PENDAHULUAN
Gagal ginjal merupakan masalah kesehatan dunia. Hal ini dapat dilihat dari bahwa penyakit
gagal ginjal menduduki peringkat ke-12 tertinggi sebagai penyebab angka kematian dunia
Prevalensi Gagal ginjal kronik telah mencapai proporsi epidemik dengan 10-13% pada populasi
di Asia dan Amerika. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat jika prevalensi Diabetes
Mellitus dan Hipertensi juga terus meningkat (Agistia, 2018).
Berdasarkan data Riskesdas (Riskesdas, 2018), di Indonesia penyakit Gagal ginjal kronik
meningkat sebanyak 3,8% pada tahun 2018. Hal inimenunjukkan bahwa penderita gagal ginjal
kronik semakin meningkat setiap tahunnya. Penanganan pasien gagal ginjal kronik tahap akhir
dapat dilakukan dengan hemodialisa. Hemodialisa merupakan pengobatan (replacement
treatment) pada penderita gagal ginjal kronik stadium terminal, dimana fungsi ginjal digantikan
oleh alat yang disebut dyalizer (artifical kidney), pada dialyzer ini terjadi proses pemindahan zat-
zat terlarut dalam darah kedalam cairan dialisa atau sebaliknya (Wiliyanarti & Muhith, 2019).
Berdasarkan data Indonesian Renal Registry (Indonesian Renal Registry, 2018), pasien gagal
ginjal kronik yang masih menjalani hemodialisa rutin sampai pada tanggal 31 Desember 2018
meningkat sebanyak 53,59 % atau berjumlah 66.433 dibandingkan tahun 2017 sebanyak
30.831.Prevalensi tertinggi melakukan hemodialisa terletak pada Provinsi DKI Jakarta yaitu
sebesar 38,7% , urutan kedua yaitu Provinsi Bali 38% dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
menempati urutan ke tiga yaitu sebesar 37,7%. Hal ini sama dengan data berdasarkan Rekam
Medis Rumah Sakit Panti Rapih tahun 2020, bahwa jumlah pasien hemodialisa mengalami
kenaikan sebesar 11,08% dari jumlah pasien pada tahun 2019. Terapi hemodialisa terbukti sukses
sebagai terapi pendukung penyakit gagal ginjal kronik dengan efektivitas tinggi. Terapi ini dapat
memperpanjang usia tanpa batas yang jelas, namun tidak dapat mengembalikan seluruh fungsi
ginjal. Berdasarkan data yang dilakukan oleh Perkumpulan Nefrologi Indonesia tahun 2014 82%
orang lebih banyak melakukan terapi hemodialisa dibandingkan dengan CAPD (Continuos
Ambulatory Peritoneal Dialysis) yaitu 12,8% dan transplantasi ginjal yaitu 2,6%. Hal ini
menunjukan bahwa hemodialisa menjadi salah satu terapi yang paling sering digunakan
masyarakat untuk menggantikan fungsi ginjal yang sudah terganggu (Kristianti, Widani, &
Anggreaini, 2020).
Pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani terapi hemodialisa harus dapat beradaptasi
dengan program dialysis, ketergantungan pada mesin hemodialisa, perubahan pola hidup dan
gaya hidup seperti harus melakukan terapi hemodialisa secara rutin, melakukan pembatasan
cairan, dan diet Gagal Ginjal Kronik. penerimaan penyakit dan pengobatan sangat penting agar
pasien dapat disiplin dalam terapi dan dietnya. Penerimaan diri seseorang akan mempengaruhi
lamanya mengambil suatu keputusan. Petugas kesehatan, khususnya perawat dapat mendorong
penerimaan diri melalui komunikasi yang terapeutik dan penjelasan secara terperinci tentang
penyakit dan pengobatan yang akan dilakukan oleh pasien untuk meningkatkan kualitas hidupnya
(Bayhakki & Hatthakit, 2012). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal
22 Juni 2021 kepada sebanyak 10 pasien di ruang Hemodialisa Rumah Sakit Panti Rapih dengan
metode wawancara didapatkan bahwa pasien yang melakukan terapi hemodialisa tampak cemas
karena takut dengan manajemen terapi yang dihadapi. Merasa takut dan khawatir sehingga selalu
bertanya tentang keadaannya menjalani terapi hemodialisa. Perasaan cemas takut dan khawatir
akan keadaan kesehatan, perkembangan, dan selama proses hemodialisa sehingga menyebabkan
pasien gelisah berlebihan. Selama proses hemodialisa berlangsung bahwa banyak pasien terlihat
murung, kurang semangat, takut gelisah, dan kurang percaya diri. Selain itu, pasien tersebut tidak
bisa bekerja terlalu berat merubah pola dan gaya hidup sebelum sakit dengan kondisi sakit saat
ini. Penjelasan yang lengkap dan akurat, pemahaman dan kesiapan yang optimal dibutuhkan oleh
pasien yangmenjalani terapi hemodialisa. Maka dari itu peneliti tertarik untuk menggali lebih
dalam pengalaman pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta.