STUDI PENGEMBANGAN FISIK MOTORIK ANAK USIA DINI: PENDAMPINGAN ORANG TUA BERMAIN BERSAMA ANAK

 

Fadilla Rizky Balqis Nainggolan1, Suraya Aini2, Diah Sekar Ayuł, Almira Rahma Febrianti⁴, Kartika Anggraeni Guritno⁵

Universitas Muhammadiyah, Indonesia

Email: fbalqis197@gmail.com

ABSTRAK

Bermain adalah tempat di mana anak-anak dapat menunjukkan segala bentuk tindakan yang menyenangkan dan tidak memaksa. Bermain awalnya dianggap sebagai aktivitas yang dipandang sebelah mata. Namun, dengan kemajuan teknologi dan dukungan penelitian terbaru, bermain sekarang menjadi kegiatan nomor satu bagi anak-anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana orang tua melihat bermain bersama anak dan teori perkembangan anak, terutama tentang lingkungan keluarga, yang kami gunakan sebagai referensi. Metode yang digunakan yaitu Metode Kualitatif Literature Review Peran Orang Tua Dalam Bermain Anak Anak-anak akan memperoleh keterampilan baru melalui bermain, yang memiliki manfaat untuk pertumbuhan dan perkembangan mereka. Menurut Vygotsky, pembelajaran terjadi disini karena interaksi sosial, atau ZPD, mendorong kemampuan anak. Namun, orang tua tidak memahami pentingnya bermain, yang merupakan salah satu faktor yang menghalangi aspek perkembangan pada anak usia dini. Orang tua saat ini hanya meminta anak untuk mempersiapkan diri untuk pendidikan selanjutnya karena mereka percaya bahwa bermain akan mengganggu proses belajar anak. Namun, keluarga adalah lingkungan utama yang dapat membantu perkembangan anak berkembang secara optimal.

 

Kata kunci: Pemahaman Orang Tua, Peran Bermain, Perkembangan Anak

 

 ABSTRACT

Play is a place where children can perform any form of playful, non-coercive action. Play was initially considered an undervalued activity. However, with the advancement of technology and the support of recent research, play is now the number one activity for children. The purpose of this study is to find out how parents see play with children and theories of child development, especially about the family environment, which we use as a reference. The method used is the Qualitative Literature Review Method The Role of Parents in Children's Play Children will acquire new skills through play, which has benefits for their growth and development. According to Vygotsky, learning occurs here because social interaction, or ZPD, encourages children's abilities. However, parents do not understand the importance of play, which is one of the factors that hinder aspects of development in early childhood. Parents today only ask children to prepare themselves for further education because they believe that play will interfere with the child's learning process. However, the family is the main environment that can help children's development develop optimally.

 

Keywords: Parents' understanding, the role of play, child development               

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International

 

PENDAHULUAN

Anak-anak di bawah umur membutuhkan bimbingan dari orang dewasa, termasuk orang tua dan guru. Kehadiran anak usia dini sangat penting karena setiap orang akan mengalami masa ini sekali seumur hidup. Dalam usia dini, seseorang mengalami peningkatan besar dalam perkembangannya. Berbagai aspek perkembangan termasuk nilai agama dan moral, sosial emosional, kognitif, bahasa, fisik motorik, dan seni.

Dua kompetensi inti sikap dan sosial dipromosikan dalam aktivitas main anak dalam Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini Tahun 2013. Sikap berkaitan dengan bagaimana seseorang berperilaku dalam situasi tertentu. Perilaku sosial berkaitan dengan bagaimana seseorang berperilaku saat berinteraksi dengan orang lain, termasuk yang sebaya, yang lebih kecil, atau yang lebih dewasa. Konsep dan sikap sosial yang ditunjukkan oleh anak harus sesuai dengan nilai atau perilaku masyarakat, sehingga sikap dan sosial tersebut dapat diterima oleh lingkungannya. Pendidikan karakter sejak usia dini sangat penting agar anak mampu menunjukkan sikap dan sikap sosial yang dapat diterima masyarakat. Selain guru di lembaga pendidikan anak usia dini, orang tua juga harus memainkan peran yang lebih besar sebagai guru. (Khaironi, 2017)

Anak memiliki sebuah karakteristik yang khas, yaitu selalu mengalami pertumbuhan dan perkembangan sejak awal. Ide hingga akhir masa remaja. Ini adalah yang membedakan anak dari orang dewasa. Pertumbuhan adalah peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel di seluruh bagian tubuh yang secara jumlah bisa dihitung. Kemajuan pertumbuhan adalah peningkatan. Kecuali ada gangguan kesehatan atau cedera. Dapat dicapai melalui proses kedewasaan dan pembelajaran tumbuh kembang anak mulai dari segi sosial, emosional dan intelektual yang tumbuh dengan cepat ketika anak menginjak usia prasekolah (3-6 tahun) dan dapat disebut sebagai masa kejayaan (Herentina, T., & Yusiana, 2020).

Setiap anak memiliki hak untuk bermain. Bermain adalah tempat di mana anak-anak dapat menunjukkan segala bentuk tindakan yang menyenangkan dan tidak memaksa. Bermain awalnya dianggap sebagai aktivitas yang dipandang sebelah mata. Pada awalnya, para ahli ilmu jiwa tidak terlalu memperhatikan kegiatan bermain. Ini disebabkan oleh pengetahuan yang kurang tentang psikologi perkembangan anak dan perhatian yang kurang terhadap perkembangan anak pada masa lalu (Rohmah, 2016). Namun, dengan kemajuan teknologi dan dukungan penelitian terbaru, bermain sekarang menjadi kegiatan nomor satu bagi anak-anak. Kita melihat kegiatan bermain di mana pun anak-anak berada, baik di sekolah, di rumah, maupun di fasilitas umum. Anak-anak dan bermain adalah dua sisi mata uang yang sama. Anak-anak tidak akan berhenti bermain, dan bermain tidak akan terjadi ketika anak-anak tidak ingin bercanda. Orang dewasa mungkin melihat kegiatan bermain anak-anak sebagai hal yang sepele dan membuang waktu, tetapi bagi anak-anak, bermain dapat membantu mereka berkembang secara sosial, kreatif, dan meningkatkan kemampuan berpikir dan bahasa mereka. Dengan bermain, anak memperoleh pemahaman tentang hubungan antara dirinya dan lingkungan sosialnya.

Tujuan utama pembuatan artikel tentang peran orang tua dalam bermain anak adalah untuk memberi tahu orang tua tentang pentingnya bermain bagi anak-anak dan bagaimana mereka dapat berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan bermain anak agar perkembangan mereka semaksimal mungkin.

                

METODE PENELITIAN

 

Kami menggunakan metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif Sumber data berupa artikel sebelumnya diperoleh dari jurnal ilmiah, google scholar, dan sumber terpercaya lainnya. Fokus utama dalam Penelitian ini berfokus pada pemahaman lebih lanjut tentang betapa pentingnya bagi orang tua untuk bermain dan mendampingi anak-anak mereka di usia dini serta perkembangan fisik motorik anak usia dini.

Literature Review ini menggunakan publikasi yang diterbitkan dari tahun 2016 hingga 2024, yang dapat diakses dalam format PDF. Publikasi ini berasal dari jurnal scholarly, atau jurnal peer-reviewed.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hakikat Anak Usia Dini

          Anak-anak dilahirkan dengan keunikan masing-masing, yang membuat mereka berbeda satu sama lain. Kelainan ini memberikan stimulus dan kemampuan untuk menangkap dan menerima segala sesuatu. Pembelajaran akan berbeda untuk setiap anak, terlepas dari apa yang dimilikinya untuk menjadi mampu berpikir kreatif dan produktif secara mandiri. Dalam hal ini, anak-anak memerlukan program dan kegiatan pendidikan yang dapat membuka kemampuan tersembunyi ini melalui pembelajaran yang bermakna sejak dini. Masa keemasan, atau Golden Age, adalah ketika anak-anak kehilangan kesempatan dan momentum penting dalam hidup mereka ketika potensi mereka tidak pernah direalisasikan dan tidak mendapat respons yang tepat. (Arifudin, 2016)

          Pada usia emas, otak dan tubuh manusia mengalami transformasi yang luar biasa. Oleh karena itu, usia ini penting bagi perkembangan intelektual, spiritual, emosional, dan sosial anak sosial anak sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Oleh karena itu, pendidikan yang baik dan lingkungan yang baik untuk mengembangkan anak pada usia dini sangat penting (Putri Nirmala, 2021). Keluarga dapat mempengaruhi perilaku anak usia dini karena anak usia dini belajar dari melihat, meniru, dan mencontoh perilaku orang lain, sehingga peran orang tua sangat penting. Orang tua harus menunjukkan contoh yang baik untuk mendidik anak usia dini mereka. Dalam pendidikan anak usia dini, perkembangan pembiasaan termasuk sosial, emosi, kemandirian, moral, dan nilai-nilai agama. Pengembangan kemampuan dasar juga termasuk perkembangan bahasa, kognitif, fisik, dan motorik. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah masa emas anak yang harus dimaksimalkan karena menentukan masa depannya (Anjani & Mashudi, 2024). Pendidikan anak harus mendorong pertumbuhan dan perkembangan fisik dan rohani anak.

          Menurut NAECY (National Association Education Young Children), anak usia dini adalah orang-orang pada rentang usia 0–8 tahun yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cepat, yang akan berdampak pada kehidupan mereka di kemudian hari (Sari & Rasyidah, 2020). Saat yang tepat untuk meningkatkan semua aspek perkembangan anak, termasuk bahasa, kognitif, sosial emosional, agama dan moral, serta motorik kasar.
dan halus, serta artistik. Selain itu, saat ini adalah saat yang tepat bagi anak untuk belajar berperilaku baik
(Khairunnisa & Fidesrinur, 2021).

 

Definisi Bermain

          Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, "bermain" berasal dari kata "main", yang berarti melakukan kegiatan atau aktivitas dengan atau tanpa alat. Bermain adalah cara atau metode yang digunakan anak untuk mengungkapkan hasil pemikiran, perasaan, dan cara mereka mempelajari dunia sekitarnya.  Menurut Novi Mulyani, dalam bahasa Inggris,  play berarti suatu kegiatan yang dilakukan secara suka rela tanpa tekanan dari luar. Akibatnya, bermain dianggap sebagai aktivitas yang dilakukan hanya untuk menikmati diri sendiri dan tidak mempertimbangkan hasil akhir. Jadi, bermain adalah aktivitas nonserius tanpa aturan yang membuat anak senang, nyaman, dan bersemangat. Mereka juga dapat melakukannya dengan sukarela tanpa paksaan dari orang lain. (Ardiyanto, 2019)

          Menurut Gallahue dalam (Rahmatunnisa & Halimah, 2018) , bermain adalah suatu kegiatan yang langsung dan spontan dimana  anak menggunakan emosinya, tangannya, atau seluruh anggotanya untuk berinteraksi dengan orang lain dan benda-benda disekitarnya konten dengan gembira, spontan dan imajinatif.

          Menurut (Siahaan et al., 2023), anak-anak usia dini memiliki karakteristik berikut: mereka egosentris dan naif; mereka memiliki hubungan sosial dengan benda-benda dan manusia yang sederhana dan primitif; mereka memiliki kesatuan jasmani dan rohani yang hampir tidak terpisahkan sebagai satu totalitas; dan mereka memiliki perspektif hidup yang fisiognomis, yaitu anak-anak secara langsung membertikan atribut atau sifat lahiriah atau material terhadap setiap penghayanya. Hurlock (1980) menyatakan bahwa masa anak usia dini dimulai setelah bayi penuh dengan ketergantungan, yaitu dari usia dua tahun hingga saat anak matang secara seksual. Ia akan berkembang menjadi manusia dewasa seutuhnya, dan ia memiliki karakteristik unik dan tidak sama dengan orang dewasa.

          Menurut Mayke (2001), ketika anak bermain, mereka juga bermain belajar. Sebaliknya, Sudono (Siahaan et al., 2023) menjelaskan bahwa bermain adalah aktivitas yang menyenangkan dengan sedikit aturan yang mengekakang dengan menggunakan alat atau tanpa alat, sehingga membantu anak-anak memperoleh informasi atau pengetahuan dengan cara yang menyenangkan.

          Aris Toteles (dalam Sosial, n.d.) mengatakan usia bermain adalah dari tujuh hingga tujuh tahun. Bagi anak usia ini, bermain adalah aktivitas utama. Anak bermain dari saat terbangun dari tidur hingga tidur kembali. Permainan  Anak-anak melakukan hal-hal seperti mandi sambil bermain air, bermain bebek-bebekan, mengucek air, makan sambil bermain, bermain bersama orang lain, atau bahkan bermain sendiri.

 

Peran Orang Tua Dalam Bermain Anak

Anak-anak akan memperoleh keterampilan baru melalui bermain, yang memiliki manfaat untuk pertumbuhan dan perkembangan merek. Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Menurut Vygotsky dalam penelitian, Zone of Proximal Development (ZPD) adalah "jarak antara kemampuan siswa untuk melakukan tugas di bawah bimbingan orang dewasa dan atau dengan kolaborasi teman sebaya dan pemecahan masalah secara mandiri sesuai kemampuan siswa". Menurut Vygotsky, pembelajaran terjadi disini karena interaksi sosial, atau ZPD, mendorong kemampuan anak. Namun, orang tua tidak memahami pentingnya bermain, yang merupakan salah satu faktor yang menghalangi aspek perkembangan pada anak usia dini. Orang tua saat ini hanya meminta anak untuk mempersiapkan diri untuk pendidikan selanjutnya karena mereka percaya bahwa bermain akan mengganggu proses belajar anak. Namun, keluarga adalah lingkungan utama yang dapat membantu perkembangan anak berkembang secara optimal. Selain itu, bermain dengan anak memiliki banyak manfaat, salah satunya dapat mengembangkan aspek perkembangan sosial mereka.

Keluarga dalam lingkungan anak usia dini sangat penting bagi anak karena keluarga berfungsi sebagai dasar untuk pendidikan dan perkembangan mereka. Menurut Fadlillah (dalam Rahmadianti, 2020) setiap tindakan dan perkembangan yang ditunjukkan oleh seorang anak di lingkungan keluarganya adalah contoh dari kedua orang tuanya. Oleh karena itu, orang tua bertanggung jawab untuk mendidik anak mereka dan menjadi contoh bagi mereka agar perkembangan dan pertumbuhan mereka berkembang secara optimal. Sejalan dengan pendapat Wibowo (2012) bahwa anak adalah anugerah dan amanah dari Allah SWT, orang tua memiliki tanggung jawab untuk menjaga, mendidik, dan mengarahkan anak-anak mereka agar mereka dapat berkembang secara optimal dengan potensi terbaik mereka.

Anak bermain dan belajar. Bermain dapat membantu perkembangan sosial anak. Ini karena bermain mengajarkan anak-anak untuk bekerja sama dengan teman sebaya, menghormati aturan atau norma yang berlaku, dan menghargai pendapat orang lain. Oleh karena itu, tempat anak bermain, terutama rumah orang tua, harus membuatnya menyenangkan.

Menurut Baumrind dalam Santrock (Mulyati, 2020), orang tua dapat memilih salah satu dari empat jenis perawatan yang dapat mereka berikan kepada anak-anaknya: perawatan demokratis, otoriter, permisif, dan penelantaran. Dari keempat jenis perawatan ini, yang paling efektif adalah perawatan demokratis. Pendidikan karakter adalah metode pendidikan yang paling penting yang harus dikenalkan dan ditanamkan oleh orang tua sejak dini. Dengan pendidikan yang telah diberikan, anak-anak akan belajar melakukan kebajikan dan terbiasa melakukannya.

Masa keemasan anak, juga dikenal sebagai "masa emas anak", adalah waktu yang sensitif untuk merangsang dan mengembangkan otak anak-anak pada usia dini. Pada masa ini, anak-anak menerima pelajaran di lingkungan mereka, yang hanya berlaku sekali seumur hidup dan tidak dapat diulang lagi. Pada titik ini, perkembangan otak mereka yang optimal akan berdampak pada kehidupan mereka di kemudian hari. Salah satu fungsi pendidikan anak usia dini adalah adaptasi, sosialisasi, perkembangan, bermain, dan ekonomi. Adaptasi membantu anak menyesuaikan diri dengan berbagai lingkungan sosial atau lingkungannya. Sosialisasi membantu anak bersosialisasi atau bergaul dengan orang-orang di sekitarnya. Pengembangan mengacu pada pengembangan berbagai potensi anak.

 

Hubungan antara orangtua dan anak sangat penting untuk membangun kepercayaan diri dan juga dapat membantu perkembangan sosial, emosional, dan kognitif anak. Penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara orangtua dan anak ramah, terbuka, dan komunikatif. Terdapat batas yang wajar antar usia; memberi tahu anak-anak apa yang tidak boleh mereka lakukan akan meningkatkan rasa percaya diri mereka dan membantu mereka berprestasi di lingkungan masyarakat dan di sekolah. Anak juga akan lebih terlindungi dari bahaya seperti depresi dan penggunaan narkoba. Selain itu, budaya, kepercayaan, tradisi, dan nilai-nilai keluarga memengaruhi perkembangan anak. Menurut penelitian yang dilakukan pada orangtua Cina-Amerika (Ratih Agustin Wulandari et al., 2023), masalah perilaku menyimpang pada anak jarang terjadi karena orang tua memiliki peran yang cukup besar dalam mengatur tingkah laku anak mereka.

Menurut Dadang Hawari (2012) (dalam Hasbullah & Nurhasanah, 2024), pola keluarga yang tidak sehat dan tidak membawa kebahagiaan rumah tangga berdampak negatif pada perkembangan anak. Sebagai orang tua, Anda harus membantu anak Anda berkembang dan berubah. Anak pertama kali menerima pendidikan dari keluarga. Anak-anak mendapat pendidikan pertama mereka dari orang tua mereka. Jika semua anggota keluarga dapat bekerja sama dengan baik, dan jika ada hubungan pengaruh timbal balik antara orang tua dan anak, situasi pendidikan keluarga akan terjadi. Orang tua juga harus mempelajari apa artinya toleransi dan rasa hormat kepada orang lain karena mereka yang bermain mungkin memiliki pemahaman yang berbeda dari mereka. Orang tua harus mengajarkan anak-anak mereka sifat toleransi atau saling menghargai. (Romdaniah, 2023)

 

 

Tahapan Perkembangan Bermain Anak

Ada beberapa para ahli tentang definisi tahapan perkembangan bermain :

1.      Tahapan Perkembangan Bermain Menurut Mildren Parten (dalam Atmajaya, 2017) ada enam tahap:

a.)    Unoccupied: Anak-anak sepertinya tidak terlibat dalam kegiatan bermain; mereka mungkin hanya mengamati sesuatu untuk sementara waktu dan kemudian tanpa alasan menggerakkannya.

b.)    Onlooker: Anak-anak melihat teman bermain atau melakukan sesuatu. Seorang anak melihat temannya bermain petak umpat. Dia ingin bermain, tetapi dia juga senang bermain.

c.)    Soliter: Anak-anak bermain sendirian dan tidak peduli dengan orang lain atau teman.

d.)    Bermain Paralel: Anak-anak bermain bersama anak-anak lain tanpa saling mempengaruhi. Misalnya, seorang anak bermain puzzle dan anak lain juga bermain puzzle; mereka bermain bersama tetapi tidak mempengaruhi satu sama lain.

e.)    Bermain Asosiatif Anak melibatkan anak lain dalam permainan, tetapi tidak dengan tujuan bermain. Sebagai contoh, ada beberapa anak yang bermain menepuk-nepuk air di kolam.

f.)     Bermain Kooperatif: Anak-anak bermain bersama teman secara terorganisir dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang disepakati bersama. Misalnya, seseorang berperan sebagai bapak, ibu, dan anak dalam bermain rumah-rumahan.

 

2.      Tahapan Perkembangan Bermain Menurut Piaget

Setiap tahap perkembangan kognitif anak diuraikan oleh Piaget (dalam Agustyaningrum et al., 2022) di sini.

a.)    Tahap Sensorimotor (0-2 tahun): Bayi mengatur pengalaman sensorik (melihat, mendengar) dan gerakan motorik (menggapai, menyentuh) untuk memahami dunia. Dalam tahap sensorimotor, perkembangan utama adalah pemahaman bahwa ada objek dan peristiwa yang terjadi secara alami di dunia melalui tindakan seseorang. Gerakan, yang merupakan respons langsung terhadap rangsangan, menandai tahap ini. Anak-anak tahu bahwa tindakan tertentu akan berdampak tertentu pada mereka, tetapi mereka tidak menyadari konsep yang tepat.

b.)    Tahap Pra-Operasional: Pada tahap ini, anak-anak belum menggunakan manipulasi kognitif dan berpikir secara simbolis. Artinya, anak-anak tidak dapat menggunakan logika, seperti menggabungkan, mengubah, atau memisahkan pikiran. Penggunaan bahasa simbolik, yang terdiri dari

gambar dan kata-kata lisan, digunakan untuk mengidentifikasi tingkat ini. Penggunaan bahasa yang berkelanjutan meningkatkan kecerdasan dan perkembangan pemikiran anak karena memberi mereka kemampuan untuk menggambarkan hal-hal dengan cara yang berbeda. Pada titik ini, anak-anak dapat berpartisipasi dalam permainan simbolik dan secara mental merepresentasikan peristiwa dan benda.

c.)    Tahap Perilaku Konkret (7-11 tahun): Perkembangan pemikiran yang terorganisir dan rasional adalah tanda perkembangan kognitif anak pada tahap ini. Menurut Piaget, tahap konkret adalah titik balik penting dalam perkembangan kognitif anak-anak yang menandai awal berpikir logis. Pada tahap ini, anak-anak memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah secara logis, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk berpikir secara abstrak atau hipotetis.

d.)    Tahap Perilaku Formal: Anak-anak berusia 11 tahun ke atas sudah mampu membuat kesimpulan dari informasi yang tersedia tanpa berhadapan langsung dengan hal-hal atau peristiwa. Berhitung matematis, berpikir kreatif, bernalar abstrak, dan membayangkan hasil dari tindakan tertentu adalah beberapa keterampilan yang dapat dilatih.

 

Fungsi Bermain

Permainan membantu anak bersosialisasi dan meningkatkan keterampilan berbicara mereka. Pada usia dini, anak mulai berpikir simbolis dan menggunakan kata-kata untuk mengganti gambar dan gerakan tubuh. Mereka mulai menggunakan kata-kata untuk menyampaikan keinginannya, membagi rasa, dan berinteraksi dengan orang lain. "Permainan digunakan sebagai sarana membawa anak kealam masyarakat, permainan sebagai sarana untuk mengukur kemampuan dan potensi diri anak." Anak-anak dapat menunjukkan bakat, fantasi, dan minatnya dalam lingkungan bermain. Anak-anak dapat mengalami berbagai perasaan saat bermain, seperti senang, gembira, tegang, puas, dan kecewa. Dengan menyimak aturan, anak-anak dapat belajar berbicara dengan bermain.

Selama kegiatan bermain, anak belajar kata-kata baru dan menambah kosa kata mereka. Dan tentu saja, anak-anak belajar banyak hal dari bermain dan seluruh aspek perkembangan mereka dapat terstimulasi dengan bermain. Namun, Stone menyatakan bahwa "kegiatan bermain dapat mengembangkan berbagai potensi pada anak, tidak saja pada potensi fisik tetapi juga pada perkembangan kognitif, bahasa, sosial, emosi, kreativitas, dan pada akhirnya prestasi akademik." (Anggraini, 2021)

 

Manfaat Bermain dengan Anak

Menurut para ahli psikologi bermain menurut (Tameon, 2018), bermain dapat membantu anak-anak dalam beberapa hal:

  1. Meningkatkan kreativitas.

Bermain adalah aktivitas yang membutuhkan pemikiran, penalaran logika, dan imajinasi untuk memecahkan masalah. Untuk dapat mengimbangi kegiatan bermain anak lain, semua anak diminta untuk menjadi kreatif dalam bermain. Anak-anak memiliki sifat kompetitif, tetapi mereka tetap berada dalam batas pola aturan kesepakatan kelompok sosial. Oleh karena itu, kreativitas bermain harus tetap sportif, menjunjung tinggi prinsip kejujuran, mau mengakui kekalahan, dan menerima kekalahan orang lain.

  1. Meningkatkan Kemampuan Psikomotorik.

Bermain sepak bola, petak umpet, dan galasin adalah beberapa contoh kegiatan bermain yang menggunakan ketrampilan psikomotorik kasar. Kegiatan bermain yang aktif membutuhkan energi fisik, tetapi juga cukup menantang. Akibatnya, bermain dianggap sebagai aktivitas yang tidak membosankan tetapi menyenangkan, menyenangkan, dan sering diulang.

Sementara anak-anak dengan ketrampilan motorik yang buruk akan menghabiskan waktunya untuk bermain hiburan, anak-anak dengan ketrampilan motorik yang berkembang baik dimotivasi untuk menjadi kreatif dan aktif dalam permainan, menurut Hurlock (2012).

  1. Meningkatkan kemampuan berbicara.

Bermain membuat orang berinteraksi satu sama lain. Kemampuan bahasa yang baik diperlukan untuk memiliki keterampilan sosial yang baik. Anak-anak membutuhkan keterampilan berbahasa untuk mengungkapkan pikiran, emosi, atau pendapat mereka melalui bermain, serta keterampilan perbendaharaan kata dan pengolahan kalimat. Oleh karena itu, bermain akan membantu perkembangan bahasa anak.

  1. Sebagai metode terapi untuk menangani masalah psikologis.

Bermain adalah cara untuk mengekspresikan hal-hal yang berkaitan dengan ranah afektif, perasaan, emosi, pikiran, dan kognitif setiap anak. Bermain memengaruhi psikoterapis untuk anak-anak yang mengalami masalah psikoemosional. Berdasarkan pemahaman di atas, Halpern (2003) menyatakan bahwa "Bermain dipandang sebagai potensi yang baik untuk mendidik, membuat anak dehat dan penting untuk perkembangan anakanak, karena bermain adalah bentuk aktivitas alami, hak dan juga kebutuhan anak"

  1. Mengembangkan keterampilan sosial.

Bermain melatih kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri, mengurangi sifat egois, dan berkomunikasi dengan orang lain. Bermain juga melatih kemampuan untuk bekerja sama, menghargai, menerima, dan berkomunikasi dengan orang lain. Kemampuan ini erat terkait dengan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan kelompok sosial yang berbeda.

 

Perkembangan Fisik Motorik Anak Usia Dini

Menurut (Erfayliana, 2016) Faktor internal termasuk fungsi organ tubuh yang dibawa sejak lahir sebagai potensi yang dimiliki anak dan faktor eksternal termasuk asupan gizi yang baik selama pertumbuhan dan perkembangan anak, perlakuan terhadap anak yang dapat mengubah kualitas tubuhnya seperti melakukan latihan yang mengubah kualitas tubuh anak, dan kejadian yang menimpa anak sehin

Anak-anak dapat melatih indra mereka dan mengenal berbagai hal yang mereka lihat, sentuh, cium, dengar, dan sebagainya dengan bermain. Dengan cara ini, anak-anak juga dapat meningkatkan keterampilan motorik merka mereka dengan berlari, berjalan, melompat, dan sebagainya. Selain itu, bermain dengan anak-anak memungkinkan mereka untuk melepaskan semangat fisik mereka yang paling dalam melalui aktivitas seperti berlari, kejar-kejaran, dan sebagainya. Jadi energi mereka disalurkan, dan jika tidak, anak sering gelisah, tegang, dan mudah tersinggung.

Perkembangan fisik motorik terdiri dari dua bagian: motorik halus dan motorik kasar. Motorik halus berkaitan dengan otot kecil, seperti meremas, menggunting, merobek, memakan kancing, dan lain-lain. Pertumbuhan motorik Kasar berkaitan dengan gerakan kasar yang dilakukan dengan koordinasi otak, seperti berlari, menari, berjalan, melompat, menendang, memanjat, dan lain-lain (Nurdin, 2022). Sumantri menyatakan bahwa motorik kasar memiliki beberapa tujuan: meningkatkan keterampilan gerak; mempertahankan dan meningkatkan kebugaran fisik; dan mengembangkan sika, percaya diri, memiliki kemampuan untuk bekerja sama, dan memiliki kemampuan untuk berperilaku dengan disiplin, jujur, dan sportif. ( et al., 2021)

Salah satu dari berbagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut di atas adalah faktor perlakuan yang dapat mengubah kualitas fisik anak. Latihan dan aktifitas fisik secara umum adalah salah satu faktor perlakuan ini.

KESIMPULAN

Pengembangan kurikulum ISMUBA di SMA  Muhammadiyah Piyungan  mendasar pada Peraturan Bupati Bantul  Nomor  57  Tahun  2023 tentang Dukungan Program Merdeka Belajar Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan dan silabus Tahfidz Qur’an SMA /MI Kabupaten Bantul . Pengembangannya dengan diadakannya ekstrakurikuler Tahfidz 20 surat-surat pendek dalam Juz 30 dan kegiatan pendukungnya yaitu ekstrakurikuler TPA. Melalui ekstrakurikuler ini diharapkan dapat membentuk peserta didik sebagai generasi masa depan yang cerdas, unggul, memiliki wawasan kebangsaan yang kuat, berakhlak mulia dan hafal 20 surat-surat pendek dalam juz 30 dengan baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Agustyaningrum, N., Pradanti, P., & Yuliana. (2022). Teori Perkembangan Piaget dan Vygotsky : Bagaimana Implikasinya dalam Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar? Jurnal Absis: Jurnal Pendidikan Matematika Dan Matematika, 5(1), 568–582. https://doi.org/10.30606/absis.v5i1.1440

Anggraini, E. S. (2021). Pola Komunikasi Guru Dalam Pembelajaran Anak Usia Dini Melalui Bermain. Jurnal Bunga Rampai Usia Emas, 7(1), 27. https://doi.org/10.24114/jbrue.v7i1.25783

Anjani, R., & Mashudi, E. A. (2024). Keterlibatan Orang Tua Dalam Pendidikan Anak Usia Dini Perspektif Orang Tua Dan Guru. Kumarottama: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 3(2), 110–127. https://doi.org/10.53977/kumarottama.v3i2.1246

Ardiyanto, A. (2019). Permainan Tradisional Sebagai Wujud Penanaman Nilai Karakter Anak Usia Dini. Prosiding Konferensi Pendidikan Nasional “Penguatan Karakter Bangsa Melalui Inovasi Pendidikan Di Era Digital” ISSN:, 4, 173–176.

Arifudin, O. (2016). Konsep Paud.

Atmajaya, D. (2017). Implementasi Augmented Reality Untuk Pembelajaran Interaktif. ILKOM Jurnal Ilmiah, 9(2), 227–232. https://doi.org/10.33096/ilkom.v9i2.143.227-232

Erfayliana, Y. (2016). Aktivitas Bermain dan Perkembangan Jasmani Anak. Terampil Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Dasar, 3(1), 145–158. http://www.ejournal.radenintan.ac.id/index.php/terampil/article/view/1334/1061

Hasbullah, H., & Nurhasanah, N. (2024). Peran Orang Tua dan Pendidik dalam Melejitkan Potensi Anak. Jurnal Kajian Pendidikan Islam, 3, 55–71. https://doi.org/10.58561/jkpi.v3i1.110

Herentina, T., & Yusiana, M. A. (2012). (2020). Peran Orang Tua dalam Kegiatan Bermain dalam Perkembangan Kognitif Anak Usia Prasekolah (5-6 Tahun). 8(2), 102–114.

Kaoci, W., Taib, B., & Mufidatul Ummah, D. (2021). Perkembangan Fisik Motorik Kasar Anak Melalui Permainan Tradisional “Jalan Tempurung.” Jurnal Ilmiah Cahaya Paud, 3(1), 11–22. https://doi.org/10.33387/cp.v3i1.2129

Khaironi, M. (2017). Jurnal Golden Age Universitas Hamzanwadi ( Pendidikan Karakter Pra Sekolah). Golden Age Universitas Hamzanwadi, 01(2), 82–89.

Khairunnisa, F., & Fidesrinur, F. (2021). Peran Orang Tua Dalam Mengembangkan Perilaku Berbagi Dan Menolong Pada Anak Usia Dini. Jurnal Anak Usia Dini Holistik Integratif (AUDHI), 4(1), 33. https://doi.org/10.36722/jaudhi.v4i1.703

Mulyati, A. (2020). Pentingnya pendidikan dan pola asuh orang tua dalam penanaman nilai karakter pada anak usia dini. An Nisa", 13(1), 759–768. https://jurnal.iain-bone.ac.id

Nurdin, N. (2022). Pengaruh Bermain Outdoor terhadap Perkembangan Fisik Motorik dan Kreativitas Anak. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(6), 5819–5826. https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i6.3226

Putri Nirmala, A. (2021). Pentingnya Peran Orangtua Dalam Mendampingi Anak Usia Dini di Awal Era New Normal. Jurnal Psimawa, 4(2), 87–93. https://doi.org/10.36761/jp.v4i2.1432

Rahmadianti, N. (2020). Pemahaman Orang Tua Mengenai Urgensi Bermain Dalam Meningkatkan Perkembangan Sosial Anak Usia Dini. Early Childhood : Jurnal Pendidikan, 4(1), 57–64. https://doi.org/10.35568/earlychildhood.v4i1.717

Rahmatunnisa, S. &, & Halimah, S. (2018). Upaya Meningkatkan Kecerdasan Naturalis Anak Usia 4 – 5 Tahun Melalui Bermain Pasir. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(1), 67–82.

Ratih Agustin Wulandari, Erlina Purwaningsih, Darussalam, D., Oktaviani, O., & Wandira, W. (2023). Peran Orang Tua dalam Pendampingan Anak Usia Dini Bermain Gadget. SOSMANIORA: Jurnal Ilmu Sosial Dan Humaniora, 2(2), 263–268. https://doi.org/10.55123/sosmaniora.v2i2.2203

Rohmah, N. (2016). Bermain Dan Pemanfaatannya Dalam Perkembangan Anak Usia Dini. Jurnal Tarbawi, 13(2), 27–35.

Romdaniah, L. (2023). Konsep Akhlak Dalam Kitab Ayyuhal Walad dan Relevansinya Terhadap Pendidikan Karakter Anak Usia Dini. Rayah Al-Islam, 7(3), 1335–1356. https://doi.org/10.37274/rais.v7i3.831

Sari, D. R., & Rasyidah, A. Z. (2020). Peran Orang Tua Pada Kemandirian Anak Usia Dini. Early Childhood : Jurnal Pendidikan, 3(1), 45–57. https://doi.org/10.35568/earlychildhood.v3i1.441

Siahaan, H., Nayla Zaskia Siregar, F., Pratiwi, S., Nadillah Selian, S., & Afifah, Z. (2023). Strategi Pembelajaran Anak Usia Dini Sebagai Panduan Bagi Orang Tua. Jurnal Al-Kifayah: Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, 2(1), 94–102. https://doi.org/10.53398/ja.v2i1.299

Sosial, P. (n.d.). Anak Usia Dini.

Tameon, S. M. (2018). Peran Bermain Bagi Perkembangan Kognitif dan Sosial Anak. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan, 1(1), 26–39. http://ejournal.upg45ntt.ac.id/index.php/ciencias/index