Lentera: Multidisciplinary Studies
Volume 3 Number 2, February, 2025
p- ISSN: 2987-2472 | e-ISSN: 2897-7031
https://lentera.publikasiku.id/index.php
619
KEPASTIAN HUKUM PENYELENGGARAAN REKLAMASI DENGAN
PERUNDANG UNDANGAN RUANG LAUT
DI WILAYAH PESISIR INDONESIA
Rita Listiyarini
1
, Tanudjaja
2
Universitas Narotama Surabaya, Indonesia
ritalis3003@gmail.com, tanudjaja@narotama.ac.id
ABSTRAK
Indonesia memiliki wilayah laut yang luas dengan potensi ekonomi besar, namun reklamasi pesisir
sering menghadapi permasalahan hukum dan lingkungan. Studi ini bertujuan menganalisis kepastian
hukum penyelenggaraan reklamasi di wilayah pesisir berdasarkan peraturan perundang-undangan ruang
laut. Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan pendekatan yuridis untuk menelaah regulasi
terkait reklamasi serta dampaknya. Data diperoleh dari undang-undang, peraturan pemerintah, dan
penelitian terdahulu. Analisis dilakukan terhadap efektivitas regulasi dalam memberikan kepastian
hukum bagi pemerintah, investor, dan masyarakat pesisir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
meskipun regulasi seperti Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2014 telah mengatur reklamasi, implementasi masih menghadapi kendala. Permasalahan yang
ditemukan meliputi tumpang tindih peraturan, lemahnya pengawasan, serta kurangnya keterlibatan
masyarakat dalam perencanaan reklamasi. Ketidakpastian hukum ini dapat menghambat proyek
reklamasi, menimbulkan konflik sosial, dan menyebabkan degradasi lingkungan. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa harmonisasi regulasi dan peningkatan pengawasan sangat diperlukan. Pemerintah
harus memastikan proses perizinan reklamasi transparan dan melibatkan pemangku kepentingan,
termasuk masyarakat pesisir. Implikasi penelitian ini merekomendasikan kebijakan yang memperkuat
aspek hukum dan kelembagaan dalam pengelolaan reklamasi agar sesuai dengan prinsip keberlanjutan
dan kesejahteraan masyarakat.
Keywords: Kepastian Hukum, Reklamasi, Wilayah Pesisir, Regulasi, Ruang Laut
Abstract
Indonesia has vast marine areas with significant economic potential; however, coastal reclamation often
faces legal and environmental challenges. This study aims to analyze the legal certainty of reclamation
implementation in coastal areas based on marine spatial planning regulations.
This research employs a normative method with a juridical approach to examine reclamation-related
regulations and their impacts. Data were obtained from laws, government regulations, and previous
studies. The analysis evaluates the effectiveness of these regulations in providing legal certainty for the
government, investors, and coastal communities. The results indicate that although regulations such as
Law Number 27 of 2007 and Law Number 1 of 2014 govern reclamation, implementation still encounters
obstacles. Key issues include overlapping regulations, weak supervision, and insufficient community
involvement in reclamation planning. This legal uncertainty can hinder reclamation projects, trigger
social conflicts, and lead to environmental degradation. This study concludes that regulatory
harmonization and enhanced supervision are essential. The government must ensure that the
reclamation licensing process is transparent and involves stakeholders, including coastal communities.
The implications of this study recommend policies that strengthen the legal and institutional aspects of
reclamation management to align with sustainability principles and the welfare of coastal communities.
Keywords: Legal Certainty, Reclamation, Coastal Areas, Regulation, Marine Spatial Planning
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International
[Kepastian Hukum Penyelenggaraan Reklamasi Dengan Perundang
Undangan Ruang Laut
Di Wilayah Pesisir Indonesia]
620
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan lebih dari 17.000 pulau
yang tersebar di antara dua benua dan dua samudra (Rizqullah, Iqbal, Cahyadi, & Syahrin, 2024).
Wilayah laut Indonesia mencakup sekitar dua per tiga dari total wilayah nasional, yaitu mencapai
5,8 juta kilometer persegi
(Ramadhani, 2023). (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2020).
Wilayah laut ini, selain memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekologi, juga
merupakan sumber daya strategis yang berpotensi memberikan kontribusi besar bagi
perekonomian nasional. Sumber daya laut Indonesia menyediakan bahan pangan, pariwisata,
serta akses transportasi laut yang memfasilitasi perdagangan antar pulau (Alfarizi, 2024). Sektor
kelautan dan perikanan, misalnya, menyumbang sekitar 6,4% dari total produk domestik bruto
(PDB) Indonesia
(Ramadhani, 2023). Meskipun memiliki potensi ekonomi yang besar,
pengelolaan ruang laut Indonesia menghadapi tantangan kompleks, khususnya dalam hal
reklamasi atau pengurugan laut untuk memperluas lahan daratan.
Reklamasi laut telah menjadi praktik umum di Indonesia, khususnya di kawasan pesisir
yang padat penduduk dan berkembang pesat. Reklamasi didefinisikan sebagai upaya memperluas
daratan dengan cara menguruk lahan yang sebelumnya merupakan bagian dari wilayah laut
(Bimantara, Rahmat, & Hidayat, 2024). Reklamasi dilakukan dengan tujuan yang bervariasi,
seperti mengembangkan kawasan ekonomi, memperluas area perumahan, membangun
infrastruktur pelabuhan, dan mendukung pariwisata
(Ranto, 2017). Di Indonesia, beberapa contoh
reklamasi yang kontroversial terjadi di Teluk Jakarta, Bali, Makassar, dan Batam. Pemerintah
seringkali menganggap reklamasi sebagai salah satu solusi untuk mengatasi terbatasnya lahan di
wilayah perkotaan yang padat serta meningkatkan investasi di sektor properti dan pariwisata
(Masyhadi, 2020). Praktik reklamasi ini sering menimbulkan dampak signifikan terhadap
lingkungan dan sosial, terutama di wilayah pesisir.
Pengelolaan ruang laut dalam konteks reklamasi memiliki dasar hukum yang diatur oleh
beberapa regulasi nasional. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil merupakan salah satu regulasi penting yang mengatur pemanfaatan
dan perlindungan wilayah pesisir, termasuk reklamasi. Dalam undang-undang ini, diatur
mengenai perlindungan ekosistem laut, pemanfaatan ruang laut secara bijak, serta keterlibatan
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang terkait dengan wilayah pesisir
(Anwar &
Shafira, 2020). Meskipun sudah ada regulasi yang mengatur reklamasi dan pengelolaan ruang
laut, pelaksanaannya sering kali menghadapi hambatan, terutama dalam hal kepatuhan dan
pengawasan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif, dimana peneliti
melakuakn penelitian terhadap norma norma dan aturan terkait reklamasi wilayah
pesisir di Indonesia. Metode penelitian adalah suatu cara yang sistematis untuk mencari,
mengumpulkan, dan menganalisis informasi dalam rangka menjawab pertanyaan
penelitian. Dalam konteks penelitian ini, yang berjudul "Analisis Yuridis terhadap
Pengelolaan Ruang Laut dalam Konteks Reklamasi dan Dampaknya terhadap
Pembangunan Wilayah Pesisir di Indonesia," metode penelitian yang tepat akan
memberikan dasar yang kuat untuk analisis yang dilakukan. Penelitian ini
mengkombinasikan pendekatan hukum dengan analisis dampak sosial dan lingkungan
dari praktik reklamasi, sehingga dapat menghasilkan temuan yang komprehensif.
[Kepastian Hukum Penyelenggaraan Reklamasi Dengan Perundang
Undangan Ruang Laut
Di Wilayah Pesisir Indonesia]
Vol. 3, No. 2, 2025
https://lentera.publikasiku.id/index.php
621
HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara etimologis, reklamasi berasal dari kata “to reclaim” yang berarti memperbaiki
sesuatu yang telah rusak atau mengubah tanah menjadi lahan baru. Istilah “reclamation” sendiri
merujuk pada proses memperoleh lahan baru. Berdasarkan pengertian ini, reklamasi dapat
diartikan sebagai upaya menciptakan ruang baru, baik di daratan maupun di perairan, untuk
berbagai tujuan, seperti pembangunan pelabuhan, kawasan wisata, kawasan ekonomi khusus,
fasilitas pengelolaan limbah terpadu, atau pengembangan kawasan kota, seperti konsep waterfront
city (Praptono, 2024).
Reklamasi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, diartikan sebagai upaya untuk
mengoptimalkan manfaat sumber daya lahan yang sebelumnya kurang produktif menjadi lebih
berguna. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, kebutuhan masyarakat,
dan nilai ekonomi melalui metode seperti pengurukan, pengeringan lahan, atau drainase.
Reklamasi adalah proses menciptakan daratan baru di area pantai, laut, sungai, atau badan
air lainnya. Proses ini dilakukan dengan menimbun tanah, pasir, atau batuan dalam jumlah besar
ke area berisi air hingga terbentuk daratan baru. Meskipun umumnya dilakukan di wilayah pantai
untuk memperluas daratan, reklamasi juga dapat diterapkan di laut, sungai, maupun danau.
Reklamasi memiliki banyak manfaat bagi masyarakat, namun juga perlu mempertimbangkan
kelemahan dan dampak negatifnya. Salah satu kekurangannya adalah tingginya biaya dan waktu
yang diperlukan untuk melaksanakan reklamasi, karena membutuhkan material dan sumber daya
yang besar. Selain itu, reklamasi dapat mengubah ekosistem lingkungan setempat akibat
penimbunan di area pantai atau laut serta eksploitasi tanah atau pasir yang digunakan dalam
proses tersebut (Yusnita, 2024).
Manfaat reklamasi meliputi berbagai aspek, di antaranya
(Pertiwi, 2023)
:
1) Lahan hasil reklamasi dapat membantu mengatasi masalah kepadatan penduduk atau
dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi lainnya.
2) Mengembalikan fungsi lahan yang telah rusak akibat aktivitas pertambangan.
3) Mengurangi dampak kerusakan akibat erosi dengan menghadirkan konstruksi pengaman
yang dirancang untuk menahan gelombang laut.
4) Melindungi kawasan yang berada di bawah permukaan laut dari risiko banjir.
5) Mengatur ulang ruang hijau di sekitar area pantai sekaligus mendukung pengembangan
sektor pariwisata.
Perencanaan ruang laut adalah bagian dari penataan ruang yang bertujuan untuk
memastikan kegiatan reklamasi berjalan sesuai dengan prinsip keberlanjutan dan tidak
mengganggu keseimbangan ekosistem laut. Peraturan yang relevan mencakup Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor
27 Tahun 2007. Namun, undang-undang ini dinilai belum memberikan kewenangan dan tanggung
jawab negara secara memadai, sehingga perlu disempurnakan untuk memenuhi kebutuhan hukum
masyarakat. Perubahan tersebut diwujudkan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, yang
menggantikan beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 (Herowanti,
2021).
[Kepastian Hukum Penyelenggaraan Reklamasi Dengan Perundang
Undangan Ruang Laut
Di Wilayah Pesisir Indonesia]
622
Dalam perubahan tersebut, terdapat dua poin penting yang memberikan penegasan terkait
kewenangan negara sebagai pemegang kekuasaan atas bumi, air, dan kekayaan yang terkandung
di dalamnya:
1. Izin reklamasi pantai
Untuk melakukan reklamasi, diperlukan dua jenis izin, yaituIzin Lokasi yang merupakan
izin awal yang harus diperoleh sebelum melanjutkan proses pengelolaan. Selanjutnya Izin
Pengelolaan yangdapat diberikan setelah izin lokasi terpenuhi. Ketentuan ini diatur dalam Pasal
16 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 (Pahlevi, 2021).
2. Keterlibatan negara dalam proses pemberian izin
Negara, dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah, memiliki kewajiban untuk
memfasilitasi pemberian izin lokasi dan izin pengelolaan, terutama kepada masyarakat lokal dan
tradisional.Hal ini ditegaskan dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, yang
menyatakan bahwa pemerintah wajib mendukung proses pemberian izin tersebut (Top, 2025).
Ketentuan ini menjawab kelemahan pada Undang-Undang sebelumnya, yang belum secara jelas
mengatur kewenangan dan tanggung jawab pemerintah dalam hal ini. Yang pada Undang-Undang
yakni Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil, kewenangan serta tanggung jawab negara belum diatur secara memadai. Namun,
melalui perubahan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, kewenangan
negara, dalam hal ini pemerintah, telah dijelaskan dengan lebih tegas. Pemerintah diberikan tugas
untuk memfasilitasi proses pemberian izin, khususnya terkait izin lokasi dan izin pengelolaan.
Pelaksanaan reklamasi di berbagai daerah di Indonesia umumnya mengacu pada peraturan
daerah masing-masing. Akibatnya, pengelolaan untuk meminimalkan dampak negatif sering kali
belum optimal, mengingat belum adanya aturan hukum yang bersifat nasional sebagai landasan
pelaksanaan reklamasi. Kondisi ini mengakibatkan kurangnya kepastian hukum dalam kegiatan
reklamasi. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk merumuskan norma hukum yang bersifat
nasional guna menghindari disharmonisasi kewenangan antar instansi terkait dan mengurangi
dampak negatif reklamasi, sehingga kelestarian lingkungan dapat dijaga untuk generasi
mendatang. Saat ini, regulasi yang mengatur reklamasi masih bervariasi di setiap wilayah,
mencerminkan perlunya standar hukum yang lebih seragam (Herowanti, 2021).
Pengelolaan ruang laut dalam kebijakan reklamasi harus didasarkan pada prinsip-prinsip
keberlanjutan, kesejahteraan masyarakat, dan konservasi sumber daya alam. Prinsip ini sejalan
dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, yang mengamanatkan bahwa
pengelolaan ruang laut harus memperhatikan keseimbangan antara pemanfaatan dan
perlindungan ekosistem laut (Quina & Subagiyo, 2015). Selain itu, Konvensi PBB tentang
Hukum Laut (UNCLOS) juga menegaskan bahwa negara harus mengambil langkah-langkah yang
diperlukan untuk mencegah, mengurangi, dan mengendalikan polusi laut yang timbul akibat
aktivitas manusia, termasuk reklamasi pesisir (Suncls & Cai, 1982) (Kamiński & Karski, 2025).
Reklamasi wilayah pesisir di Indonesr ia diatur oleh berbagai peraturan perundang-
undangan yang dirancang untuk memastikan kegiatan ini berjalan secara berkelanjutan,
terencana, dan tidak merusak lingkungan. Regulasi tersebut memberikan pedoman teknis dan
hukum yang mendukung pengelolaan wilayah pesisir secara holistik, dengan memperhatikan
keseimbangan ekosistem, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat.Salah satu
prinsip utama dalam pengelolaan ruang laut adalah kesejahteraan masyarakat pesisir. Reklamasi
yang dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek social dapat menyebabkan hilangnya mata
pencaharian nelayan dan masyarakat yang bergantung pada sumber daya laut. Studi oleh Fauzi
(2018)
. Olehkarenaitu, kebijakan reklamasi harus mengikut sertakan partisipasi masyarakat
pesisir dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan, sebagaimana diatur dalam
[Kepastian Hukum Penyelenggaraan Reklamasi Dengan Perundang
Undangan Ruang Laut
Di Wilayah Pesisir Indonesia]
Vol. 3, No. 2, 2025
https://lentera.publikasiku.id/index.php
623
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan,
Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam (Sifa, 2022).
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil menjadi salah satu dasar hukum utama. Undang-undang ini menekankan pentingnya
pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu, melibatkan aspek ekologis,
sosial, ekonomi, dan budaya. Selain itu, UU ini mewajibkan pelaksanaan rencana zonasi untuk
mengatur pemanfaatan ruang, termasuk wilayah reklamasi, agar tetap selaras dengan daya dukung
lingkungan.
KESIMPULAN
A. Upaya Hukum dalam Membentuk Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir
Upaya hukum yang dilakukan dalam membentuk kebijakan reklamasi di wilayah pesisir
yang mencakup penyesuaian regulasi nasional, harmonisasi kebijakan antarsektor, peningkatan
kapasitas penegakan hukum, dan keterlibatan publik. Regulasi yang ada saat ini masih mengalami
berbagai kendala, seperti tumpang tindih peraturan antara pusat dan daerah, tidak adanya
kepastian hukum bagi pelaku reklamasi, serta lemahnya koordinasi antar-instansi terkait. Oleh
karena itu, diperlukan perbaikan dan sistem pengawasan yang lebih efektif untuk memastikan
bahwa kebijakan reklamasi sejalan dengan prinsip keinginan dan kesejahteraan masyarakat
pesisir.
DAFTAR PUSTAKA
Alfarizi, Muhammad. (2024). Ekonomi Biru Kepulauan Riau Berkelanjutan: Tantangan,
Peluang dan Langkah Strategik Berbasis Kolaborasi Pentahelix. Jurnal Archipelago,
3(01), 115.
Anwar, Mashuril, & Shafira, Maya. (2020). Harmonisasi kebijakan pengelolaan
lingkungan pesisir lampung dalam rezim pengelolaan berbasis masyarakat. Jurnal
Hukum Lingkungan Indonesia, 6(2), 266287.
Bimantara, M. Aji, Rahmat, Hayatul Khairul, & Hidayat, Marlina. (2024). Revitalisasi
Lahan Bekas Tambang sebagai Langkah Rehabilitasi Bencana: Sebuah Tinjauan
Konseptual. Trends in Applied Sciences, Social Science, and Education, 2(2), 119
134.
Herowanti, Sri. (2021). Kepastian Hukum Pengaturan Reklamasi Dalam Perspektif
Negara Hukum Kesejahteraan. PALAR (Pakuan Law Review), 7(2), 206219.
Kamiński, Tomasz, & Karski, Karol. (2025). 40 Years of the United Nations Convention
on the Law of the Sea: Assessment and Prospects. Taylor & Francis.
Masyhadi, Ahmad. (2020). Tinjauan Maqashid Syariah Terhadap Reklamasi Pesisir
Pantai Jakarta. Madinah: Jurnal Studi Islam, 7(1), 108117.
Pahlevi, Muhammad Faizal. (2021). Implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-pulau Kecil Di Kabupaten Lingga.
Universitas Islam Riau.
[Kepastian Hukum Penyelenggaraan Reklamasi Dengan Perundang
Undangan Ruang Laut
Di Wilayah Pesisir Indonesia]
624
Pertiwi, Endah. (2023). Status Hukum Tanah Dan Hak Masyarakat Pesisir Pantai Atas
Kebijakan Reklamasi Pantai Dan Laut Serta Implikasinya Berdasarkan Pulau-Pulau
Kecil yang Ada di Indonesia. Jurnal Rechten: Riset Hukum Dan Hak Asasi Manusia,
5(1), 715.
Praptono, Agung. (2024). Kepastian Hukum Bagi Pengembangan Reklamasi Pasca
Berlakunya Uu No. 2 Tahun 2024 Tentang Daerah Khusus Jakarta. Jurnal Intelek
Dan Cendikiawan Nusantara, 1(2), 21762187.
Quina, Margaretha, & Subagiyo, Henri. (2015). Undang-Undang No. 32 Tahun 2014
Tentang Kelautan “Penegakan Hukum di Laut: Peluang dan Tantangan. Jurnal
Hukum Lingkungan Indonesia, 2(1), 93104.
Ramadhani, Azzahra Alifa. (2023). Potensi keunggulan kompetitif sumber daya kelautan
Indonesia. Jurnal Ekonomi Sakti (Jes), 12(3), 291296.
Ranto, Roberto. (2017). Kajian Yuridis Hak Atas Tanah Reklamasi Menurut Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 2007 Juncto Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Lex Privatum, 5(3).
Rizqullah, Fikri Hassan, Iqbal, Muhammad, Cahyadi, Herry Rahma, & Syahrin,
Muhammad. (2024). Analisis Yuridis Terhadap Strategi Geopolitik Di Indonesia
Sebagai Negara Kepulauan Dalam Menghadapi Tentang Sengketa Wilayah
Perbatasan. Adil Indonesia Journal, 5(2), 136145.
Sifa, Adila Sri. (2022). Eksistensi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak
Garam pada Pemberdayaan Petambak Udang Vaname di Desa Ambulu Kecamatan
Losari Kabupaten Cirebon. S1-Hukum Ekonomi Syariah IAIN Syekh Nurjati
Cirebon.
Suncls, A., & Cai, I. I. (1982). United Nations convention on the law of the sea. United
Nations.
Top, Roni. (2025). Implementasi Pasal 20 Ayat 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor
07 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2019 Tentang Administrasi Perkara Dan Persidangan Di Pengadilan Secara
Elektronik Fiqh Siyasah Tanfidziyah (Studi Di Pengadilan Negeri Kalianda Kelas
Ib). Uin Raden Intan Lampung.
Yusnita, Ummi. (2024). Urgensi Pengaturan Reklamasi Dalam Hukum Internasional
Untuk Menjamin Kedaulatan Negara. VERITAS, 10(1), 136143.