dalam postur Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2020 penerimaan negara yang berasal dari
perpajakan tercatat menyumbang sebesar 1.865,7 Triliun atau setara dengan 73,44% (tujuh puluh
tiga koma empat puluh empat persen) dari jumlah belanja negara (Kemenkeu, 2020). Hal ini
menjadikan pajak sebagai penopang terbesar dari pembiayaan yang dikeluarkan oleh negara
untuk menyediakan layanan dasar bagi rakyat dan untuk menjalankan roda pemerintahan secara
umum (Avisena, 2021). Mengingat peran pentingnya maka setiap upaya untuk mencapai realisasi
target penerimaan pajak perlu menjadi perhatian dan tanggungjawab bukan saja oleh Direktorat
Jenderal Pajak sebagai perwakilan negara tetapi juga oleh rakyat yang menjadi pemikul beban
pajak yang sesungguhnya.
Keberhasilan pencapaian realiasi target penerimaan pajak bukan merupakan usaha yang
mudah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Hal ini tercermin dari tax ratio Indonesia yang
masih kecil dan mengalami tren penurunan (Pink & Laoli, 2021). Kinerja tax ratio ini
memberikan gambaran bahwa tingkat kesadaran masyarakat Indonesia dalam membayar pajak
masih jauh dari yang diharapkan apabila dibandingkan dengan kegiatan perekonomiannya.
Beberapa penelitian untuk menguji factor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak
telah dilakukan antara lain oleh (Kepramaeni et al., 2021; Laksmi P & Lasmi, 2021; Larasati
& Binekas, 2019; Mulyanti & Sunarjo, 2019; Muzaki et al., 2020; Nadia & Kartika, 2020;
Nainggolan & Pinem, 2019; Qodriyah et al., 2018; Rahayu & Mildawati, 2020;
Rakhmadhani, 2020; Sayyidah & Nursamsi, 2021; Soliha et al., 2021; Tarfa et al., 2020;
Wardana, 2018) namun demikian sebagian besar masih menggunakan data dari objek penelitian
yang ruang lingkupnya sangat kecil seperti Kantor Pelayanan Pajak dan menggunakan variable
penerimaan pajak sebagai variable dependen. Untuk memberikan gambaran yang lebih baik
dalam penelitan dan melihat pengaruh yang relevan terhadap upaya Direktorat Jenderal Pajak
untuk meningkatkan kinerja penerimaan pajak maka objek penelitan diperluas menjadi data yang
diperoleh dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan menggunakan variable pertumbuhan
penerimaan sebagai varibel dependen untuk menggantikan variabel penerimaan pajak.
Literature Review dan Hipotesis
Teori atribusi adalah teori yang dikembangkan oleh Fritz Heider pada tahun 1958 untuk
menjelaskan tentang perilaku suatu individu. Teori ini menyatakan bahwa prilaku suatu individu
ditentukan oleh faktor internal (dispositional attributions), yaitu faktor-faktor yang berasal dari
diri seseorang, dan faktor eksternal (situasional attributions), yaitu faktor-faktor yang berasal dari
luar diri seseorang. Teori atribusi memberikan landasan untuk mempelajari proses ketika suatu
individu menginterpretasikan peristiwa, alasan, atau sebab dari perilaku yang dilihat. Menurut
IndoPositive (IndoPositive, 2019) penentuan faktor internal atau eksternal tergantung pada tiga
faktor yaitu kehususan, konsensus dan kosistensi. Teori atribusi ini digunakan sebagai landasan
untuk menguji pengaruh factor Sosialisasi, Kegiatan Pengawasan dan Tingkat Kepatuhan dengan
penjelasan sebagai berikut:
a. Sosialisasi
Salah satu faktor internal dari seseorang untuk berprilaku adalah kesadaran. Faktor kesadaran
inilah yang menjadi faktor penentu yang relevan antara teori atribusi dengan variable
sosialisasi yang digunakan dalam penelitian ini. Faktor kesadaran wajib pajak yang tinggi
terhadap hak dan kewajibannya dapat dilihat dari perilaku yang tidak hanya berusaha untuk
mengetahui hak dan kewajiban, tetapi juga tercermin dalam prilaku untuk bisa memahami dan
mematuhi aturan terkait hak dan kewajiban yang berlaku (Laksmi P & Lasmi, 2021). Upaya
Direktorat Jenderal Pajak untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak tersebut dilakukan
melalui sosialisasi, yaitu suatu kegiatan untuk memberikan pengertian, informasi dan
pembinaan kepada masyarakat pada umumnya dan Wajib Pajak pada khususnya mengenai
segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan dan perundang–undangan perpajakan.
Sosialisasi perpajakan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak diharapkan dapat