tidak mampu mencapai tujuan-tujuan mereka secara simultan. Dalam konteks ini perbedaan
dalam tujuan merupakan penyebab munculnya konflik. Pendapat tersebut sejalan dengan batasan
konflik yang diberikan oleh Dubin sebagaimana juga dikutip oleh Sulistyorini dan Muhammad
Fathurrohman (2014: 296) bahwa konflik berkaitan erat dengan suatu motif, tujuan, keinginan,
atau harapan dari dua individu atau kelompok tidak dapat berjalan secara bersamaan
(incompatible). Adanya ketidaksepakatan tersebut dapat berupa ketidaksetujuan terhadap tujuan
yang ditetapkan atau bisa juga terhadap metode-metode yang digunakan untuk mencapai tujuan.
Afzalur Rahim dalam kutipan oleh Sulistyorini dan Muhammad Fathurrohman
(Sulistyorini, 2014, p. 297) menyatakan bahwa konflik dapat didefinisikan sebagai keadaan
interaktif yang termanifestasikan dalam sikap ketidakcocokan, pertentangan, atau perbedaan
dengan atau antara entitas sosial seperti individu dengan individu, kelompok dengan kelompok,
atau organisasi dengan organisasi. Sedangkan Wahyosumidjo lebih sederhana yaitu segala macam
hubungan antara manusia yang bersifat berlawanan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa konflik adalah akibat dari
ketidaksepemahaman dan ketidaksesuaian baik antar individu ataupun kelompok dalam hal
memenuhi tujuan yang berakibat pada terganggunya masing-masing individu atau kelompok
tersebut. Pengertian konflik juga dapat dilihat dari beberapa sudut pandang. Pertama, pandangan
tradisional. Pandangan tradisional ini menyatakan bahwa semua konflik itu buruk. Konflik dilihat
sebagai sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Kedua, pandangan hubungan
manusia. Pandangan hubungan manusia menyatakan bahwa konflik merupakan peristiwa yang
wajar terjadi dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat
dihindari karena itu keberadaan konflik harus diterima dan dirasionalisasikan sedemikian rupa
sehingga bermanfaat bagi peningkatan kinerja organisasi. Ketiga, pandangan interaksionis.
Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas asumsi bahwa kelompok yang
kooperatif, tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak
inovatif. Oleh karena itu, menurut aliran pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat
minimum secara berkelanjutan, sehingga kelompok tersebut tetap bersemangat, kritis-diri (self-
critical), dan kreatif.
Dari tiga sudut pandang di atas, dapat penulis simpulkan bahwa adanya konflik dapat
memunculkan cara pandang positif maupun negatif. Oleh sebab itu, konflik adalah bagian yang
harus diselesaikan dengan baik untuk meminimalisir dampak negatif dari munculnya konflik
tersebut. Lebih lanjut, menurut Stephen. P. Robbins dalam artikel yang ditulis oleh Sulistyorini
dan Muhammad Fathurrohman (Sulistyorini, 2014, p. 302) menjelaskan bahwasanya telah
menelusuri perkembangan tersebut, dengan penekanan pada perbedaan antara pandangan
tradisional tentang konflik dan pandangan baru, yang sering disebut pandangan interaksionis.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa konflik dapat berfungsi ataupun
berperan salah (dysfunctional). Secara sederhana hal ini berarti bahwa konflik
mempunyai potensi bagi pengembangan atau pengganggu pelaksanaan kegiatan
organisasi tergantung pada bagaimana konflik tersebut dikelola.
1. Manajemen Konflik
Kata "manajemen" berasal dari bahasa Latin, yang merupakan asal kata Manus artinya
tangan dan agere artinya perbuatan terdiri dari kata kerja managere, yang berarti
"menangani". Administrator diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai kata kerja untuk
memerintah, dengan kontrol kata benda dan pemimpin orang-orang yang melakukan ini
kegiatan administrasi. Akhirnya, kontrol diterjemahkan ke dalam ucapan Indonesia menjadi
administrasi atau manajemen. Selain itu Manajemen adalah suatu proses perencanaan,
pengorganisasian, dan pengarahan mengelola upaya organisasi di semua bidang untuk
mencapai tujuannya organisasi berjalan secara efektif dan efisien, jadi kontrol mencakup
segala sesuatu yang diatur sesuai pertimbangan dan perhitungan yang cermat (Sofia, 2021).
Sementara itu, konsep “konflik” jika dilihat dari akarnya, yaitu. Kata “konflik berasal
dari kata “to set” atau “conficium” dan berarti “menyesuaikan”. Tumbukan berarti segala