
 
[Eksistensi  Perkembangan  Analisis  Dampak  Lingkungan 
(AMDAL) Dalam Perspektif Hukum Positif di Indonesia] 
 
 
Nico Tri Saputra, Hendro Yudha Siswako, Moon Jeehoon, Agus Satory
 
 
Secara  normatif  telah  ada  jaminan  bagi  mutu  lingkungan  berkualitas  sehingga 
persyaratan  sebagai  lingkungan  yang  baik  dan  sehat  merupakan  dambaan  bersama  sebab 
setiap orang memiliki hak tersebut, agar itu  kita  dituntut agar dalam melakukan  kegiatan 
yang  berhubungan  dengan  lingkungan  hidup  harus  memperhatikan  aspek-aspek  wawasan 
lingkungan,  ramah  lingkungan,  tidak  ada  sikap  organsi  agar  mengeksploitasi  lingkungan 
alam tanpa batas (Pianda, 2018). 
Dokumen  RKL,  RPL  dalam  AMDAL  Merupakan  Manajemen  Lingkungan  sesuai 
dengan uraian berikut ini: 
1)  AMDAL dalam sistem penegakan hukum lingkungan terkait dengan ketentuan dalam 
undang-undang sektoral (pertambangan, air, hutan dsb) tentang aspekaspek lingkungan, 
sebagai sistem hukum lingkungan di Indonesia. 
2)  RKL-RPL dalam proses AMDAL  sebagai : a) Alat  identifikasi dan prediksi dampak 
terhadap  lingkungan  atau  juga  disebut  sebagai  alat  verifikasi  ilmiah  dalam  proses 
penataan  hukum,  b)  Sebagai  sarana  pengelolaan  ling-kungan,  terutama  oleh 
penanggung  jawab  usaha  dan  atau  kegiatan,  c)  Alat  pemantauan  bagi  pimpinan 
(direksi/manager) perusahaan, d) Inspeksi lingkungan oleh instansi pemerintah (KLH, 
ESDM  dll),  e)  Laporan  kesehatan  perusahaan  kepada  kreditur,  dan/atau  pemegang 
saham. 
3)  RKL-RPL (wajib AMDAL) sebagai dasar pemberian kualifikasi dalam konsep Proper 
oleh  KLH  setiap  tahun,  diharapkan  berperan  sebagai  sarana  peningkatan  kinerja 
perusahaan  dilihat  dari  sistem  pengelolaan  lingkungan  (environmental  management 
system) 
RKL-RPL  mengharuskan  proses  penyi-dikan  dilakukan  dengan  terlebih  dahulu 
berkonsultasi dengan instansi yang bertang-gung jawab (KLH/BPLH/Bapedalda) dan ahli-
ahli terkait (triangle system) (lihat, Pedoman Teknis Yudisial Penanganan Per-kara Tindak 
Pidana  Lingkungan  Hidup,  Kejaksaan  Agung  dan  Kementerian  Lingkungan,  2002) 
penyidikan dalam arti luas didasarkan pada Asas Subsidiaritas (Yakin, 2017). Hal ini penting 
karena kasus AMDAL termasuk isu keahlian. Keahlian terutama memper-soalkan validitas 
kajian  dan  sistem  pengelolaan  lingkungan,  dan  sehingga  memerlukan  verifikasi  ilmiah 
sebelum  kasus  dijadikan  obyek  penyidikan.  Dalam  sistem  hukum  lingkungan  Amerika 
Serikat hal ini terkait dengan doktrin primary jurisdiction, sehingga belum masuk jurisdiksi 
pengadilan (rex judicata). 
4.  Hubungan AMDAL dengan Instrumen Lingkungan Hidup Lainnya 
Instrumen  pencegahan  pencemaran  dan  /atau  perusakan  lingkungan  hidup  menurut 
Pasal 14 UUPPLH 2009 terdiri dari : a. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), b. tata 
ruang,  c.  baku  mutu  lingkungan  hidup,  d.  kriteria  baku  kerusakan  lingkungan  hidup,  e. 
amdal,  f.  UKL-UPL,  g.  perizinan,  instrumen  ekonomi  lingkungan  hidup,  h.  peraturan 
perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, i. anggaran berbasis lingkungan hidup, j. 
analisis  risiko  lingkungan  hidup,  k.  audit  lingkungan  hidup;  dan  l.  instrumen  lain  sesuai 
dengan  kebutuhan  dan/atau  perkembangan  ilmu  pengetahuan  (Mogi,  2019).  Dengan 
demikian  banyak  instrumen  pencegah  pencemaran  dan/atau  kerusakan  lingkungan  hidup, 
sehingga  dapat  disimpulkan  bahwa  AMDAL  bukan  sebagai  alat  serbaguna  yang  dapat 
menyelesaikan segala persoalan lingkungan hidup. Efektivitas AMDAL sangat ditentukan 
oleh pengembangan berbagai instrumen lingkungan hidup lainnya. 
Dengan  perkataan  lain  AMDAL  merupakan  salah  satu  dan  bukan  satu-satunya 
instrumen pencegah pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan saling berkaitan 
dengan instrumen lingkungan hidup yang lain 
 
KESIMPULAN 
Berdasarkan pada pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan AMDAL 
dalam pengelolaan Lingkungan hidup sangat penting dan strategis karena merupakan instrumen