembantu pelaksana tugas operasional dan tugas lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

h)    Tugas Pembantu Kepala Urusan Tata Usaha dan Umum: membantu Kepala Urusan Tata Usaha dan Umum sebagai pembantu urusan ketatausahaan, umum dan tugas lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Adapun fasilitas yang diberikan kepala kampung kepada masyarakat di kampung ini dengan mengutamakan kenyamanan masyarakatnya dengan memberikan air bersih atau profil (tong air), rumah layak huni dan MCK (Mandi cuci kakus)/kamar mandi kecil. Sehingga masyarakat tidak ke sungai untuk mengambil air lagi.

Wawanacara dengan kepala desa/kampung Banjar Ausoy, Atibo dan Bumi Saniari sumber daya ataupun kompetensi yang dimiliki oleh pelaksana implementasi kebijakan dana desa dalam pembangunan infrastruktur desa oleh beberapa informan memberikan tanggapan yang beragam, namun mereka sepakat bahwa tingkat sumber daya sangat mempengaruhi keberhasilan dari pengimplementasian kebijakan dana desa selama ini. Sumber daya tersebut diantaranya adalah sumber daya manusia dan sumber dana dan sumber daya pendukung. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya baik sumber daya manusia (human resources) maupun sumber daya non-manusia (non-human resources). Sumber daya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sumber daya manusia dan ketersediaan biaya (financial). Manusia menjadi salah satu faktor terpenting dalam keberhasilan suatu implementasi kebijakan yang dimana keberhasilan tersebut tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Dalam melaksanakan kebijakan tersebut kemampuan implementor dapat dilihat dari tingkat pendidikan, pemahaman terhadap tujuan serta sasaran dari kebijakan dana desa. Ketersediaan biaya (financial) dapat dilihat dari seberapa biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan kebijakan tersebut.

Sumber daya merupakan hal terpenting dalam implementasi suatu kebijakan. Van Meter dan Van Horn dalam Widodo (1974) menyatakan bahwa sumber daya kebijakan (policy resources) tidak kalah penting dengan komunikasi. Sumber daya kebijakan ini harus juga tersedia dalam rangka untuk melancarkan administrasi implementasi suatu kebijakan. Sumber daya ini terdiri atas dana atau insentif lain yang dapat memperlancar pelaksanaan implementasi suatu kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya dana atau insentif lain dalam implementasi kebijakan, adalah penyebab utama kegagalan implementasi kebijakan. Dari hasil penelitian dalam hubungan sumber daya dengan implementasi kebijakan dana desa dalam pembangunan infrastruktur, terdapat beberapa faktor pendukung dan penghambat. Faktor pendukung tersebut diantaranya adalah:

1)    Kemampuan para pelaksana pembangunan (Stakeholder) dalam memberdayakan masyarakat setempat dalam pelaksanaan implementasi pembangunan infrastruktur desa (streght/kekuatan).

2)    Sumber dana pembangunan infrastruktur yang bersumber dari dana desa. (opportunity/peluang).

3)    Ketersediaan kelengkapan sarana kendaraan dinas operasional dalam mendukung kebijakan dana desa (opportunity/peluang).

Faktor penghambat percepatan pembangunan infrastruktur di kampung/desa ini adalah tingkat kemampuan para pelaksana kebijakan/perangkat desa masih rendah dalam hal mengelola dana desa dengan berpedoman pada ketentuan peraturan yang berlaku, kurangnya kemampuan perangkat desa dalam menggunakan perangkat komputer (weaknes/kelemahan). Selain itu dana untuk pembangunan infrastruktur desa 100% mengandalkan dana desa, pencairan dana desa yang cenderung masih sering terlambat dan belum lagi pencairan dana desa dilakukan 3 (tiga) tahap pencairan (threat/ancaman). Hal ini mengakibatkan keterlambatan pembangunan infrastruktur dikarenakan desa tidak memiliki sumber dana sendiri yaitu pendapatan asli desa, ditambah kemampuan perangkat desa dalam menyusun laporan tahunan karena keterbatasan SDM dan saran pendukung perangkat desa (weaknes/kelemahan). Ketersediaan laptop/komputer yang pendukung dalam menyusun dokumen RKPDes dan APBDes ataupun laporan lain yang masih minim dan permasalahan pembebasan lahan menjadi salah satu faktor yang mempersulit percepatan pembangunan infrastruktur di kampung/desa (threat/ancaman).

 

3. Disposisi

Penulis menggunakan pendekatan teori Edward III, dimana melihat pelaksanaan suatu kebijakan tentang disposisi yaitu:

Kecenderungan sikap dapat dilihat dari tanggung jawab/komitmen aparat dalam melaksanakan tugasnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa petugas memiliki komitmen yang baik dalam melaksanakan kewajibannya meskipun masih diperlukan perhatian yang tinggi terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi institusi sebagai tindak lanjut komitmen. Untuk memperoleh dukungan yang maksimal dari kecenderungan sikap pelaksana, pemberian insentif dalam berbagai bentuk, baik yang bersifat positif berupa pemenuhan kepentingan pribadi (self interest) hingga pengenaan sanksi-sanksi yang dipandang dapat memperbaiki dan menimbulkan dukungan sikap positif para pelaksana kebijakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya sikap para pelaksana sangat mendukung arti pentingnya media tradisional bagi penyebaran informasi pembangunan. Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi/Kabupaten/ telah berupaya semaksimal mungkin untuk dapat melaksanakan secara konsisten dengan mempersiapkan sumber daya manusia maupun kelembagaan dan program-program yang relevan dengan pengembangan media tradisional upaya penanaman disiplin yang akan memberi kontribusi pada dukungan sikap pelaksana telah diupayakan melalui aktivitas-aktivitas yang menggalang kebersamaan serta penilaian kinerja individu para pelaksana, seperti DP3 dan laporan kinerja secara berkala. Memaknai penerapan konsep disposisi sebagai pendekatan implementasi kebijakan sebagaimana telah dikemukakan para informan di atas, secara empirik memang telah dilakukan. Namun kiranya masih banyak yang perlu disempurnakan, khususnya pemberian insentif yang lebih memadai sesuai kebutuhan program-program (Yalia, 2014). Lebih lanjut melakukan pengaturan birokrasi. Edward III mensyaratkan implementasi kebijakan harus dilihat dalam hal pengaturan birokrasi. Ini merujuk pada penunjukan dan pengangkatan staf dalam birokrasi yang sesuai dengan kemampuan, kapabilitas, dan kompetensinya. Selain itu, pengaturan birokrasi juga bermuara pada pembentukan sistem pelayanan publik yang optimal, penilaian personil dalam bekerja, hingga metode bypassing personil. Terakhir adalah insentif, pada umumnya orang bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, maka manipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan baik. Menurut� (Riyadi, 2019). Ujian penting bagi pembuat kebijakan adalah cara portabilitas pengaturan.

Menurut hasil penelitian ini disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor penting dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya sehingga dalam praktiknya tidak terjadi biasa. Beberapa hal penting dalam disposisi adalah efek disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi. Oleh karena itu, pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi tinggi khusunya mengutamakan kepentingan warga.

Dalam rangka menentukan kebijaksanaan pembangunan di daerah, memberi penilaian atas pembangunan dan mengusahakan keterpaduan antara rencana nasional dan daerah, Kabupaten, Kecamatan sampai Desa/Kelurahan, maka sangat dibutuhkan komimen dari pengelola tingkat bawah, karena proses perencanaan pembangunan Kabupaten sangat tergantung oleh data kecamatan maupun desa. Pemerintah kabupaten saat ini memang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk lebih banyak berperan aktif dalam pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi serta paska kegiatan. Sebgaimana Peraturan Bupati No.17 Tahun 2015 Tentang pedoman pengelolaan keuangan Desa Pasal 3 Ayat 1 Pengelolaan keuangan Desa meliputi: Perencanaan; Pelaksanaan; Penatausahaan; Pelaporan; dan Pertanggungjawaban.

Hal itu dilakukan semata-mata hanya untuk melaksanakan konsep dasar tingkat partisipasi melalui pemberdayaan masyarakat. Khusus mengenai kebijakan perencanaan dana desa sepenuhnya diserahkan kepada musyawarah masyarakat desa, pemerintah kabupaten hanya memberikan rambu-rambu arah penggunaan dana untuk menghindari penyimpangan penggunaan dan melakukan sinkronisasi program pembangunan daerah. Pemberian Dana Desa merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan Otonomi Desa agar tumbuh dan berkembang mengikuti pertumbuhan dari Desa itu sendiri berdasarkan keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan mayarakat. Dalam melaksanakan kebijakan dana desa, diawali suatu langkah yang bertahap seperti dimulai dengan Tahap Persiapan, yaitu Pembentukan kelembagaan Pengelola Alokasi Dana Desa dan Sosialisasi pelaksanaan Dana Desa. Berdasarkan hasil penelitian dan dibuktikan dengan hasil wawancara dan observasi, ditemui fakta bahwa komitmen pengelola dana desa kurang karena dari segi sosialisasi program kurang dilaksanakan dan hanya melibatkan orang terdekat dalam sosialisasi. Komitmen pengelolah kecamatan dilihat dari perencanaan program, dimana diawali dengan Kepala Desa dan Perangkat Desa membuat rencana detail tentang penggunaan Alokasi Dana Desa untuk penyelenggaraan pemerintahan. Kepala Desa menuangkan kegiatan yang didanai dana desa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), bentuk komitmen Desa, diperlihatkan dalam melakukan pendampingan pada saat perumusan perencanaan sampai penetapan program. Dalam hal sikap pelaksana, para informan mempunyai tanggapan yang senada, yaitu terdapat sikap pelaksana yang mendukung pelaksanaan dana desa. Dari penjelasan diatas, menjelaskan bahwa komitmen pengelola maupun masyarakat dalam pelaksanaan seluruh rangkaian tahapan pengelolaan dana desa dapat dikatakan masyarakat kurang berpartisipasi disebabkan kekecewaan dari masyarakat, karena banyak usulan tidak terakomodir dan penetapan usulan tidak berbasis kebutuhan masyarakat.

Sikap merupakan tindakan yang dilakukan dalam pembuatan kebijakan dalam mengimplementasikan suatu rencana. Subarsono (2012) menyatakan disposisi adalah sikap dari pelaksanaan kebijakan dengan mengetahui apa yang harus dilakukan dan kemampuan melaksanakan kebijakan agar tidak bias dengan tujuan kebijakan. Selain itu peran penting sikap pelaksana dalam suatu kebijakan disampaikan juga oleh Folensino Asmiddin dan Islamy (2023) yaitu jika para implementor memperhatikan terhadap suatu kebijakan khusus, maka dimungkinkan bagi implementor untuk melakukan sebagaimana yang dimaksud para pembuat keputusan. Namun ketika sikap atau persepektif implementor ini berbeda dari para pembuat keputusan, proses mengimplementasikan sebuah kebijakan menjadi secara pasti lebih sulit. Adalah sangat penting bagi stakeholer mengetahui apa yang harus dilakukan dan kemampuan melaksanakan sebuah kebijakan yang harus sejalan dengan para implementor, sehingga tujuan bersama dapat tercapai. Dalam kaitannya dengan implementasi kebijkan dana desa dalam pembangunan infrastruktur di Desa Purba Manalu diperoleh beberapa faktor pendukung dan faktor penghambat disposisi atau sikap. Faktor-faktor pendukung tersebut diantaranya adalah:

a.    Persepsi para pelaksana kebijakan yang selalu mendukung kebijakan dana desa dalam membangun infastruktur desa (opportunity/peluang)

b.    Respon positif para pelaksana kegiatan dana desa terkait adanya kebijakan ini unutk pembangunan infrastruktur desa (opportunity/peluang).

c.    Adanya tindakan atau pengambilan langkah-langah kongkrit penggunaan dana desa untuk pembangunan infrastruktur desa, yang berpedoman dengan peraturan desa, bupati dan undang-undang dan menjalankan rencana pembangunan desa yang disusun dalam RPJMDesa dan RKPDesa (strength/kekuatan).

Adapun yang menjadi faktor penghambat dalam sikap pelaksana adalah respon terkait keterlambatan pencairan dana desa, penyusunan rencana pembangunan desa yang cenderung bertele-tele yang memakan waktu lama, sehingga menimbulkan respon negatif dari para pelaksana implementasi kebijakan dana desa yang berakibat terjadinya keterlambatan dalam pembangunan infrastruktur desa (weakness/kelemahan).

 

4. Struktur Birokrasi

Penulis menggunakan pendekatan teori Edward III, dimana melihat pelaksanaan suatu kebijakan tentang birokrasi yaitu:

Untuk melaksanakan tugas dalam rangka perumusan perencanaan pembangunan dan pemberdayaan masyaraakat di Desa tersebut, maka salah satu fungsi dalam pelaksanaan dana desa adalah melakukan perumusan kebijakan pembangunan berbasis kebutuhan masyarakat, dengan memperhitungkan kemampuan potensi desa yang dimiliki desa tersebut. Pada tataran ini, kondisi yang ingin diwujudkan adalah perencanaan pembangunan daerah yang partisipatif, yang disusun berdasarkan hasil dari aspirasi yang berkembang dari masyarakat disinergikan dengan kebutuhan pemerintah maupun swasta. Beranjak dari hal tersebut maka pemerintah daerah perlu memiliki suatu terobosan dengan komitmen yang kuat yang salah satunya dapat dituangkan dalam perencanaan pembangunan daerah berbasis kebutuhan masyarakat dengan menggunakan dana desa, sehingga dana desa dapat bernilai dan bermanfaat untuk peningkatan kesejahtraan masyarakat. Walaupun selama ini dana desa telah dilaksanakan dan digulirkan ditengah masyarakat, sebagai dana pembangunan untuk mempembangun kemaslahatan masyarakat desa, namun dapat dilihat bahwa masih terjadi kekurang sempurnaan dan penyimpangan yang bersifat merugikan kepentingan publik yang mengakibatkan hasil pembangunan hanya dirasakan oleh segelintir orang atau kelompok. Hal ini selain disebabkan oleh banyaknya terjadi pemborosan dan penghamburan uang negara dengan adanya proyek fiktif, kurangnya koordinasi yang terjadi antara pihak yang terkait, kurangnya komitmen koordinasi, maka dapat dirasakan bahwa dana desa yang digulirkan kurang menyentuh kepentingan masyarakat. Pelaksanaan berdasarkan mekanisme yang tertuang dalam peraturan Bupati, tentang pedoman pengelolaan Keuangan Desa telah dilaksanakan oleh pihak Kabupaten dengan segala konsekwensinya. Mulai tahap perencanaan perumusan dan penetapan program, selanjutnya pelaksanaan kegiatan yang telah dilaksanakan dengan penyusunan program kegiatan yang didanai dari dana desa.

Dari hasil penelitian dalam hubungan struktur organisasi dengan pelaksanaan implementasi kebijakan dana desa dalam pembangunan infrastruktur desa, terdapat beberapa faktor pendukung dan penghambat.

Faktor pendukung adalah:

a.    Telah terbentuknya struktur organisasi, susunan fungsional yang disusun berdasarkan peraturan dan ketetapan yang berlaku serta disahkan melalui SK Kepala Desa (strength/kekuatan).

b.    Koordinasi yang dilakukan oleh para pelaksana implementasi kebijakan di mana Kepala Desa selaku penaggungjawab kegiatan, Sekretaris Desa selaku Ketua Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) dan kepala desa membawahi langsung Pelaksana Teknis Urusan Pemerintahan, Pelaksana Teknis Urusan Pembangunan, Pelaksana Teknis Urusan Kemasyarakatan dan Unsur Kewilayahan/ Kepala Dusun (opportunity/peluang)

Sedangkan faktor penghambat adalah sumber daya yang belum memadai, tidak sesuai dengan kebutuhan kualifikasi misalnya dibidang perencanaan pembangunan wilayah dan tata ruang desa (weakness/kelemahan). Serta Pemerintah Desa Purba Manalu, kurang memahami tugas dan fungsi masing-masing yang harus dilaksanakannya (threat/ancaman).

Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Lester dan Stewart dalam Badjuri dan Yuwono (2022) yang menyatakan bahwa implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil keberhasilan dari implementasi yang diukur dan dilihat dari proses dan pencapaian tujuan akhir, yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang diinginkan.

Pemerintah mengharapkan dana desa dapat mendukung pelaksanaan pembangunan Partisipatif yang berbasis masyarakat dalam upaya pemberdayaan masyarakat pedesaan. Dana desa tersebut diharapkan juga dapat mendorong terlaksananya otonomi desa, sekaligus usaha pemberdayaan pemerintah desa dan masyarakat desa. Pemberian dana desa merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang mengikuti pertumbuhan dari desa itu sendiri berdasarkan keanekaragaman, partisipasi, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Tujuan diberikannya dana desa untuk meningkatkan pembangunan baik sarana fisik dan non fisik. Pemberian dana desa ini di harapkan mampu mensejahterakan masyarakat pedesaan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang lebih baik.

Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa peran Kepala Desa sebagai kebijakan cukup Transparan dalam pembuatan peraturan desa sehingga dapat di realisasikan untuk kepentingan masyarakat serta disesuaikan dengan apa yang menjadi harapan masyarakat itu sendiri. Kebijakan yang ada di desa Banjar Ausoy, Atibo dan Bumi Saniari rata-rata sudah dapat dirasakan oleh masyarakat desa� karena kebijakanya dirumuskan dan diimplementasikan dengan cukup merata kepada masyarakat sehinngga Kepala Desa telah sepenuhnya berperan sebagai mana mestinya tugas pokok dan fungsi Kepala Desa, yakni sebagai wakil rakyat yang dapat menyampaikan aspirasi rakyat untuk kemudian dibuat kebijakan sesuai yang di harapakan oleh rakyat dan bertujuan untuk kepentingan masyarakat bukan untuk kepentingan kelompok

Adapun faktor-faktor penghambat peranan kepala desa/kampung Banjar Ausoy, Atibo dan Bumi Saniari dalam menjalankan perannya untuk mengelola dana desa/kampung yaitu:

1. Faktor internal

a.    Sumber pendapatan Desa; Keuangan desa Banjar Asouy, Atibo dan Bumi Saniari hanya bersumber dari satu sumber yaitu dana transfer. Keadaan ini membuat kepala desa/kampung menjadi terbatas dalam mengadakan pembangunan-pembangunan yang lebih banyak lagi demi kemajuan desa/kampung. Hal ini tentunya bertujuan untuk meminimalisir pengeluaran Dana yang ada. Pembatasan pembangunan ini membuat kinerja Kepala Desa menjadi berkurang.

b.    Penghasilan tetap dan tunjangan kepala desa/kampung

Penghasilan kepala desa/kampung yang pas-pasan untuk keperluan seorang diri dalam sebulan membuat kinerjanya terhambat. Hal ini disebabkan oleh karena adanya kebutuhankebutuhan lain yang harus dipenuhi sendiri oleh kepala desa/kampung dan tentunya harus meninggalkan pekerjaan di desa/kampung dalam beberapa waktu.

2. Faktor Eksternal

Berdasarkan dokumen-dokumen yang telah dikumpulkan oleh peneliti, tidak ada pihak eksternal yang menghambat peranan kepala desa/kampung. Laporan kepala desa/kampung untuk Pemerintahan tingkat Kecamatan/Distrik dalam mengelola dana desa/kampung yang telah diterima untuk pembanguna Desa telah disetujui oleh pihak Kecamatan/Distrik. Selain itu, Pemerintahan Kabupaten juga telah menyetujui usulan-usulan pembangunan tersebut.

Berdasarkan wawancara ke kepada kepala desa/kampung Banjar Asouy, Atibo dan Bumi Saniari ini terjadi hambatan-hambatan yang dialami oleh kepala desa/kampung dalam menjalankan perannya di antaranya ialah belum meratanya pembangunan desa dikarenakan kurangnya sumber daya manusia dan juga mobilitas kinerja pegawai, kemudian adanya perbedaan usia antara kepala desa yang lebih muda dengan perangkat desa yang lebih tua. Sehingga terjadi keseganan dalam hubungan kerja. Lalu insentif untuk perangkat desa yang belum maksimal dan tidak berimbang antara beban kerja dan juga reward.

Pembahasan

Dana desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang di peruntukan bagi desa/kampung yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat . Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 113 tahun 2014 menyatakan Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubunngan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa (Permendagri, 2014). Dan keseluruhan kegiatan pengelolaan keuangan desa meliputi: perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban. Proses pengelolaan keuangan desa dilakukan oleh kepala desa/kampung yang dituangkan dalam peraturan desa/kampung tentang anggaran pendapatan dan belanja desa/kampung. Pedoman pengelolaan keuangan kampung ditetapkan oleh bupati/walikota dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 tahun 2014 tentang pedoman pengelolaan keuangan desa (Permendagri, 2014).

Alokasi Dana Desa merupakan kebijakan pemerintah seiring dengan bergulirnya otonomi daerah, yaitu dimulai berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Saat desa diserahi wewenang mengelola Alokasi Dana Desa yang bisa digunakan, desa untuk menyelesaikan masalah mereka, desa merasa diberi kepercayaan dan tantangan membangun desanya secara partisipatif. Dalam pelaksanaan ADD di desa, diawali dengan kegiatan musyawarah perencanaan. Seperti halnnya desa lain, pada desa Glagawero, pelaksanaan ADD diawali dengan musyawarah desa sosialisasi dan perencanaan ADD dengan partisipasi dari warga desa, kelompok perempuan, lembaga desa dan pemerintah desa, tokoh masyarakat, tokoh agama dan Pembina ADD dari kecamatan.

Dalam pembuatan kebijakan yang dirumuskan oleh Kepala Desa di desa Banjar Ausoy, Atibo dan Bumi Saniari, kebijakan seharusnya berpedoman kepada kepentingan masyarakat dengan ciri-ciri kebijakan sebagai berikut: Kejelasan isi kebijakan. Ini berarti semakin jelas dan rinci isi sebuah kebijakan akan mudah diimplementasikan karena implementor mudah memahami dan menterjemahkan dalam tindakan nyata; Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis. Kebijakan yang memiliki dasar teoritis memiliki sifat lebih mantap karena sudah teruji, walaupun untuk beberapa lingkungan sosial tertentu perlu ada modifikasi; Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan tersebut; Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana. Kegagalan program sering disebabkan kurangnya koordinasi vertikal dan horizontal antar instansi yang terlibat dalam implementasi program; Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana; Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan; Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan. Suatu program yang memberikan peluang luas bagi masyarakat untuk terlibat akan relatif mendapat dukungan daripada program yang tidak melibatkan masyarakat.

Salah satu strategi yang dilakukan Kepala Desa dalam meraih simpati anggotanya ialah melalui proses atau rangkaian kegiatan memotivasi para Perangkat Desa, kegiatan tersebut merupakan keseluruhan proses pemberian dorongan atau semangat agar mau bergerak ke arah yang dikehendaki oleh Kepala Desa. Seorang Kepala Desa pada hakekatnya adalah sumber semangat bagi para Perangkat desanya. Oleh karena itu, setiap Kepala Desa harus selalu dapat membangkitkan semangat para Perangkat desanya, sehingga mereka bisa menerima dan memahami tujuan yang ingin dicapai oleh desa secara antusias dan bekerja secara efektif ke arah tercapainya tujuan desa. Hal yang dapat dijadikan dorongan yaitu pemenuhan kebutuhan yang meliputi kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian, perumahan dan sebagainya (pangan, sandang, papan) dan kebutuhan psikologis seperti kebutuhan akan kelayakan, kebutuhan akan penghargaan dari orang-orang lain, kebutuhan akan keamanan, kebutuhan untuk diikutsertakan dan lain-lain. Dorongan-dorongan untuk memenuhi kebutuhan itu menyebabkan Perangkat desa bersedia untuk mengikuti Kepala Desa. Kepala Desa itu nantinya yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Seorang Kepala Desa yang baik, akan senantiasa memperhatikan kebutuhan tersebut, yaitu dengan mengikut sertakan para Perangkat desa dalam setiap pelaksanaan pekerjaan, sehingga akan terwujud suatu team work, disamping memberikan keleluasaan bagi para Perangkat desa untuk menjadi anggota suatu organisasi lain diluar bidang tugasnya. Pelaksanaan kepemimpinan dalam upaya meningkatkan kinerja pegawai di Desa sangat ditentukan juga oleh kemampuan Kepala Desa dalam pemberian motivasi. Hal itu bisa dilakukan Kepala Desa dengan memberikan perhatian kepada Perangkat desa yang memiliki prestasi kerja dan kemampuan yang cukup baik, sehingga dengan pemberian motivasi akan dapat mendorong Perangkat desa untuk lebih taat, patuh serta bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya, dalam arti sesuai dengan rencana, perintah atau peraturan yang berlaku.

Pembahasan bersama kepala kampung yaitu Bapa Agus Nurudin, Bapa Seimon Iba dan Bapa Suharto Sangaji memberi peran yang sama yakni :

Adapun peran kepala kampung dalam komunikasi implementasi dana desa yaitu bahwa Kepala Desa selaku kuasa dalam menetapkan kebijakan pelaksanaan dana desa sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat desa melalui rapat desa dengan mengundang masyarakat aparat desa dan lembaga yang ada di desa. Namun, partisipasi masyarakat masih kurang. Hal ini sesuai dengan hasil observasi di lokasi penelitian bahwa pelaksanaan sosialisasi dan kegiatan rapat desa dilakukan pada waktu pagi hari dimana masyarakat yang sebagian besar bermata pencaharian petani tidak dapat berpartisipasi dalam kegiatan rapat karena adanya kesibukan atau bersamaan dengan waktu kerja para petani di sawah. Komunikasi sangat mempengaruhi implementasi penggunaan dana desa, sehingaa pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan desa dapat berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan karena komunikasi yang disampaikan sangat jelas dan pelaksanaannya juga konsisten sesuai dengan apa yang telah disampaikan. Dengan demikian dalam pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik dan lancar serta mendapat dukungan dari masyarakat, sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Adapun peran kepala kampung dalam sumber daya implementasi dana desa yaitu dapat menentukan keberhasilan pelaksanaan implementasi kebijakan salah satunya adalah sumber daya yang tersedia, karena sumber daya merupakan sumber penggerak dan pelaksana. Dalam hubungan sumber daya dengan pelaksanaan dana desa dapat disimpulkan bahwa adanya kemampuan para pelaksana untuk melaksanakan kebijakan dana desa sudah mampu karena sudah berpengalaman walaupun masih perlu diadakan pelatihan pengelola dana desa. Untuk kualifikasi pendidikan para pelaksana kebijakan dana desa masih menjadi faktor penghambat dalam sumber daya ini sehingga pemahaman pelaksanaan mengenai dana desa kurang. Sumber daya pendukung juga masih menjadi kendala dalam pelaksanaan kebijakan dana desa yang mana fasilitas kantor serta kendaraan sebagai sarana untuk pengurusan dana desa masih kurang. Faktor sumber daya sangat berpengaruh dalam implementasi penggunaan dana desa di Desa Banjar Ausoy, Atibo dan Bumi Saniari. Sumber daya tersebut adalah sebagai berikut:

1.    Sumber daya manusia perangkat desa masih belum maksimal dalam melaksanakan tugas dan fungsi, masih ada yang kurang disiplin dalam bekerja. Hal tersebut berpengaruh dalam pelaksanaan organisasi pemerintahan desa secara keseluruhan, termasuk dalam implementasi penggunaan dana desa.

2.    Sumber daya alam yang tersedia sudah memadai dalam pelaksanaan pembangunan desa, meskipun masih ada bahan-bahan yang didatangkan dari luar desa, tetapi hal tersebut tidak berpengaruh secara signifikan dalam implementasi penggunaan dana desa dalam pelaksanaan pembangunan desa.

3.    Sumber daya dana merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam implementasi penggunaan dana desa dalam pelaksanaan pembangunan desa, karena sesuai dengan pedoman yang ada pelaksanaan pembangunan desa dibiayai dengan dana yang bersumber dari dana desa. Namun, dana desa yang diterima oleh desa Banjar Ausoy, Atibo dan Bumi Saniari belum mampu untuk mengcover semua rencana pembangunan desa yang telah diprioritaskan setiap tahun.

Dengan kondisi yang demikian tersebut, telah dilakukan upaya-upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia aparat pemerintah desa, seperti pelatihan kader pembangunan desa, bimtek optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi perangkat desa, peningkatan kapasitas BPD.

Adapun peran kepala kampung dalam disposisi implementasi dana desa dapat dikatakan bahwa para pelaksana kebijakan dana desa mempunyai tanggapan atau persepsi yang sangat mendukung kebijakan terutama dalam upaya meningkatkan program pembangunan desa dan mengharapkan dana dapat ditingkatkan karena sangat bermanfaat dalam peningkatan program pembangunan. Disposisi atau sikap para pelaksana dan masyarakat terhadap kebijakan dana desa sangat baik. Mereka memberikan respon dan dukungan yang sangat besar dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Hal ini menyebabkan implementasi penggunaan dana desa di Desa Banjar Ausoy, Atibo dan Bumi Saniari berjalan dengan sangat baik. Hal ini juga disebabkan karena masyarakat merasakan manfaat yang sangat besar dengan adanya kebijakan dana desa. Persepsi, respon dan dukungan para pelaksana dan masyarakat dalam implementasi penggunaan dana desa juga tidak terlepas dari kualitas para pelaksana yang digambarkan dengan motivasi kerja, pengalaman kerja dan manfaat yang dirasakan dengan adanya kebijakan dana desa

Adapun peran kepala kampung dalam struktur birokrasi implementasi kebijakan dana desa sebagai salah satu tugas dan fungsi yang harus dijalankan dengan baik, sehingga implementasi dalam pelaksanaan pembangunan desa dapat berjalan dengan baik dan lancar. Faktor struktur birokrasi sangat berpengaruh dalam implementasi penggunaan dana desa di desa Banjar Ausoy, Atibo dan Bumi Saniari . Hal ini disebabkan karena pada struktur organisasi pemerintah Desa telah tersusun jabatan-jabatan bagi perangkat desa dan tugas pokok dan fungsi mereka dalam pelaksanaan tugas penyelenggaraan pemerintahan desa dan pelaksanaan pembangunan desa. Struktur jabatan pada organisasi pemerintahan yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang berkaitan dengan kebijakan dana desa adalah:

a.    Sekretaris Desa, mempunyai tugas pokok dalam penataan administrasi dan pengelolaa keuangan desa. Dalam pengelolaan keuangan Desa, Sekretaris Desa sebagai koordinator Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa (PPKD), termasuk dalam perencanaan, penggunaan dan pelaporan dana desa.

b.    Kepala Urusan Keuangan, adalah perangkat desa yang berkedudukan sebagai unsur staf sekretariat desa yang membidangi urusan keuangan desa. Kedudukan Kaur Keuangan dalam pengelolaan keuangan desa adalah sebagai Pelaksana Fungsi Kebendaharaan dalam struktur PPKD (Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa).

c.    Kepala Urusan Umum dan Perencanaan, merupakan perangkat desa yang memiliki tugas dan fungsi dalam perencanaan desa, termasuk dalam pengelolaan keuangan desa. Keseluruhan kegiatan pengelolaan keuangan desa meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan petanggungjawaban keuangan Desa. Dalam perencanaan desa memuat rencana program dan kegiatan yang akan dilaksanakan serta estimasi biaya yang dibutuhkan, termasuk dana desa.

d.    Kepala Seksi Kesejahteraan dan Pelayanan, memiliki tugas dan fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan desa, mulai dari perencanaan pembangunan desa, pelaksanaan, evaluasi dan monitoring dan pelaporannya. Prioritas penggunaan dana desa antara lain adalah kegiatan pembangunan desa. Dengan demikian, Kepala Seksi Kesejahteraan dan Pelayanan juga terkait dengan kebijakan dana desa.

Peran sebagai suatu kebijakan dalam teori Arimbi & Santosa berbicara mengenai hubungan hirarkis dan horizontal antara subjek satu dan subjek kedua. Penganut paham ini berpendapat bahwa peran merupakan suatu kebijaksanaan yang tepat dan baik dilaksanakan. Dan dalam penelitian ini, peran sebagai suatu kebijakan lebih berbicara bagaimana kebijakan-kebijakan yang ditelurkan oleh kepala desa yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat banyak.

Peranan Kepala Desa merupakan strategi untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat, karena keputusan dan kepedulian masyarakat pada tiap tingkatan keputusan di dokumentasikan dengan baik maka keputusan tersebut memiliki kredibilitas, tanpa ada dukungan dari masyarakat maka setiap kegiatan atau pembangunan tidak akan berjalan dengan lancar dan akan menimbulkan jauh dari berhasil karena dukungan masyarakat terhadap apa yang direncanakan dapat terwujud dengan tepat waktu, efektif dan efisien. Partisipasi masyarakat di dalam setiap proses pembuatan kebijakan publik merupakan hal penting sebagai cermin asas demokrasi di suatu negara. Hal ini menjadi sangat tepat ketika partisipasi masyarakat kemudian diangkat menjadi salah satu prinsip yang harus dijalankan oleh pemerintah dalam upaya mewujudkan kebijakan. Oleh sebab itu Kepala Desa perlu Meningkatkan strategi supaya masyarakat ikut mendukung program-program yang akan dijalankan.

Dapat dilihat pada pembahasan diatas dengan adanya komunikasi kepala kampung/desa kepada masyarakat berjalan dengan baik serta memiliki kemampuan. Adanya sumber daya ini juga melatih kepala kampung untuk membimbing masyarakatnya ke dalam organisasi tersebut. Untuk disposisi kepala kampung/desa ini mempunyai kebijakan dalam pengambilan keputusan dimana hal tersebut mematahui SOP yang sudah diberikan oleh pemerintah. Dan untuk struktur birokrasi kepala kampung/desa menganalisa beberapa pengeluaran serta pencairan dana yang masuk, dengan hal itu juga pelaporan yang ada.��

Adapun perencanaan yang di buat oleh desa/kampung Banjar Ausoy, Atibo dan Bumi Saniari adalah perencanaan tentang pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat sedangkan dalam tujuan penggunaan anggaran dana desa adalah di gunakan untuk 3 aspek yaitu:

1)    Pembangunan desa dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tujuan pembangunan desa dinyatakan di dalam pasal 78 ayat (1), yaitu �meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan�.

2)    Pembinaan masyarakat desa dengan tujuan untuk menciptakan masyarakat yang religius, taat kepada peraturan-peraturan yang ada di desa dan menambah solidaritas antar warga.

3)    Pemberdayaan masyarakat desa dengan tujuan untuk menambah wawasan masyarakat dalam bentuk pelatihan khusunya di bidang pertanian, pendidikan, perdagangan maupun pelatihan usaha ekonomi.

Pemberdayaan masayarakat juga seharusnya lebih banyak di adakan misalnya Pelatihan usaha ekonomi, perikanan, perdagangan dan Kelompok masyarakat miskin. Semua itu untuk menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat agar kehidupan mereka menjadi lebih baik. Membangun masyarakat berarti memampukan atau memandirikan mereka. Dimulainya proses pembangunan dengan berpijak pada pembangunan masyarakat, diharapkan akan dapat memacu partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan itu sendiri. Namun tidak di desa masyarakat masih banyak yang tidak ikut berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat. Pemerintah desa kurang melakukan sosialisasi untuk merangkul masyarakat sehingga kesejahteraan masyarakat masih sangat sulit di capai. Seharusnya Kepala desa dan aparatnya melakukan berbagai cara untuk bisa mempengaruhi atau membujuk masyarakatnya dalam peningkatan kesejahteraan. Sehingga masyarakat memperoleh berbagai manfaat di bidang perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Misanya mereka memperoleh manfaat dalam meningkatkan pengetahuan, penguasaan teknologi, meningkatkan keterampilan dan kreativitas sehingga memberi nilai tambah usaha, dan juga memperluas jejaring komunikasi dan silaturrahmi antar masyarakat.

Uraian di atas menunjukkan, bahwa kesejahteraan masyarakat tidak mungkin dapat terwujud tanpa melalui proses pemberdayaan. Pembangunan fisik yang tidak disertai dengan pemberdayaan akan berimplikasi pada upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta sustainabilitas pembangunan beserta hasil-hasilnya. Oleh karenanya, pembangunan fisik harus disinergikan dengan progam pemberdayaan masyarakat. Sebagai contoh dalam hal meningkatkan kemampuan perencanaan, pengelolaan dan pengawasan. Kemampuan tersebut harus terus diupayakan, karena kemandirian tidaklah muncul begitu saja namun merupakan hasil dari program pemberdayaan masyarakat. Idealnya pembangunan fisik harus tetap diiringi dengan peningkatan kapasitas masyarakat menuju masyarakat mandiri. Uraian di atas menunjukkan, meski tidak ada bias terhadap proses dan tahapan perencanaan pembangunan desa, namun tampak bias terhadap upaya pemberdayaan masyarakat. Bias merupakan indikator yang digunakan untuk menilai apakah pelayanan yang diberikan oleh implementor, bias (menyimpang) kepada kelompok bukan sasaran dan penyimpangan kegiatan dari perencanaan (Purwanto & Sulistyastuti, 2012). Program dan kegiatan yang telah dilaksanakan belum sepenuhnya berpedoman pada pasal 19 PP No. 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN serta pasal 4 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No 22 tahun 2016 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2017. Kedua kebijakan tersebut yang menyatakan bahwa Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

Adapun faktor-faktor pendukung peranan kepala desa Banjar Asouy, Atibo dan Bumi Saniari yaitu :

1.       Faktor Internal

a.       Penghasilan tetap dan tunjangan aparat desa/kampung; Penetapan penghasilan tetap dan tunjangan para aparat desa mendukung kinerja kepala desa/kampung. Hal ini terjadi karena para aparat desa/kampung akan menjadi lebih sungguh-sungguh dalam menjalankan fungsi dan perannya masing-masing. Selain itu, para aparat desa/kampung tidak akan berani menggunakan dana desa/kampung untuk menambah keperluan mereka karena pengahasilan dan tunjangan mereka sudah jelas nominalnya.

b.       Operasional pemerintahan desa/kampung; Seorang kepala tentu tidak akan mampu mengelola sebuah desa/kampung sendiri melainkan membutuhkan rekan kerja. Bidang operasional pemerintah desa/kampung adalah salah satu kelompok rekan kerja kepala desa/kampung. Dengan bantuan rekan kerja ini, segala kegiatan operasional yang ada di desa/kampung Banjar Ausoy, Atibo dan Bumi Saniari menjadi terkendali dengan baik.

c.       Operasional BPD; Dengan adanya BPD di suatu desa/kampung, maka segala aktifitas pemerintahan dalam desa/kampung tersebut akan terpantau. Jadi, Kepala Desa dan para tim atau rekan kerja tidak dapat menyelewengkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sedang mereka jalankan.

d.       Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang; Bidang ini berfungsi untuk mengendalikan segala tata ruang di desa/kampung sehingga pembangunan yang ada di desa/kampung tersebut dapat mendukung nilai-nilai fungsional dan keindahan. Hal ini tentunya dimaksudkan demi terciptanya pembangunan yang tepat sasaran dan tidak merugikan masyarakat setempat.

e.       Bidang Kawasan Pemukiman; Seperti masyarakat lain pada umumnya, masyarakat desa/kampung Banjar Ausoy, Atibo dan Bumi Saniari terdiri golongan masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah. Pemukiman masyarakat di desa/kampung tersebut sangat memprihatinkan. Sehingga, dengan adanya Bidang Kawasan Pemukiman di desa tersebut, pemukiman masyarakat setempat dapat diperhatikan kelayakhuniannya.

2.       Faktor Eksternal

Selain faktor-faktor internal yang telah disebutkan di atas, terdapat beberapa faktor eksternal yang mendukung peranan Kepala Desa Banjar Ausoy, Atibo dan Bumi Saniari dalam mengelola dana desa/kampung yaitu sebagai berikut :

a.       Dana Transfer; Dana transfer ini merupakan dana desa/kampung yang ditransfer atau dikirim oleh Pemerintah Pusat melalui Kabupaten. Dengan dana ini, kepala desa/kampung dapat menjalankan roda pemerintahan desa/kampung dengan lebih baik dan melanjutkan pembangunan-pembangunan di desa demi keberlangsungan hidup masyarakat setempat.

b.       Pemerintahan Kabupaten; Selain pemerintah Kecamatan/Distrik, Pemerintah Kabupaten juga sangat mendukung kinerja kepala desa/kampung dalam mengelola dana desa/kampung yang ada. Hal ini terutama dalm pengawasan Alokasi Dana Desa yang telah ditransfer.

Berdasarkan wawancara kepada kepala kampung tersebut memiliki upaya-upaya yang dilaksanakan oleh peran kepala desa/kampung Banjar Ausoy, Atibo dan Bumi Saniari yaitu meningkatkan intensitas pola komunikasi yang asalnya hanya per triwulan menjadi setiap dua minggu sekali atau bahkan lebih. Kontennya pun yakni meningkatkan intensitas sosialisasi terkait hal-hal yang berkaitan dengan program desa. Untuk instentif, Kepala Desa mengupayakan untuk memaksimalkan penggunaan APBDes dan juga penyerapan PADes sebagai upaya meningkatkan insentif.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 tahun 2014, yang dimaksud dengan pengelolaan dana desa/kampung ialah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban (Permendagri, 2014). Dengan demikian keuangan dana desa harus memenuhi prinsip pengelolaan alokasi dana dalam (Lapananda, 2016) sebagai berikut :

1)    Seluruh kegiatan yang didanai oleh dana desa/kampung direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dengan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat.

2)    Seluruh kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan secara administrative, teknis, dan hukum.

3)    Dana desa/kampung dilaksanakan dengan menggunakan prinsip hemat, terarah dan terkendali.

4)    Jenis kegiatan yang akan dibiayai melalui dana desa sangat terbuka untuk meningkatkan sarana pelayanan masyarakat berupa pemenuhan kebutuhan dasar, penguatan kelembagaan desa dan kegiatan lainnya yang dibutuhkan masyarakat desa melalui musyawarah desa/kampung.

5)    Dana desa harus dicatat dalam anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDesa) dan proses penganggarannya mengikuti mekanisme yang berlaku.

Dalam penelitian ini belum sesuai dengan penelitian Lapananda (2016) dengan hasil penelitian menunjukan bahwa perencanaan pengelolaan keuangan desa/kampung di Banjar Asouy, Atibo dan Bumi ketidaksesuaian antara perencanaan sampai pada pelaksanaanya. Penggunaan/pengelolaan dana desa/kampung di Banjar Ausoy, Atibo dan Bumi Saniari sudah cukup baik. Semua digunakan untuk pembangunan dan pemeberdayaan masyarakat yang bisa dinikmati langsung oleh rakyat, khususnya di bidang pemberdayaan masyarakat. Selain itu juga dalam pembangunan rakyat tidak dipungut biaya untuk pembangunan yang ada di desa/kampung.

 

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini ialah : 1) Peran kepala kampung dalam komunikasi implementasi dana desa yaitu bahwa Kepala Desa selaku kuasa dalam menetapkan kebijakan pelaksanaan dana desa sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat desa melalui rapat desa dengan mengundang masyarakat aparat desa dan lembaga yang ada di desa. Namun, partisipasi masyarakat masih kurang. 2) Peran kepala kampung dalam sumber daya implementasi dana desa yaitu dapat menentukan keberhasilan pelaksanaan implementasi kebijakan salah satunya adalah sumber daya yang tersedia, karena sumber daya merupakan sumber penggerak dan pelaksana. Dalam hubungan sumber daya dengan pelaksanaan dana desa dapat disimpulkan bahwa adanya kemampuan para pelaksana untuk melaksanakan kebijakan dana desa sudah mampu karena sudah berpengalaman walaupun masih perlu diadakan pelatihan pengelola dana desa. 3) Peran kepala kampung dalam disposisi implementasi dana desa dapat dikatakan bahwa para pelaksana kebijakan dana desa mempunyai tanggapan atau persepsi yang sangat mendukung kebijakan terutama dalam upaya meningkatkan program pembangunan desa dan mengharapkan dana dapat ditingkatkan karena sangat bermanfaat dalam peningkatan program pembangunan.� 4) Peran kepala kampung dalam struktur birokrasi implementasi kebijakan dana desa sebagai salah satu tugas dan fungsi yang harus dijalankan dengan baik, sehingga implementasi dalam pelaksanaan pembangunan desa dapat berjalan dengan baik dan lancar. Faktor struktur birokrasi sangat berpengaruh dalam implementasi penggunaan dana desa di desa Banjar Ausoy, Atibo dan Bumi Saniari.

DAFTAR PUSTAKA

 

Anta, I. Gede Komang Chahya Bayu, & Simanungkalit, Yoan Theo Samuel. (2022). Implementasi Insentif Pajak Menurut Model G Edward III. Jurnal Pajak Dan Keuangan Negara (PKN), 3(2), 236�248.

Desa, Alokasi Dana. (2015). Pengelolaan Keuangan Desa.

Folensino, Silsilah, Asmiddin, Asmiddin, & Islamy, Syaiful. (2023). Implementasi Kebijakan Pemerintah dalam Penanggulangan Stunting di Kabupaten Buton. Administratio Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Negara, 73�83.

Hamidjoyo, Kunto. (2005). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi Kebijakan Penataan, Pembinaan Dan Penertiban Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Surakarta (Study Kasus Di Kecamatan Laweyan). Dialogue, 2(2), 1�24.

Husna, Saifatul, & Abdullah, Syukriy. (2016). Kesiapan aparatur desa dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan desa secara akuntabilitas sesuai undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa (studi pada beberapa desa di kabupaten Pidie). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi, 1(1), 282�293.

Kurniawan, Reza, Martoyo, Anang, Fauziah, Prima Nanda, Jumriani, Jumriani, Latianingsih, Nining, Satar, Muhammad, Sumaji, Ujang Syaifudin, Setiawan, Dimas, Susanti, Leni, & Pamungkas, Ridho. (2023). Kewirausahaan �Kebal Hadapi Ancaman Resesi Global 2023.� Penerbit Widina.

Lapananda, Yusran. (2016). Hukum pengelolaan keuangan desa. RmBooks.

Makmur, Ardyansyah. (2020). Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa (Add) Dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin Di Kecamatan Mattiro Bulu Kabupaten Pinrang.

Mukhtar, P. D., & Pd, M. (2013). Metode praktis penelitian deskriptif kualitatif. Jakarta: GP Press Group, 137.

Ngantung, Vinaldi, Gosal, T. A. M. Ronny, & Kimbal, Alfon. (2017). Kewenangan Kepala Desa dalam Meningkatkan Keamanan dan Ketertiban (Studi di Desa Esandom Kecamatan Tombatu Timur Kabupaten Minahasa Tenggara). JURNAL EKSEKUTIF, 1(1).

Nurjaman, Rusman, & Negara, Lembaga Administrasi. (2015). Dinamika dan Problematika Implementasi Undang-Undang Desa: Pembelajaran dari Tiga Daerah di Jawa Barat. Jurnal Desentralisasi, 13(1), 47�60.

Pemerintah Pusat. Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. , (2014).

Permendagri. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. , (2014).

Purwanto, Erwan Agus, & Sulistyastuti, Dyah Ratih. (2012). Implementasi kebijakan publik: konsep dan aplikasinya di Indonesia. Gave Media.

Rembu, Yoakim. (2020). Implementasi Kebijakan Dana Desa Tahun 2019 Dalam Pembangunan Di Desa Nginamanu Selatan Kecamatan Wolomeze Kabupaten Ngada. Jurnal Politiconesia, 9(1), 107�121.

Riyadi, Slamet. (2019). The effectiveness marketing strategy for ride-sharing. vol 7 no 2(2019 Vol 7 No 2).

Shelawati, Ria. (2022). Analisis Kebijakan Asimilasi Dan Integrasi Lapas (Studi Pada Peraturan Menteri Hukum Dan Ham Nomor 10 Tahun 2020). Universitas Lampung.

Subarsono, A. G. (2012). Analisis kebijakan publik: konsep, teori dan aplikasi.

Wahab, Solichin Abdul. (2021). Analisis kebijakan: dari formulasi ke penyusunan model-model implementasi kebijakan publik. Bumi Aksara.

Zamaya, Yelly, Misdawita, Misdawita, Taryono, Taryono, & Arifudin, Arifudin. (2022). Diversifikasi Produk Bahan Baku Lokal Pada Kelompok Usaha Bersama (KUB) Di Desa Pulau Gadang Kabupaten Kampar. Comment: Journal of Community Empowerment, 2(2), 62�69.