OPTIMALISASI BONUS DEMOGRAFI DAN PENGENTASAN KESENJANGAN PASAR KERJA IMPLIKASI KESEJAHTERAAN SOSIAL DI INDONESIA

 

Rekma Fitriana

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Email: rekmafitriana@mail.ugm.ac.id

ABSTRAK

Selama kurun waktu satu dekade ini Indonesia telah menunjukan transisi demografi yang signifikan terutama pada usia produktif yang cenderung lebih banyak di bandingkan usia anak maupun lanjut usia. Optimalisasi bonus demografi merupakan potensi yang signifikan dalam meningkatkan lapangan pekerjaan terutama di era digital. Kajian ini bertujuan agar dapat memahami lebih dalam bagaimana pemanfaatan sumber daya manusia yang produktif dapat memfasilitasi penciptaan lapangan kerja dalam situasi pemanfaatan bonus demografi. Kajian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan teknik pengumpulan data kualitatif. Hasil dari kajian ini diharapkan mampu memberikan rekomendasi kebijakan untuk memaksimalkan dalam pemanfaatan bonus demografi, mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif, mengurangi angka pengangguran dan memperkuat ketahanan sosial ditengah perubahan sosial terkait dinamika pasar kerja di Indonesia. Teori human capital memberikan kerangka kerja yang penting untuk memahami bagaimana Pendidikan dan pelatihan dapat berkontribusi dalam pengentasan pengangguran dengan fokus pada peningkatan Pendidikan dan pelatihan keterampilan yang sesuai dengan permintaan pasar kerja, diharapkan angka pengangguran dapat ditekan dengan signifikan

 

Kata kunci: Bonus Demografi, Kesenjangan Pasar Tenaga Kerja, Kesejahteraan Sosial.

 

 ABSTRACT

During this decade, Indonesia has shown a significant demographic transition, especially in the productive age which tends to be more than children and the elderly. Optimizing the demographic bonus is a significant potential in increasing employment, especially in the digital era. This study aims to understand more deeply how the utilization of productive human resources can facilitate job creation in the situation of utilizing the demographic bonus. This study uses a descriptive research method with qualitative data collection techniques. The results of this study are expected to provide policy recommendations to maximize the utilization of the demographic bonus, support inclusive economic growth, reduce unemployment and strengthen social resilience amid social changes related to labor market dynamics in Indonesia. Human capital theory provides an important framework for understanding how education and training can contribute to unemployment alleviation. With a focus on improving education and skills training in accordance with labor market demand, it is expected that the unemployment rate can be significantly reduced.

 

Keywords: Demographic Bonus, Labor Market Gaps, Social Welfare.

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International

 

PENDAHULUAN

Selama kurun waktu satu dekade ini Indonesia telah menunjukan transisi demografi yang signifikan terutama pada usia produktif yang cenderung lebih banyak di bandingkan usia anak maupun lanjut usia (Abrigo, Racelis, Salas, & Herrin, 2016; Liu & Yamauchi, 2014; Sellers & Gray, 2019). Data yang dikeluarkan oleh United Nations berkaitan dengan transisi demografi yang terjadi beberapa tahun terakhir di Indonesia akan membuka peluang bagi Indonesia untuk menikmati bonus demografi (demographic devident) pada periode tahun 2020 hingga 2030. Sedangkan lebih jauh dikemukakan oleh Todaro (2020) fenomena bonus demografi ditandai oleh rendahnya dependensi rasio kurang dari 50 persen yang menjelaskan bahwa jumlah penduduk yang sedang berada di usia produktif 2 kali lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk yang tidak produktif (Mason, Lee, & Jiang, 2016; Oosthuizen, 2015).

Menurut data BPS Tahun 2020 beberapa ada 5 wilayah di Indonesia sudah melewati tahap akhir bonus demografi yang tersebar di 5 provinsi yang ada di Indonesia yaitu Provinsi DKI Jakarta, D.I Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, hingga Sulawesi Utara. Namun hal ini tidak menunjukan dampak positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Tahun 2023 tumbuh sebesar 5,05 persen, lebih rendah dibanding capaian tahun 2022 yang mengalami pertumbuhan sebesar 5,31 persen.

Tantangan yang muncul jika bonus demografi tidak bisa dimamfaatkan dengan optimal adalah angka pengangguran yang terus meningkat, data pengangguran di Indonesia menjadi nomer 1 se-ASEAN jika merujuk data World Economic Outlook, dari 279 juta penduduk Indonesia sekitar 5,2 % adalah penduduk yang menganggur. Lebih lanjut Badan Pusat Statistik dalam Susenas 2024 menunjukan bahwa angka pengangguran terbuka per februari 2024 menurun jadi 0,63 persen dibandingkan tahun 2023. Kini TPT Indonesia berada di angka 4,82 persen. Meskipun mengalami trend penurunan namun fenomena pengangguran hal tersebut masih layak menjadi perhatian yang serius untuk di carikan solusi penanganannya. 

Adapun yang melatarbelakangi mengapa angka pengangguran ini cukup tinggi di Indonesia adalah ketimpangan pasar tenaga kerja (Kataoka, 2019; Putra, Ovsiannikov, & Kotani, 2023; Sun, Sie, Faturay, Auwalin, & Wang, 2021). Fenomena ini seringkali dikaitkan dengan terdapat ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja baik dari segi kualifikasi, gaji, dan kesempatan kerja atau pengakuan professional atas suatu profesi yang ada. Ketimpangan kualifikasi adalah ketimpangan antara keterampilan dan Pendidikan yang dimiliki oleh tenaga kerja dengan tuntutan atau kebutuhan pasar kerja, sehingga sumber daya manusia tidak terserap dengan optimal di pasar kerja yang mengakibatkan pengangguran terus bertambah (Dimian, 2014; Lucas, Pinnington, & Cabeza, 2018).

Selain menjadi peluang dalam Pembangunan ekonomi, bonus demografi juga tidak lepas dari berbagai tantangan yang terjadi terutama banyaknya usia produktif terdidik yang menganggur, dalam survei Angkatan kerja nasional yang dilakukan BPS pada februari 2024 menunjukan angka pengangguran terdidik tertinggi pada jenjang lulusan SMA dan SMK dengan total 3, 73 juta jiwa, data disusul dengan lulusan dari universitas 871 ribu jiwa. Data ini menunjukan usia produktif yang diharapkan mampu menopang perekonomian malah belum memiliki kesempatan kerja yang layak. Adanya ketidakseimbangan antara jenis pekerjaan yang di minta dengan sumber daya manusia yang tersedia menjadi faktor penyebab angka pengangguran terus meningkat (Adriyanto, Prasetyo, & Khodijah, 2020; Sahid Adhe Pratama, 2018).

Berangkat dari isu pengangguran  usia produktif di Indonesia dan melihat peluang adanya bonus demografi yang bisa dimaksimalkan maka kajian ini akan mempelajari lebih dalam tentang bagaimana cara untuk mengoptimalisasi fenomena bonus demografi dalam mengatasi kesenjangan pasar kerja yang berimplikasi pada pengurangan pengangguran dan kesejahteraan di banyak negara (Besamusca, Tijdens, Keune, & Steinmetz, 2015; Olaniyan, Olasehinde, Odufuwa, & Awodumi, 2021; Zaiceva & Zimmermann, 2016).

Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan di Pulau Jawa menggunakan analisis komponen utama (PCA). Penelitian ini mengidentifikasi empat komponen utama terkait dengan pendidikan, sektor pekerjaan, dan infrastruktur dasar yang signifikan dalam memengaruhi tingkat kemiskinan (Hidayat & Azhar, 2022; Inka Nusamuda Pratama, 2023).

Penelitian ini berfokus pada Jawa Tengah, sebuah provinsi dengan kontribusi besar pada populasi dan perekonomian nasional, namun menghadapi tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor utama yang memengaruhi kemiskinan di Jawa Tengah pada tahun 2022 dengan menggunakan metode analisis komponen utama (PCA) dan analisis faktor. Metode ini digunakan untuk memahami variabel-variabel yang paling signifikan dalam menentukan tingkat kemiskinan, sekaligus mengevaluasi kesesuaian variabel yang relevan dan tidak relevan, seperti akses sanitasi layak dan rasio beban ketergantungan, untuk menyederhanakan analisis data. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran terkini tentang kondisi kemiskinan di Jawa Tengah berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022. Informasi ini diharapkan dapat mendukung pengambilan kebijakan berbasis data.

Dari segi kebijakan, penelitian ini memberikan rekomendasi strategis yang mendukung penyusunan program pengentasan kemiskinan berbasis bukti, seperti peningkatan kualitas hidup, pengembangan kapasitas ekonomi daerah, dan pembangunan berkelanjutan. Hal ini dapat membantu pemangku kepentingan dalam menyusun program-program yang lebih terfokus dan berdampak luas. Secara sosial, penelitian ini bertujuan untuk mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Jawa Tengah, terutama bagi kelompok rentan. Selain itu, dari sisi ekonomi, penelitian ini diharapkan dapat mendorong efisiensi program ekonomi daerah, seperti pelatihan keterampilan, pengembangan tenaga kerja, dan peningkatan akses terhadap sumber daya ekonomi. Implementasi kebijakan berbasis penelitian ini diharapkan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi daerah secara inklusif dan berkelanjutan. Dengan manfaat-manfaat tersebut, penelitian ini diharapkan memberikan dampak jangka panjang yang signifikan dalam upaya pengentasan kemiskinan.

                

METODE PENELITIAN

 

Kajian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan teknik pengumpulan data kualitatif (Atmowardoyo, 2018; Bazen, Barg, & Takeshita, 2021). Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik fenomena yang diteliti, dalam hal ini tersedianya pekerjaan berbasis digital dalam pengentasan kesenjangan pasar kerja di Indonesia. Data yang dikumpulkan merupakan data kualitatif dilakukan melalui studi literatur tujuannya agar mengkaji data sekunder berupa peraturan, hasil penelitian, kajian dan referensi yang relevan.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber terpercaya untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang kondisi kemiskinan dan faktor sosial-ekonomi di Jawa Tengah. Data demografi yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah mencakup jumlah penduduk berdasarkan usia, jenis kelamin, wilayah administratif, serta rasio beban ketergantungan. Selain itu, data kemiskinan yang bersumber dari BPS dan Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) mencakup tingkat kemiskinan per kabupaten/kota, persentase rumah tangga miskin, dan indikator garis kemiskinan. Untuk mendukung analisis sosial-ekonomi, data tingkat pendidikan penduduk, tingkat pengangguran terbuka, serta akses masyarakat terhadap fasilitas dasar seperti sanitasi, air bersih, dan listrik juga digunakan.

Penelitian ini juga memanfaatkan data ketenagakerjaan dari Sakernas (Survei Angkatan Kerja Nasional), yang mencakup tingkat partisipasi angkatan kerja, distribusi pekerjaan berdasarkan sektor formal dan informal, serta pendapatan rata-rata pekerja. Selain itu, data ekonomi daerah dari BPS dan Bank Indonesia, seperti Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita, pertumbuhan ekonomi, dan sektor unggulan, digunakan untuk memberikan konteks ekonomi regional. Data infrastruktur dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Jawa Tengah juga menjadi bagian penting, terutama terkait ketersediaan infrastruktur dasar seperti jalan, fasilitas kesehatan, dan pendidikan.

 

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Beberapa masalah yang terjadi ketika  angka pengangguran yang tinggi di era bonus demografi seperti penurunan kesejahteraan ekonomi yaitu angkatan produktif tidak mampu berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan dapat menurunnya kesejahteraan di masyarakat. Masalah kedua adalah kemiskinan dan ketimpangan sosial, pengangguran yang tinggi dapat memperburuk kemiskinan di Indonesia karena usia produktif tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Yang ketiga Tingkat kriminalitas meningkat, ketiadaan pekerjaan membuat seorang individu atau kelompok berbuat jahat sebagai alternatif mencari uang. Masalah ke empat beban sosial pemerintah bertambah, pemerintah harus mengeluarkan bantuan social demi merespon angka pengangguran yang tinggi, hal ini pernah terjadi saat pandemi covid-19 melanda Negara Indonesia, pada saat itu negara merespon dengan mengeluarkan kartu pra-kerja bagi Masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan sulit mendapatkan pekerjaan saat pandemi terjadi.

Teori human capital mengemukakan bahwa investasi dalam Pendidikan dan pelatihan individu dapat meningkatkan produktifitas dan kreativitas seseorang. Pengangguran sering kali dikaitkan dengan ketidakcocokan antara individu dengan kebutuhan pasar. Sehingga dengan meningkatkan human capital melalui Pendidikan dan pelatihan individu dapat lebih mudah menemukan pekerjaan yang sesuai, sehingga angka pengangguran diharapkan akan menurun.

Beberapa hal penting yang dapat ditingkatkan dalam implementasi teori human capital :

1.      Pendidikan formal : baik sekolah wajib maupun di level universitas, harus lebih banyak lagi penduduk Indonesia yang dapat lulus dari perguruan tinggi sehingga bekal Pendidikan formal yang dimiliki individu sudah mumpuni.

  1. Pelatihan dan sertifikasi: program pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan industry dan pasar modern yang serba digital, pelatihan seperti e-commarce, konten creator, dll
  2. Program pemerintah: kebijakan yang mendukung Pendidikan dan pelatihan di Indonesia, seperti banyak tersedianya beasiswa untuk warga pra Sejahtera sehingga mampu bersekolah sampai ke perguruan tinggi, dan juga pelatihan di Lembaga-lembaga pemerintah baik pelatihan formal maupun nonformal, pelatihan juga ditujukan dalam peningkatan teknologi agar bisa mentransformasi digitalisasi dengan baik mengikuti perkembangan zaman.

 

Di sisi lain, teori neo-klasik mengaitkan pengentasan pengangguran melalui mekanisme pasar yang efesien. Dalam pandangan ini, pengangguran terjadi karena ketidak sesuai antara penawaran dan permintaan tenaga kerja, analisis dalam teori neo klasik antara lain :

  1. Penyesuaian Upah, dalam aspek ini memang cukup sulit dilakukan di Indonesia, mengingat UMR saja sulit untuk dinaikan dan juga berpotensi investor asing tidak mau investasi di Indonesia dengan dalih upah tenaga kerja terlalu tinggi dan mereka kemudian mencari negara-negara dengan upah yang rendah untuk berinvestasi atau mendirikan Perusahaan mereka.
  2. Mobilitas tenaga kerja, neo klasik menekankan pentingnya mobilits tenaga kerja. Pekerja yang dapat berpindah ke Lokasi atau sektor dengan permintaan lebih tinggi akan menemukan pekerjaan lebih cepat sehingga dapat mengurangi pengangguran sturuktural.
  3. Informasi Pasar, teori ini juga menyoroti peran informasi pasar tenaga kerja. Penyebaran informasi yang lebih baik tentang lowongan pekerjaan dan informasi peluang pelatihan akan membantu mengurangi pengangguran.

Dapat disimpulkan bahwa pendekatan teori neo-klasik ini memberikan sumbangsih pengentasan pengangguran dengan lebih berfokus pada penciptaan kondisi pasar yang efesien dan fleksibel. Sedangkan teori human capital menekankan pada peningkatan kualitas individu sebagai modal dalam bersaing di pasar.

 

KESIMPULAN

Teori human capital memberikan kerangka kerja yang penting untuk memahami bagaimana Pendidikan dan pelatihan dapat berkontribusi dalam pengentasan pengangguran dengan fokus pada peningkatan Pendidikan dan pelatihan keterampilan yang sesuai dengan permintaan pasar kerja, diharapkan angka pengangguran dapat ditekan dengan signifikan.  Selain itu pendekatan ini membantu mengurangi ketimpangan pendapatan dan menciptakan peluang kerja yang lebih merata. Perlu adanya dukungan dari kebijakan pemerintah dalam mengatur terhadap akses Pendidikan dan pelatihan bagi kelompok tenaga kerja produktif. Peningkatan kualitas Pendidikan dan pelatihan akan berdampak pada produktfitas dan daya saing sumber daya manusia di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Abrigo, Michael R. M., Racelis, Rachel H., Salas, J. M. Ian, & Herrin, Alejandro N. (2016). Decomposing economic gains from population age structure transition in the Philippines. The Journal of the Economics of Ageing, 8, 19–27.

Adriyanto, Adriyanto, Prasetyo, Didi, & Khodijah, Rosmiyati. (2020). Angkatan Kerja dan Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran. Jurnal Ilmu Ekonomi & Sosial Unmus, 11(2), 463440.

Atmowardoyo, Haryanto. (2018). Research methods in TEFL studies: Descriptive research, case study, error analysis, and R & D. Journal of Language Teaching and Research, 9(1), 197–204.

Bazen, Alexus, Barg, Frances K., & Takeshita, Junko. (2021). Research techniques made simple: an introduction to qualitative research. Journal of Investigative Dermatology, 141(2), 241–247.

Besamusca, Janna, Tijdens, Kea, Keune, Maarten, & Steinmetz, Stephanie. (2015). Working women worldwide. Age effects in female labor force participation in 117 countries. World Development, 74, 123–141.

Dimian, Gina Cristina. (2014). Labour market and educational mismatches in Romania. Procedia Economics and Finance, 10, 294–303.

Hidayat, Agustri Yogi, & Azhar, Zul. (2022). Analisis pengeluaran pemerintah di sektor kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi Dan Pembangunan, 4(1), 65–74.

Kataoka, Mitsuhiko. (2019). Interprovincial differences in labour force distribution and utilization based on educational attainment in Indonesia, 2002–2015. Regional Science Policy & Practice, 11(1), 39–55.

Liu, Yanyan, & Yamauchi, Futoshi. (2014). Population density, migration, and the returns to human capital and land: Insights from Indonesia. Food Policy, 48, 182–193.

Lucas, Hugo, Pinnington, Stephanie, & Cabeza, Luisa F. (2018). Education and training gaps in the renewable energy sector. Solar Energy, 173, 449–455.

Mason, Andrew, Lee, Ronald, & Jiang, Jennifer Xue. (2016). Demographic dividends, human capital, and saving. The Journal of the Economics of Ageing, 7, 106–122.

Olaniyan, Olanrewaju, Olasehinde, Noah, Odufuwa, Oyeteju, & Awodumi, Olabanji. (2021). The nature and extent of demographic dividend in West Africa: National transfer account approach. The Journal of the Economics of Ageing, 20, 100349.

Oosthuizen, Morne J. (2015). Bonus or mirage? South Africa’s demographic dividend. The Journal of the Economics of Ageing, 5, 14–22.

Pratama, Inka Nusamuda. (2023). Dinamika Kemiskinan Di Kota Mataram: Analisis Perubahan Tingkat Kemiskinan Dalam Dekade Terakhir. SEMINAR NASIONAL LPPM UMMAT, 2, 1216–1222.

Pratama, Sahid Adhe. (2018). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengangguran Di Kabupaten Pelalawan. Universitas Islam Riau.

Putra, Rendra A. A., Ovsiannikov, Kostiantyn, & Kotani, Koji. (2023). COVID-19-associated income loss and job loss: Evidence from Indonesia. Journal of Asian Economics, 87, 101631.

Sellers, Samuel, & Gray, Clark. (2019). Climate shocks constrain human fertility in Indonesia. World Development, 117, 357–369.

Sun, Ya Yen, Sie, Lintje, Faturay, Futu, Auwalin, Ilmiawan, & Wang, Jie. (2021). Who are vulnerable in a tourism crisis? A tourism employment vulnerability analysis for the COVID-19 management. Journal of Hospitality and Tourism Management, 49, 304–308.

Todaro, Michael P., & Smith, Stephen C. (2020). Economic development. Pearson UK.

Zaiceva, Anzelika, & Zimmermann, Klaus F. (2016). Migration and the demographic shift. In Handbook of the economics of population aging (Vol. 1, pp. 119–177). Elsevier.