
[Hubungan Sedentary Behaviour (Perilaku Kurang Gerak) dengan
Obesitas pada Peserta Didik di SD GMIM Koka]
Mentari Syalom Bokau, Agusteivie Albert Jefta Telew, Christian Bertom Pajung
Perbedaan jenis kelamin ini merupakan salah satu fenomena yang berhubungan dengan obesitas.
Jenis kelamin membedakan kebutuhan zat gizi seseorang. Demerath (2007) menyatakan bahwa
perempuan secara alami memiliki cadangan lemak tubuh, terutama di daerah perut lebih banyak
dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini disebabkan oleh metabolisme wanita lebih lambat
daripada pria. Basal metabolic rate (tingkat metabolisme pada kondisi istirahat) wanita 10% lebih
rendah dibandingkan pria. Oleh karena itu perempuan cenderung lebih banyak mengubah
mengubah makanan menjadi lemak, sedangkan pria lebih banyak mengubah makanan menjadi
otot dan cadangan energi siap pakai (Mar’ah, 2017).
Siswa 8-9 tahun yang berstatus obesitas berjumlah 13 anak (12,3%) dan 10-11 tahun, 12
anak (14,1%). Perubahan usia memiliki hubungan dengan terjadinya perubahan dalam komposisi
tubuh seseorang. Faktor usia merupakan faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi. Namun
beberapa penelitian menyatakan bahwa usia bukan merupakan faktor utama atau pemicu obesitas
anak. Menurut Veghari dkk, 2010, Usia menjadi faktor prediksi dari terjadinya obesitas sentral
yang rentannya terjadi pada orang dewasa
Kategor Indeks Masa Tubuh sangat jelas menunjukkan kejadian obesitas pada sampel
berjumlah 25 siswa (29,4%). Tingkat sedentary behavior yang tinggi pada anak obesitas, 18
siswa (21,2%) dan yang memiliki tingkat sedentary rendah ada 7 siswa (8,2%). Pada beberapa
studi ditemukan bahwa aktifitas fisik yang tinggi berkorelasi dengan rendahnya massa lemak
atau indeks massa tubuh (IMT). Sedentary time yang lebih besar juga telah dihubungkan sebagai
indikator dari massa lemak yang tinggi pada beberapa studi menurut Bann dkk., (2015) dalam
(Faiq et al., 2018).
Untuk siswa obesitas yang memiliki riwayat dari orang-tua berjumlah 12 anak (14,1%)
dan 13 anak lainnya (15,3%) mengalami obesitas namun tidak memiliki riwayat obesitas dari
orang tua. Faktor genetik memberikan kontribusi terhadap kejadian obesitas pada anak Duncan
dkk., (2011). Teori menyebutkan bahwa lebih dari 300 gen dalam tubuh manusia mempunyai
keterlibatan dalam menyebabkan obesitas. Beberapa gen diantaranya menaikkan peluang
obesitas, dan beberapa gen lainnya melindunginya Atkinson dkk., (2005). Hasil penelitian di
Colombia pada anak usia 5-12 tahun mengungkapkan bahwa anak yang mempunyai ibu yang
obesitas berpeluang 3,5 kali lebih besar mejadi obesitas dibandingkan dengan anak yang
mempunyai ibu dengan berat badan normal McDonal dkk., (2009) dalam (Setyoadi et al., 2015).
Kategori frekuensi makan, memperlihatkan hanya 2 anak (2,4%) yang makan pokoknya
lebih dari 3 kali dalam sehari. Mayoritasnya baik yang obesitas 27 siswa (31,8%) dan yang tidak
obesitas 56 siswa (65,9%) mempunyai waktu makan pokok 3 kali dalam sehari. Makanan pokok
adalah pangan mengandung karbohidrat yang sering dikonsumsi atau telah menjadi bagian dari
budaya makan berbagai etnik di Indonesia sejak lama (Kemenkes RI). Penelitian Nurrahmawati
et al. (2018) menemukan tidak ada hubungan signifikan antara asupan energi dan kejadian
obesitas. Namun penelitian lain oleh Armanto et al., (2021) menunjukkan terdapat hubungan
antara porsi makan pokok dan obesitas dengan nilai hasil uji chi-square p= 0,025 (P<0,05). Dapat
disimpulkan bahwa porsi makan merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan obesitas.
Frekuensi Snacking responden obesitas, ada 5 siswa (5,9%) yang mengonsumsi snack
lebih dari 3 kali dalam se-minggu, dan 10 siswa (11,8%) snacking 2-3 kali dalam seminggu dan
10 siswa (11,8%) konsumsi snacknya lebih dari 3 kali dalam se-minggu. Makanan yang
dikonsumsi diluar menu makanan utama disebut snack. Snack yang dikondumdi sebagai
makanan cemilan menyumbangkan 10% energi dari total kebutuhan energi satu hari (Riskesdas,
2018). Snacking atau kebiasaan ngemil makanan dengan densitas energi yang tinggi dapat
menjadi penyebab tingginya asupan lemak jenuh dan total energi dalam sehari yang pada
akhirnya meningkat dari yang seharusnya (Pratiwi & Camilan, 2017).
Penelitian di Semarang, menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan jajan terhadap
kejadian obesitas dan kegemukan (p=0,001 ; 0R=7.012 ; CI = 2.153-33.788), keiasaan jajan
meningatkan risiko terjadinya obesitas sebesar 7 kali (yuni & Aryu, 2013). Hal ini dikarenakan
kegemaran anak-anak mengemil serta akses dalam mendapatkan jajanan dengan mudah