Dalam perubahan tersebut, terdapat dua poin penting yang memberikan penegasan terkait
kewenangan negara sebagai pemegang kekuasaan atas bumi, air, dan kekayaan yang terkandung
di dalamnya:
1. Izin reklamasi pantai
Untuk melakukan reklamasi, diperlukan dua jenis izin, yaituIzin Lokasi yang merupakan
izin awal yang harus diperoleh sebelum melanjutkan proses pengelolaan. Selanjutnya Izin
Pengelolaan yangdapat diberikan setelah izin lokasi terpenuhi. Ketentuan ini diatur dalam Pasal
16 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 (Pahlevi, 2021).
2. Keterlibatan negara dalam proses pemberian izin
Negara, dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah, memiliki kewajiban untuk
memfasilitasi pemberian izin lokasi dan izin pengelolaan, terutama kepada masyarakat lokal dan
tradisional.Hal ini ditegaskan dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, yang
menyatakan bahwa pemerintah wajib mendukung proses pemberian izin tersebut (Top, 2025).
Ketentuan ini menjawab kelemahan pada Undang-Undang sebelumnya, yang belum secara jelas
mengatur kewenangan dan tanggung jawab pemerintah dalam hal ini. Yang pada Undang-Undang
yakni Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil, kewenangan serta tanggung jawab negara belum diatur secara memadai. Namun,
melalui perubahan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, kewenangan
negara, dalam hal ini pemerintah, telah dijelaskan dengan lebih tegas. Pemerintah diberikan tugas
untuk memfasilitasi proses pemberian izin, khususnya terkait izin lokasi dan izin pengelolaan.
Pelaksanaan reklamasi di berbagai daerah di Indonesia umumnya mengacu pada peraturan
daerah masing-masing. Akibatnya, pengelolaan untuk meminimalkan dampak negatif sering kali
belum optimal, mengingat belum adanya aturan hukum yang bersifat nasional sebagai landasan
pelaksanaan reklamasi. Kondisi ini mengakibatkan kurangnya kepastian hukum dalam kegiatan
reklamasi. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk merumuskan norma hukum yang bersifat
nasional guna menghindari disharmonisasi kewenangan antar instansi terkait dan mengurangi
dampak negatif reklamasi, sehingga kelestarian lingkungan dapat dijaga untuk generasi
mendatang. Saat ini, regulasi yang mengatur reklamasi masih bervariasi di setiap wilayah,
mencerminkan perlunya standar hukum yang lebih seragam (Herowanti, 2021).
Pengelolaan ruang laut dalam kebijakan reklamasi harus didasarkan pada prinsip-prinsip
keberlanjutan, kesejahteraan masyarakat, dan konservasi sumber daya alam. Prinsip ini sejalan
dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, yang mengamanatkan bahwa
pengelolaan ruang laut harus memperhatikan keseimbangan antara pemanfaatan dan
perlindungan ekosistem laut (Quina & Subagiyo, 2015). Selain itu, Konvensi PBB tentang
Hukum Laut (UNCLOS) juga menegaskan bahwa negara harus mengambil langkah-langkah yang
diperlukan untuk mencegah, mengurangi, dan mengendalikan polusi laut yang timbul akibat
aktivitas manusia, termasuk reklamasi pesisir (Suncls & Cai, 1982) (Kamiński & Karski, 2025).
Reklamasi wilayah pesisir di Indonesr ia diatur oleh berbagai peraturan perundang-
undangan yang dirancang untuk memastikan kegiatan ini berjalan secara berkelanjutan,
terencana, dan tidak merusak lingkungan. Regulasi tersebut memberikan pedoman teknis dan
hukum yang mendukung pengelolaan wilayah pesisir secara holistik, dengan memperhatikan
keseimbangan ekosistem, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat.Salah satu
prinsip utama dalam pengelolaan ruang laut adalah kesejahteraan masyarakat pesisir. Reklamasi
yang dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek social dapat menyebabkan hilangnya mata
pencaharian nelayan dan masyarakat yang bergantung pada sumber daya laut. Studi oleh Fauzi
(2018)
. Olehkarenaitu, kebijakan reklamasi harus mengikut sertakan partisipasi masyarakat
pesisir dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan, sebagaimana diatur dalam