LITERATURE REVIEW PARADIGMA GIZI: EKSPLORASI
TABU POLA KONSUMSI MAKANAN DAN PENGETAHUAN GIZI DI MASYARAKAT PEDESAAN
Iis
Rizqi Zaqiyatun Nisa1, Essy Zulfiani2
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Al-Ihya
Kuningan, Indonesia
Email :
iisrizqi09@gmail.com1, zulfiaesy@gail.com2
ABSTRAK Pola
konsumsi makanan dan pengetahuan gizi di masyarakat pedesaan menjadi krusial
dalam mengatasi tabu dan preferensi makanan lokal yang memengaruhi pilihan
diet. Studi ini tidak hanya membahas aspek nutrisi, tetapi juga
mempertimbangkan norma budaya yang mempengaruhi keputusan makanan
sehari-hari.Literature review ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara
pola konsumsi makanan dan pengetahuan gizi dengan status gizi masyarakat
pedesaan.Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah literature
review. Sumberpustaka yang digunakan dalam artikel ini melibatkan banyaknya
pustaka baik yang berasal daribuku, jurnal nasional atau internasional maupun
website. Penelusuran sumberpustaka dalam artikel ini melalui database NCBI
dan Google Scholar Tahun penerbitan sumber pustaka yang digunakan dalam
penulisan artikel ini adalah dari tahun 2006 hingga tahun 2024.Pola konsumsi
makanan di masyarakat pedesaan didasarkan pada tradisi lokal dan ketersediaan
sumber daya alam, dengan karbohidrat seperti nasi dan umbi-umbian menjadi
pilihan utama. Namun, pengetahuan gizi yang terbatas dan adat serta tabu
makanan sering membatasi variasi diet dan mengurangi asupan nutrisi yang
diperlukan. Upaya untuk meningkatkan pemahaman tentang gizi seimbang melalui
pendekatan yang menghormati nilai-nilai lokal menjadi krusial untuk
mempromosikan kesehatan gizi yang optimal di masyarakat pedesaan, sambil
tetap mempertahankan keberagaman budaya yang berharga.pola konsumsi makanan
di masyarakat pedesaan dipengaruhi oleh tradisi lokal dan ketersediaan sumber
daya alam, dengan makanan utama seperti nasi, jagung, dan umbi-umbian. Tabu
makanan berdasarkan nilai-nilai budaya dapat membatasi variasi diet dan
asupan nutrisi yang optimal. Pengetahuan gizi yang terbatas, terutama di
kalangan lansia yang lebih mengandalkan tradisi lisan, menunjukkan tantangan
dalam mencapai pola makan yang seimbang secara nutrisi. Pendekatan holistik
yang mengintegrasikan edukasi gizi dengan nilai-nilai lokal penting untuk
meningkatkan kesadaran akan makanan sehat dan bergizi di pedesaan, sambil
memahami dan mengelola tabu makanan dengan bijak. Kata kunci: Pola konsumsi makanan, Pengetahuan
gizi, Masyarakat pedesaan,Tabu makanan, Kesehatan gizi ABSTRACT Food consumption patterns and
nutritional knowledge in rural communities are crucial in addressing taboos
and local food preferences that influence dietary choices. This study not
only discusses nutritional aspects but also considers cultural norms that affect
daily food decisions. This literature review aims to investigate the
relationship between food consumption patterns, nutritional knowledge, and
the nutritional status of rural communities. The method used in writing this
article is a literature review. The bibliography used in this article
involves many sources, including books, national or international journals,
and websites. The literature search in this article was conducted through
NCBI and Google Scholar databases. The publication years of the bibliography
used in writing this article range from 2006 to 2024. Food consumption
patterns in rural communities are based on local traditions and the
availability of natural resources, with carbohydrates such as rice and tubers
being the primary choices. However, limited nutritional knowledge and food
customs and taboos often restrict dietary variety and reduce the intake of
necessary nutrients. Efforts to enhance understanding of balanced nutrition
through approaches that respect local values are crucial for promoting
optimal nutritional health in rural communities while maintaining valuable
cultural diversity. Food consumption patterns in rural communities are
influenced by local traditions and the availability of natural resources,
with staple foods such as rice, corn, and tubers. Food taboos based on
cultural values can limit dietary variety and optimal nutrient intake.
Limited nutritional knowledge, especially among the elderly who rely more on
oral tradition, presents challenges in achieving a nutritionally balanced
diet. A holistic approach that integrates nutritional education with local
values is essential to raising awareness of healthy and nutritious food in
rural areas, while understanding and managing food taboos wisely. Keywords: Food
consumption patterns, Nutritional knowledge, Rural communities, Food taboos,
Nutritional health |
|
|
This work is
licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International |
PENDAHULUAN
Gizi
yang akurat adalah fundamental bagi kesehatan manusia yang optimal. Kekurangan
nutrisi dapat mengakibatkan dampak serius seperti kelaparan energi, penurunan
daya tahan tubuh, dan bahkan gangguan pertumbuhan pada anak-anak. Masyarakat pedesaan, sebagai bagian dari populasi yang rentan,
sering kali menghadapi tantangan ekonomi yang signifikan. Keterbatasan
akses terhadap sumber daya dan infrastruktur kesehatan yang terbatas dapat
memperburuk masalah gizi dan menyulitkan upaya pencegahan dan pengobatan (Risna, Sri-Harimurti, Wihandoyo, & Widodo, 2022).
Pola
konsumsi makanan menggambarkan jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi
oleh penduduk dalam jangka waktu tertentu. Di masyarakat
pedesaan Indonesia, pola ini sering kali mencakup konsumsi karbohidrat utama
seperti nasi, jagung, atau umbi-umbian, yang menjadi pilihan karena mudah
diakses dan terjangkau secara ekonomis. Namun,
tantangan terbesar yang dihadapi adalah variasi dalam asupan protein, vitamin,
dan mineral yang masih kurang memadai. Pengetahuan gizi di masyarakat
pedesaan juga terbatas, dengan rendahnya pemahaman tentang pentingnya gizi
seimbang dan cara memenuhi kebutuhan nutrisi harian yang tepat (Setyowati et al., 2024).
Upaya untuk memahami
lebih dalam tentang pola konsumsi makanan dan pengetahuan gizi di masyarakat
pedesaan menjadi krusial dalam mengatasi tabu dan preferensi makanan lokal yang
memengaruhi pilihan diet. Studi ini tidak hanya membahas aspek nutrisi, tetapi
juga mempertimbangkan norma budaya yang mempengaruhi
keputusan makanan sehari-hari. Dengan demikian, paradigma gizi yang
mengintegrasikan nilai-nilai lokal menjadi penting untuk merancang intervensi
gizi yang lebih efektif dan berkelanjutan, memastikan bahwa penduduk pedesaan
memiliki akses yang lebih baik terhadap informasi gizi yang akurat (Iskandar, 2020).
Di
samping aspek ekonomi, nilai-nilai budaya juga memiliki peran penting dalam
membentuk pola makan masyarakat pedesaan. Beberapa masyarakat pedesaan
mengamalkan tradisi tabu terhadap jenis makanan tertentu, yang dapat membatasi
variasi diet mereka. Pengetahuan tentang gizi sering kali dipengaruhi oleh
mitos dan kepercayaan lokal yang tidak ilmiah, yang dapat menghalangi
penerimaan informasi gizi yang benar dan akurat.(
Amelia Desri,2022)
Faktor budaya dan tradisional
juga turut berperan dalam menentukan pola konsumsi makanan di pedesaan, dengan
adat lokal yang sering mempengaruhi pilihan makanan dan cara
memasaknya. Hal ini mencakup larangan atau preferensi
terhadap jenis makanan tertentu yang dapat membatasi variasi diet dan
mengurangi asupan nutrisi yang dibutuhkan. Oleh karena itu, pendekatan
holistik yang melibatkan edukasi tentang gizi, promosi pertanian lokal yang
beragam, dan meningkatkan akses terhadap informasi gizi yang dapat dipercaya
menjadi kunci untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat
pedesaan secara menyeluruh (Nedzingahe, Tambe, Zuma, & Mbhenyane, 2023).
Literature review ini
bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara pola konsumsi makanan dan
pengetahuan gizi dengan status gizi masyarakat pedesaan. Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mendalam tentang faktor-faktor yang
memengaruhi pola makan dan pengetahuan gizi di lingkungan pedesaan, serta
mengidentifikasi potensi perbaikan dalam intervensi gizi untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat setempat. Melalui analisis sumber
ilmiah yang valid dan akurat, literatur review ini diharapkan dapat menjadi
landasan bagi pengembangan kebijakan dan program intervensi gizi yang lebih
efektif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat pedesaan.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam artikel
ini mencakup tiga tahap utama, yaitu pengumpulan data, pemilihan artikel, dan
analisis. Tahap
pengumpulan data dilakukan melalui penelusuran sumber pustaka di database
seperti NCBI dan Google Scholar. Kata kunci yang
digunakan meliputi topik-topik seperti paradigma gizi, tabu dalam konteks gizi,
pola konsumsi makanan, dan pengetahuan gizi masyarakat pedesaan. Sumber pustaka yang digunakan mencakup buku, jurnal nasional dan
internasional, serta situs web dengan rentang tahun publikasi antara 2006
hingga 2024.
Pada tahap pemilihan artikel, proses
seleksi dilakukan dengan meninjau judul dan abstrak untuk memastikan relevansi
dengan topik penelitian. Artikel yang dipilih harus membahas paradigma gizi, tabu makanan,
pola konsumsi, dan pengetahuan gizi di masyarakat pedesaan serta memenuhi
kriteria yang telah ditetapkan. Hanya artikel yang
relevan dengan topik penelitian yang dimasukkan untuk dianalisis lebih lanjut.
Tahap analisis dilakukan untuk
mengeksplorasi hubungan antara pola konsumsi makanan, tabu budaya, dan
pengetahuan gizi dengan status gizi masyarakat pedesaan. Data yang diperoleh dianalisis
untuk memberikan wawasan tentang faktor budaya dan sosial yang memengaruhi pola
konsumsi makanan dan gizi. Analisis ini juga digunakan
untuk merancang strategi intervensi dan edukasi berbasis nilai-nilai lokal yang
bertujuan meningkatkan kesadaran tentang pola makan sehat serta gizi yang
seimbang di masyarakat pedesaan.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pola
konsumsi makanan adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan
makanan rata-rata perorang perhari yang umum dikonsumsi atau dimakan penduduk
dalam jangka waktu tertentu. Pola konsumsi makanan adalah
berbagai macam informasi yang memberikan gambaran mengenai jenis, jumlah, dan
frekuensi bahan makanan yang dikonsumsi atau dimakan setiap hari oleh kelompok
masyarakat tertentu. (Kemenkes RI, 2014).
pengetahuan gizi adalah pengetahuan
tentang makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang
aman dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan
yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat
(Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan gizi seimbang adalah susunan
pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai
dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan,
aktivitas fisik, perilaku hidup bersih, dan mempertahankan berat badan normal
untuk mencegah masalah gizi (Kemenkes RI, 2014).
Study tentang paradigma gizi
yang mengeksplorasi tabu seputar pola konsumsi makanan dan pengetahuan gizi di
masyarakat pedesaan sangat penting dalam mengembangkan pemahaman yang lebih
dalam tentang faktor-faktor budaya dan sosial yang memengaruhi gizi. Dengan
mengidentifikasi dan mengatasi tabu terkait, seperti preferensi makanan dan
kepercayaan lokal, studi ini memberikan dasar yang kuat untuk merancang
strategi intervensi gizi yang lebih efektif dan berkelanjutan. Paradigma ini
tidak hanya memperhatikan aspek nutrisi, tetapi juga mempertimbangkan norma
budaya yang mempengaruhi pola makanan, sehingga memungkinkan pengembangan
program yang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat pedesaan.( Sulfiyani Sulfiyani, 2023)
Pengetahuan
gizi di masyarakat pedesaan saat ini masih terbatas dan memerlukan peningkatan. Masyarakat
pedesaan sering kali memiliki akses terbatas terhadap informasi dan sumber daya
yang bergizi. Mereka sering kali mengkonsumsi makanan
yang tidak seimbang dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang gizi
seimbang, jika pengetahuan masyarakat desa tentang gizi seimbang dengan
melibatkan pendidikan gizi di sekolah, menyelenggarakan pelatihan gizi, dan
meningkatkan akses terhadap makanan sehat. Peningkatan pengetahuan
masyarakat desa tentang gizi seimbang memiliki banyak manfaat positif, seperti
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan mereka, mencegah penyakit kronis, dan
meningkatkan produktivitas (Bhuana Jaya, 2024)
Pola
konsumsi makanan dan pengetahuan gizi di masyarakat pedesaan saat ini merupakan
subjek yang kompleks dan bervariasi, dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial,
ekonomi, budaya, dan lingkungan. Secara umum, masyarakat pedesaan
cenderung memiliki pola konsumsi yang lebih tradisional dengan fokus pada bahan
pangan lokal yang tersedia. Karbohidrat seperti nasi,
jagung, atau umbi-umbian masih menjadi komponen utama dalam diet sehari-hari,
karena sering kali mudah diakses dan terjangkau secara ekonomis. Namun, variasi dalam asupan protein, vitamin, dan mineral masih
menjadi tantangan yang signifikan. Di samping itu,
pengetahuan gizi di masyarakat pedesaan sering kali terbatas. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemahaman tentang manfaat
gizi seimbang dan kebutuhan nutrisi harian masih rendah. Hal ini dapat mengakibatkan pola makan yang tidak seimbang, seperti
kurangnya konsumsi sayuran, buah-buahan, dan protein berkualitas tinggi.
Kurangnya pengetahuan ini dapat menjadi hambatan dalam upaya meningkatkan
kesehatan dan gizi masyarakat pedesaan secara keseluruhan.(Dian
Hafiza. dkk, 2020)
Faktor
budaya dan tradisional juga memainkan peran penting dalam pola konsumsi makanan
di pedesaan. Adat dan kepercayaan lokal sering kali mempengaruhi pilihan makanan
dan cara memasaknya. Misalnya,
adanya larangan atau preferensi terhadap jenis makanan tertentu bisa membatasi
variasi diet dan kemungkinan mengurangi asupan nutrisi yang diperlukan. Upaya untuk meningkatkan pola konsumsi makanan dan pengetahuan gizi
di masyarakat pedesaan memerlukan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan.
Hal ini mencakup edukasi tentang gizi yang terintegrasi
dengan nilai-nilai lokal, promosi pertanian lokal yang beragam untuk memperluas
pilihan makanan yang sehat, serta peningkatan akses terhadap sumber informasi
gizi yang dapat dipercaya. Dengan demikian, masyarakat pedesaan dapat
lebih mudah mengakses informasi tentang gizi yang akurat dan membuat pilihan
makanan yang lebih sehat untuk meningkatkan kualitas hidup mereka secara
menyeluruh.( Sa’diyah. dkk, 2019)
PEMBAHASAN
1. Paradigma gizi dan relevansi
eksplorasi tabu dalam konteks gizi masyarakat pedesaan.
Masyarakat pedesaan sering kali mempertahankan pola
konsumsi makanan yang didasarkan pada tradisi lokal dan ketersediaan sumber
daya alam di sekitarnya. Karbohidrat seperti nasi,
jagung, atau umbi-umbian tetap menjadi pilihan utama sebagai sumber energi
utama dalam diet sehari-hari, yang mencerminkan hubungan erat antara pangan
lokal dan budaya masyarakat pedesaan. Faktor-faktor
seperti sosial, ekonomi, dan budaya turut memengaruhi pola konsumsi makanan di
pedesaan. Keterbatasan akses terhadap informasi gizi
yang memadai sering kali menyebabkan pengetahuan gizi yang terbatas di kalangan
masyarakat pedesaan. Adat dan kepercayaan lokal juga
berperan dalam menentukan jenis makanan yang diterima dan pola konsumsi yang
diikuti, yang kadang-kadang dapat bertentangan dengan prinsip gizi seimbang
yang dianjurkan oleh otoritas kesehatan. (Geoffrey Cannon, 2022)
Upaya untuk meningkatkan pengetahuan gizi di
masyarakat pedesaan dapat dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan
nilai-nilai lokal. Edukasi yang disesuaikan
dengan budaya setempat dapat membantu dalam meningkatkan pemahaman tentang
manfaat gizi seimbang dan mendorong perubahan pola konsumsi makanan menuju
variasi yang lebih sehat dan bergizi. Selain itu,
promosi terhadap pertanian lokal yang beragam juga penting untuk memperluas
pilihan makanan yang tersedia dan meningkatkan akses terhadap sumber daya
pangan yang berkualitas.Pemahaman mendalam terhadap eksplorasi tabu ini penting
dalam merancang intervensi gizi yang efektif dan berkelanjutan di pedesaan.
Melalui pendekatan yang menghormati dan memahami nilai-nilai
lokal, dapat dikembangkan strategi edukasi gizi yang lebih diterima oleh
masyarakat. Hal ini mencakup integrasi pengetahuan lokal dengan
prinsip-prinsip gizi modern untuk meningkatkan kesadaran akan
pentingnya makanan bergizi dan kesehatan secara keseluruhan. Dengan demikian,
paradigma gizi dan eksplorasi tabu tidak hanya menggambarkan tantangan, tetapi
juga peluang untuk memperkuat keberlanjutan gizi di masyarakat pedesaan dengan
pendekatan yang berbasis budaya dan berkelanjutan.(Geoffrey
Cannon, 2022)
2. Paradigma gizi berbeda di
masyarakat pedesaan dibandingkan dengan perkotaan.
Paradigma gizi di masyarakat pedesaan berbeda secara
signifikan dengan di perkotaan atau daerah lainnya karena beberapa faktor yang
mempengaruhi pola konsumsi makanan dan pengetahuan gizi. Masyarakat pedesaan cenderung mengikuti pola konsumsi yang lebih
tradisional dengan mengutamakan bahan pangan lokal seperti nasi, jagung, dan
umbi-umbian sebagai bagian utama dari diet sehari-hari. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan dan aksesibilitas yang lebih
mudah serta harga yang lebih terjangkau. Di sisi lain, masyarakat
perkotaan memiliki pola konsumsi yang lebih beragam dengan cenderung lebih
banyak mengonsumsi makanan bukan pokok seperti makanan ringan dan minuman.(Wulandari, 2023)
Pengetahuan gizi juga menjadi perbedaan signifikan
antara kedua kelompok ini. Masyarakat pedesaan
sering kali memiliki pemahaman yang terbatas tentang pentingnya gizi seimbang
dan cara memenuhi kebutuhan nutrisi harian yang tepat.
Ini dapat mengakibatkan konsumsi makanan yang tidak seimbang
secara nutrisi. Sebaliknya, masyarakat perkotaan umumnya lebih akrab
dengan konsep gizi yang seimbang dan memiliki akses yang lebih baik terhadap
informasi-informasi terkini mengenai nutrisi (Hidayati, 2023).
Faktor budaya dan tradisional juga memainkan peran
penting dalam pola konsumsi makanan. Di pedesaan, adat dan
kepercayaan lokal sering kali mempengaruhi pilihan makanan serta cara memasaknya. Larangan atau preferensi
terhadap jenis makanan tertentu dapat membatasi variasi diet dan berpotensi
mengurangi asupan nutrisi yang diperlukan. Sementara itu, di perkotaan,
keberagaman budaya cenderung mendukung variasi makanan yang lebih luas dan
lebih terbuka terhadap pengaruh luar.(M. Selomo, 2023)
Upaya untuk meningkatkan pengetahuan gizi di
masyarakat pedesaan memerlukan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan. Ini mencakup edukasi yang terintegrasi dengan nilai-nilai lokal,
promosi pertanian lokal yang beragam untuk memperluas pilihan makanan yang
sehat, serta peningkatan akses terhadap sumber informasi gizi yang dapat
dipercaya. Di samping itu, masyarakat perkotaan dapat lebih mudah mengakses
sumber informasi gizi yang terpercaya dan umumnya memiliki tingkat pengetahuan
gizi yang lebih baik secara umum (Isma, Rakib, Surianto, & Fakhri, 2023).
3. Eksplorasi Tabu dalam
Konteks Gizi
Tabu makanan merupakan fenomena yang mencerminkan kompleksitas
nilai-nilai sosial, keagamaan, dan budaya yang dipegang oleh suatu masyarakat. Dalam berbagai budaya di seluruh dunia, tabu makanan sering kali
didasarkan pada ajaran agama atau kepercayaan spiritual, seperti larangan
terhadap konsumsi daging sapi dalam Hinduisme karena dianggap sebagai hewan
suci. Selain itu, ada pula tabu yang berakar dari pandangan tentang
kesehatan dan keamanan, seperti keyakinan bahwa beberapa jenis makanan dapat
menyebabkan penyakit atau mengganggu keseimbangan tubuh.(
S. Sutarto, 2023)
Aspek sosial juga memainkan peran penting dalam pembentukan tabu makanan,
di mana makanan dapat menjadi simbol identitas budaya atau kelompok sosial
tertentu. Contohnya, larangan terhadap daging babi dalam agama Islam atau
Yahudi bukan hanya berfungsi sebagai perintah keagamaan, tetapi juga sebagai cara untuk mempertahankan identitas etnis atau agama dalam
masyarakat. Selain itu, beberapa tabu makanan juga memiliki dasar ekologis atau
keberlanjutan, dengan tujuan untuk melindungi spesies tertentu yang dianggap
penting bagi keseimbangan ekosistem atau untuk mempertahankan sumber daya alam
yang terbatas.(Amon Karlau, 2022)
Dalam konteks masyarakat pedesaan, tabu makanan
sering kali menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, di mana
pengikutnya mematuhi larangan-larangan tersebut sebagai bentuk penghormatan
terhadap tradisi dan nilai-nilai yang dianut secara turun-temurun.
Pelanggaran terhadap tabu makanan bisa dianggap serius dan dapat memiliki
konsekuensi sosial yang signifikan, seperti stigmatisasi atau penolakan dari
komunitas (Azzahrah, Nurlinda, & Yusuf, 2023)
Dampak dari tabu makanan terhadap kesehatan gizi masyarakat dapat sangat
beragam. Salah satu dampak utamanya adalah keterbatasan akses
terhadap nutrisi penting karena beberapa jenis makanan yang dihindari mungkin
merupakan sumber utama protein hewani, zat besi, atau vitamin yang dibutuhkan
untuk kesehatan tubuh. Kebijakan tabu juga dapat membatasi diversifikasi
diet, yang penting untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang seimbang. Sebagai contoh, larangan terhadap daging tertentu pada hari-hari
atau masa-masa khusus dapat mengurangi pilihan makanan yang tersedia, terutama
bagi kelompok rentan seperti ibu hamil atau menyusui. Selain
itu, risiko defisiensi gizi juga meningkat karena penghindaran terhadap sumber
nutrisi tertentu seperti vitamin, mineral, atau asam lemak esensial. Misalnya, larangan terhadap konsumsi daging dapat meningkatkan
risiko kekurangan zat besi atau vitamin B12, yang diperlukan untuk fungsi tubuh
yang optimal. Dampak jangka panjang dari defisiensi nutrisi ini termasuk
penurunan energi, penurunan daya tahan tubuh, dan meningkatnya risiko terhadap
penyakit infeksi serta masalah kesehatan kronis.( S.
Sutarto, 2023)
Untuk mengurangi dampak negatif dari tabu makanan, pendekatan yang
mempertimbangkan budaya dan nilai-nilai lokal sangat penting. Edukasi tentang nutrisi yang tepat perlu disertai dengan pemahaman
dan penghargaan terhadap kepercayaan masyarakat. Promosi diversifikasi
pangan yang sesuai dengan tabu yang ada juga dapat membantu memastikan bahwa
kebutuhan gizi masyarakat terpenuhi tanpa mengorbankan keberagaman budaya dan
identitas kelompok. Dengan pendekatan yang holistik dan
berkelanjutan, kita dapat mempromosikan kesehatan gizi yang optimal sambil
menjaga keanekaragaman budaya yang berharga ini. (Muhammad Sueb, 2022)
4. Pola Konsumsi Makanan di
Masyarakat Pedesaan
Pola konsumsi makanan di masyarakat pedesaan
menunjukkan ciri khas yang unik dibandingkan dengan pola konsumsi di perkotaan,
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti lokasi geografis, budaya, akses terhadap
sumber daya, dan tradisi lokal. Secara
umum, masyarakat pedesaan cenderung mengandalkan bahan makanan lokal yang
diproduksi secara tradisional, seperti sayuran, buah-buahan, umbi-umbian, dan
kacang-kacangan yang ditanam di daerah mereka. Pola makan sehari-hari di
pedesaan sering kali mengikuti pola makan tradisional dengan tiga kali makan
utama dan camilan di antara waktu-waktu tersebut, yang umumnya sederhana dan
bergantung pada musim atau ketersediaan hasil pertanian lokal (Nurrahmawati, Rahmayanti, & Hayati, 2023).
Ketergantungan pada produk tani seperti beras,
jagung, dan gandum juga tinggi di pedesaan, karena produk-produk ini menjadi
dasar dari pola makan sehari-hari. Hidangan tradisional di
pedesaan tidak hanya mencerminkan kekayaan budaya lokal, tetapi juga melekat
erat pada identitas dan sejarah komunitas setempat, dengan pengaruh kuat dari
nilai-nilai agama dan kebiasaan kultural yang mempengaruhi pilihan makanan
sehari-hari.( wijaya, 2017)
Namun, meskipun makanan tradisional ini berperan
penting dalam mempertahankan warisan budaya, pola konsumsi di pedesaan juga
menghadapi tantangan seperti akses terbatas terhadap pangan yang sehat dan
bergizi, terutama di daerah yang terpencil atau kurang berkembang. Hal ini dapat mengakibatkan defisiensi gizi di antara penduduk,
khususnya anak-anak dan ibu hamil. Perubahan ekonomi
dan globalisasi juga telah membawa dampak terhadap pola konsumsi di pedesaan,
dengan adanya pengenalan produk makanan yang lebih diproses atau impor yang
kadang-kadang menggeser keberagaman dan sumber makanan tradisional.
Untuk mengatasi tantangan ini, pendekatan yang
sensitif terhadap budaya dan nilai-nilai lokal sangat penting. Edukasi tentang nutrisi yang tepat perlu disertai dengan pemahaman
mendalam tentang kepercayaan dan praktik masyarakat, sehingga dapat
dipromosikan diversifikasi pangan yang sesuai dengan kebutuhan gizi dan
nilai-nilai lokal yang dijunjung tinggi. Dengan demikian, kita dapat
mendukung kesehatan gizi yang optimal sambil menjaga keberagaman budaya yang
menjadi ciri khas dan kekayaan masyarakat pedesaan (Isma et al., 2023).
5. Pengetahuan Gizi di
Masyarakat Pedesaan
Pengetahuan gizi di masyarakat pedesaan mencerminkan
realitas yang berbeda dengan masyarakat perkotaan, ditandai dengan tingkat
pengetahuan yang sering kali terbatas dan perbedaan dalam pemahaman antara
generasi muda dan lansia. Evaluasi
terhadap tingkat pengetahuan gizi menunjukkan bahwa masih banyak penduduk
pedesaan yang kurang memahami tentang pentingnya asupan gizi dan pola makan
yang seimbang. Sebagai contoh, penelitian di RW 05 Desa Pasawahan,
Garut, mengungkapkan bahwa sekitar 15,1% penduduk menderita gizi kurang akibat
keterbatasan ekonomi mereka (Isma et al., 2023).
Perbedaan dalam pemahaman gizi juga terlihat antara
generasi muda dan lansia. Generasi
muda cenderung lebih terbuka terhadap informasi baru, seperti pentingnya
makanan sehat dan bergizi, terutama dengan akses teknologi dan media sosial
yang lebih luas. Namun demikian, mereka sering kali
kurang terpapar pada nilai-nilai tradisional yang turun-temurun seputar pola
makan sehat. Di sisi lain, lansia mengandalkan
pengetahuan dari pengalaman hidup dan warisan budaya lisan, yang mencerminkan
kebiasaan dan keyakinan dalam masyarakat pedesaan (A. Adwiya, 2023).
Pengetahuan gizi memiliki peran krusial dalam
membentuk pola konsumsi masyarakat pedesaan.
Sebagai contoh, pelatihan tentang pembuatan makanan bernilai gizi tinggi,
seperti bakso sayur di Desa Sokkolia, Kabupaten Gowa, dapat meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam mendukung gaya hidup sehat serta memberikan
peluang usaha baru bagi ibu rumah tangga (Isma et al., 2023). Faktor budaya dan
tradisional juga memainkan peran penting dalam menentukan pilihan makanan dan cara memasaknya di masyarakat pedesaan, misalnya dalam konteks
larangan konsumsi daging sapi dalam Hinduisme yang berdampak pada variasi diet
dan asupan nutrisi (Anggariyani, 2021).
Pengaruh ekonomi juga tidak bisa diabaikan dalam
konteks pengetahuan gizi di pedesaan. Tingkat
pendapatan yang rendah sering kali membatasi akses terhadap sumber daya gizi
dan informasi tentang nutrisi yang tepat. Hal ini bisa
menyebabkan konsumsi makanan yang tidak seimbang, yang pada gilirannya dapat
berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat pedesaan (A. Adwiya, 2023).
6. Hubungan Antara Tabu, Pola
Konsumsi, dan Pengetahuan Gizi
Hubungan antara tabu makanan, pola konsumsi, dan pengetahuan gizi di
masyarakat pedesaan menggambarkan kompleksitas yang mempengaruhi kehidupan
sehari-hari dan kesehatan gizi penduduk lokal. Tabu makanan sering kali berasal
dari nilai-nilai budaya, kepercayaan agama, atau tradisi yang mengatur jenis
makanan yang dapat dikonsumsi oleh individu atau kelompok tertentu. Hal ini tidak hanya membatasi variasi diet, tetapi juga memiliki
implikasi signifikan terhadap pola konsumsi masyarakat secara keseluruhan. ( M. Azam,2019)
Pengetahuan gizi yang terbatas di kalangan masyarakat pedesaan sering
kali memperkuat keberadaan tabu makanan ini. Ketika
pengetahuan tentang gizi tidak memadai, masyarakat cenderung mematuhi
larangan-larangan tersebut tanpa mempertimbangkan aspek nutrisi dari makanan
yang mereka konsumsi. Sebagai contoh, larangan
terhadap konsumsi daging babi dalam beberapa agama tidak hanya merupakan
kewajiban keagamaan, tetapi juga mempengaruhi komposisi diet harian yang dapat
mengurangi asupan nutrisi yang diperlukan untuk kesehatan yang optimal.
Studi kasus menunjukkan bahwa tabu makanan dapat menghasilkan pola
konsumsi yang konsisten dengan nilai-nilai budaya lokal, namun dalam beberapa
kasus juga dapat menyebabkan defisiensi gizi. Misalnya, penelitian di beberapa
komunitas pedesaan menunjukkan bahwa larangan terhadap konsumsi daging tertentu
dapat menyebabkan kekurangan asam amino esensial dalam protein hewani, yang
penting untuk kesehatan gizi secara keseluruhan (Isma et al., 2023).
Di sisi lain, edukasi yang tepat tentang gizi
dapat mengurangi dampak negatif dari tabu makanan dengan mengarahkan masyarakat
untuk memilih alternatif makanan yang seimbang gizinya. Pelatihan dan kampanye
pendidikan tentang diversifikasi pangan, yang mempertimbangkan nilai-nilai
lokal dan kepercayaan agama, telah terbukti efektif dalam meningkatkan
pengetahuan gizi dan mengurangi risiko defisiensi gizi di beberapa komunitas
pedesaan ( M. Azam,2019)
Secara keseluruhan, hubungan antara tabu makanan,
pola konsumsi, dan pengetahuan gizi di masyarakat pedesaan mencerminkan
dinamika yang kompleks, terkait tidak hanya dengan kebutuhan gizi fisik tetapi
juga dengan nilai-nilai budaya dan spiritual. Pendekatan yang holistik, yang mengintegrasikan edukasi gizi yang
tepat dengan penghargaan terhadap tradisi lokal, dapat membantu meningkatkan
kesehatan gizi masyarakat pedesaan sambil mempertahankan keanekaragaman budaya
yang berharga.
KESIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi
hubungan antara pola konsumsi makanan, tabu budaya, dan pengetahuan gizi
terhadap status gizi masyarakat pedesaan. Studi ini menemukan
bahwa pola konsumsi makanan di masyarakat pedesaan dipengaruhi oleh tradisi
lokal dan keterbatasan sumber daya alam. Pengetahuan
gizi yang terbatas, terutama di kalangan lansia, sering kali dipengaruhi oleh
mitos dan kepercayaan yang menghalangi penerimaan informasi gizi yang benar.
Tabu makanan yang muncul dari nilai-nilai budaya dan agama juga membatasi
variasi diet serta asupan nutrisi yang diperlukan. Kontribusi
utama penelitian ini terhadap literatur adalah memberikan pandangan
komprehensif tentang bagaimana faktor sosial, budaya, dan tradisi memengaruhi
pola makan dan status gizi masyarakat pedesaan. Studi ini menyoroti
pentingnya pendekatan berbasis budaya dalam mendesain intervensi gizi yang
efektif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat pedesaan akan
pentingnya gizi seimbang tanpa mengabaikan nilai-nilai lokal mereka.
Namun,
penelitian ini memiliki keterbatasan, seperti bergantung pada analisis
literatur yang mungkin tidak mencakup semua variasi budaya yang relevan. Selain
itu, data yang digunakan tidak mencakup survei primer yang dapat memberikan
wawasan langsung dari masyarakat pedesaan. Untuk
penelitian selanjutnya, disarankan melakukan studi lapangan yang lebih mendalam
untuk mengeksplorasi pandangan masyarakat pedesaan mengenai tabu makanan dan
pengetahuan gizi mereka. Penelitian lebih lanjut juga
perlu mengembangkan model intervensi edukasi gizi yang spesifik untuk komunitas
tertentu, dengan mempertimbangkan keberagaman tradisi dan budaya lokal.
Pendekatan interdisipliner yang melibatkan ahli gizi, antropolog, dan pendidik
lokal juga sangat direkomendasikan untuk meningkatkan efektivitas intervensi di
masyarakat pedesaan
DAFTAR PUSTAKA
Adwitiya, A. (2023). Peran Guru
dan Orang Tua dalam Pembiasaan Makan Makanan Sehat pada Anak Usia
Dini. Jurnal Obsesi , 143-161.
Anggriani, I. (2021).
Sosioantropologi Budaya Gizi Dan Kesehatan. semanticscholar, 64-69.
Aulia, P. (2023). Status Gizi. jurnal
pengabdian kesehatan unkhair.
D., P. (2017). Information
exposure and growth monitoring favour child nutrition in rural Indonesia. Asia Pacific journal of
clinical nutrition, 313-316.
Daniswara. (22017).
PERILAKU MAKAN MAKANAN BERSIH PADA MAHASISWA KOS:SEBUAH
ANALISIS BERDASAR THEORY OF PLANNED BEHAVIOUR. SKRIPSI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA , 312.
Hayati, F.
(2023). Hubungan Pola Makan dan Perilaku Merokok Terhadap
Penderita Gastritis di Puskesmas Kuta Baro. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, 170-175.
jeremia. (2006). Factors Influencing food consumption patterns in selected
communities in Limpopo Province, South Africa. university of pretoria, 48-55.
Meesook, D. (2015). Urban rural food and nutrition consumption patterns in Indonesia.
documentos.bancomundial,
85-91.
Yulsin, W.
(2023). Peningkatan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Asi
Eksklusif Dalam Upaya Perbaikan Gizi 1000 Hari Pertama Kehidupan. Jurnal Pengabdian Ilmu Kesehatan.
Azzahrah, Iradhah, Nurlinda, Andi, & Yusuf, Rezky Aulia.
(2023). Hubungan Perilaku Makan Orang Tua Dengan Perilaku Picky Eating Pada
Balita Di Posyandu. Window of Public
Health Journal, 411–416.
Hidayati, N. I. D. (2023).
The Relationship Between Family Income and Food Security with Nutritional
Status of Children Under Five Years in the Era of Covid-19 Pandemic in Pasuruan
Regency. Media Gizi Kesmas, 12(1), 359–366.
Iskandar, A. Halim.
(2020). SDGs desa: percepatan
pencapaian tujuan pembangunan nasional berkelanjutan. Yayasan Pustaka
Obor Indonesia.
Isma, Andika, Rakib,
Muhammad, Surianto, Dewi Fatmarani, & Fakhri, M. Miftach. (2023). Pelatihan
Pembuatan Bakso Sayur Bernilai Gizi Tinggi Sebagai Alternatif Peluang Usaha
Bagi Ibu Rumah Tangga. TEKNOVOKASI:
Jurnal Pengabdian Masyarakat, 51–57.
Nedzingahe, Vhushavhelo,
Tambe, Betrand Ayuk, Zuma, Mthokozisi Kwazi, & Mbhenyane, Xikombiso
Gertrude. (2023). Associations among Food Systems, Food Environments, Food
Choices, Food Security, and Nutrition Transition in Limpopo Province, South Africa:
A Cross-Sectional Study. International
Journal of Environmental Research and Public Health, 20(16), 6557.
Nurrahmawati, Septia,
Rahmayanti, Yuni, & Hayati, Fauziah. (2023). Hubungan Pola Makan dan
Perilaku Merokok Terhadap Penderita Gastritis di Puskesmas Kuta Baro. MEDIA KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA,
22(3), 169–175.
https://doi.org/10.14710/mkmi.22.3.169-175
Risna, Y. K.,
Sri-Harimurti, Sri Harimurti, Wihandoyo, Wihandoyo, & Widodo, Widodo.
(2022). Kurva pertumbuhan isolat bakteri asam laktat dari saluran pencernaan
itik lokal asal aceh. Jurnal
Peternakan Indonesia, 24(1),
1–7.
Setyowati, Irma,
Queennenza, Mareta Syamsya, Nasution, Hermawan, Jalaluddin, Jalaluddin, Mahmud,
Moh, Aisyah, Siti, Devi, Nourma Ulva Kumala, & Astuti, Veronica Sri.
(2024). Program Sosialisasi dan Edukasi Masyarakat untuk Meningkatkan Gizi Anak
Melalui PMT Pudding Daun Kelor di Desa Curahsawo Kecamatan Gending. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Nusantara, 6(1),
1299–1307.