PENGARUH SUBSTITUSI BAHAN SUMBER ENERGI
DENGAN TEPUNG TONGKOL JAGUNG HASIL FERMENTASI PROBIOTIK WIN_PROB DENGAN IMBUHAN
ZN BIOKOMPLEKS DALAM PAKAN KONSENTRAT TERHADAP KONSUMSI SERTA KECERNAAN PROTEIN
KASAR DAN SERAT KASAR SAPI BALI PENGGEMUKAN
Joseph Valdho Adolvino Koebanu1, Marthen
Yunus2, Grace Maranatha3, Gusti
Ayu Y. Lestari4
Fakultas Peternakan, Kelautan dan Perikanan,
Universitas Nusa Cendana, Indonesia
Email: valdhokoebanu20@gmail.com
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh level substitusi dedak padi dan jagung giling dengan tepung tongkol
jagung hasil fermentasi win_prob dan imbuhan Zn biokompleks dalam kosentrat.
Penelitian menggunakan ternak sapi bali jantan sebanyak 12 ekor pada kisaan
umur 2-2,5 tahun, kisaran bobot badan 147-189kg, rataan 168,08±15,50kg dan
koefisien variasi (KV) 9,22%. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
eksperimen, mengunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3
ulangan. Adapun perlakuan dalam penelitian ini adalah P0: Pakan konsentrat
tanpa substitusi (kontrol), P1: konsentrat (substitusi dedak padi dengan TTJF
25% dan jagung giling dengan TTJF 15%), P2: konsentrat (substitusi dedak padi
dengan TTJF 35% dan jagung giling dengan TTJF 25%), P3: konsentrat
(substitusi dedak padi dengan TTJF 45% dan jagung giling dengan TTJF 35%),
semua perlakuan ditambahkan Zn biokompleks sebanyak 100mg. Data yang diperoleh
dianalisis menggunakan analisis ragam. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
rataan konsumsi PK (g/e/h) P0: 952,87±129,03; P1: 935,42±123,82; P2:
920,71±14,82; P3: 919,46±97,47; konsumsi SK (g/e/h) P0: 804,53±108,39; P1:
791,77±103,97; P2: 787,75±12,62; P3: 801,69±84,19; kecernaan PK (%) P0:
74,40±2,13; P1:75,44±3,82; P2: 75,93±1,28; P3: 71,07±2,91 dan Kecernaan SK
(%) P0: 51,40±6,54; P1: 52,49±5,96; P2: 53,31±2,50; P3: 53,15±6,98. Hasil
analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh tidak nyata
(P>0,05) terhadap konsumsi serta kecernaan protein kasar dan serat kasar.
Disimpulkan bahwa substitusi tepung tongkol jagung hasil fermentasi probiotik
win_prob mampu menggantikan dedak padi sampai 45% dari proporsi dedak padi
55% serta jagung giling 35% dari proporsi jagung giling 20% dalam campuran
pakan konsentrat karena memberikan konsumsi serta kecernaan protein kasar dan
serat kasar yang sama dengan konsentrat yang tanpa menggunakan tepung tongkol
jagung fermentasi pada sapi bali penggemukan. Kata kunci: bahan sumber energi, konsentrat, probiotik
win_prob, sapi bali jantan, substitusi ABSTRACT The purpose of this research was to determine the effect of the level of
substitution of rice bran and ground corn with corn cob flour fermented
win_prob and Zn biocomplex in concentrates. The research used 12 male Bali
cattle at an age range of 2-2,5 years, body weight range 147-189 kg, average
168,08 ± 15,50kg and coefficient of variation (KV) 9,22%. The research method
used was the experimental method, using a completely randomized design (CRD)
with 4 treatments and 3 replications. The treatments in this research were
P0: Concentrate feed without substitutes (control), P1: concentrate
(substitute rice bran with TTJF 25% and ground corn with TTJF 15%), P2:
concentrate (substitute rice bran with TTJF 35% and corn milled with 25%
TTJF, P3: concentrate (substitution of rice bran with 45% TTJF and ground
corn with 35% TTJF), all treatments added 100 mg Zn biocomplex. The data
obtained were analyzed using analysis of variance. Based on the research
results, it was found that the average crude protein consumption (g/h/d) P0:
952,87±129,03; P1: 935,42±123,82; P2: 920,71±14,82; P3: 919,46±97,47; crude
fiber consumption (g/h/d) P0: 804,53±108,39; P1: 791,77±103,97; P2:
787,75±12,62; P3: 801,69±84,19; crude protein digestibility (%) P0:
74,40±2,13; P1:75,44±3,82; P2: 75,93±1,28; P3: 71,07±2,91 and crude fiber
digestibility (%) P0: 51,40 ± 6,54; P1: 52,49±5,96; P2: 53,31±2,50; P3:
53,15±6,98. Concluded that the substitution of corn cob flour as a result of
probiotic fermentation win_prob is able to replace up to 45% rice bran from a
55% proportion of rice bran and 35% ground corn from a 20% proportion of
ground corn in a concentrate feed mixture because it provides consumption and
digestibility of crude protein and fiber the same crude as the concentrate
without the use of fermented corn cob flour in fattening bali cattle. Keywords: concentrate, energy source material, male bali cattle,
substitution, win_prob probiotic. |
|
|
This work is
licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International |
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggemukan merupakan salah satu bentuk tatalaksana pemeliharaan ternak
untuk meningkatkan produktivitas ternak. Salah satu aspek penting dalam
penggemukan sapi bali adalah pakan, oleh sebab itu, harus diperhatikan
ketersediaan dan kecukupanya serta kandungan gizi yang memadai guna menunjang
produktivitas ternak.
Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu produsen utama sapi lokal
Indonesia. Sebagian besar peternak di Nusa Tenggara Timur masih menggembalakan
ternak mereka di padang pastura. Menurut Jelantik dkk. (2009), sebagian besar ternak - ternak tersebut dihasilkan dari peternakan
tradisional dengan efesiensi dan produktivitas yang rendah. Selain itu,
terdapat beberapa tantangan yang dihadapi misalnya pemeliharaan yang masih
berbasis rumput dan terbatasnya ketersediaan pakan penguat (konsentrat). Hal
ini mengakibatkan sapi yang diproduksi di wilayah Nusa Tenggara Timur belum
mencapai kondisi gemuk ketika dipanen/dipotong.
Upaya peningkatkan produktivitas ternak sapi, peternak dihadapkan pada
masalah sulitnya penyediaan pakan hijauan yang cukup secara kuntitas maupun
kualitas. Kesulitan dalam penyediaan pakan sangat terasa pada saat musim
kemarau. Dilain pihak berlimpahnya limbah pertanian seperti tongkol jagung,
belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini disebabkan oleh rendahnya protein,
dan tingginya kandungan serat kasar. Tongkol jagung atau janggel adalah bagian
dari buah jagung setelah biji dipipil, dan merupakan sumber serat yang dapat
dijadikan bahan pakan alternatif, berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber
serat pengganti rumput pada pakan ternak ruminansia (Yulistiani & Haryanto, 2013).
Tongkol jagung mengandung serat kasar yang tinggi (32,7%) dan nilai protein
yang rendah (2,8%) (Agustono, Lamid, Maruf, & Purnama, 2017). Kandungan nutrisi tongkol jagung terdiri dari bahan kering 90,0%, bahan
organic 88,5%, protein kasar 2,8%, lemak kasar 0,7%, abu 1,5%, serat kasar
32,7%, dinding sel 80%, lignin 6,0%, dan ADF 32% (Agustono et al., 2017). Berdasarkan data tersebut, tongkol jagung dapat dimanfaatkan sebagai
salah satu bahan sumber energi bagi ternak ruminansia. Namun karena tingginya kandungan serat kasar
dan rendahnya kandungan protein maka perlu dilakukan pengolahan melalui proses
fermentasi.
Fermentasi merupakan salah satu teknologi untuk meningkatkan kualitas pakan
asal limbah, karena keterlibatan mikroorganisme dalam mendegradasi serat kasar,
mengurangi kadar lignin dan senyawa anti nutrisi, sehingga nilai konsumsi
kecernaan pakan asal limbah dapat meningkat (Wina, 2005).
Cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai gizi dan menurunkan
serat kasar dari tongkol jagung dapat dilakukan dengan metode perlakuan kimia
ataupun biologi seperti dengan membuat tepung hasil fermentasi tepung tongkol
jagung dengan probiotik win prob. Win Prob merupakan salah satu fermentator
yang mengandung mikroorganisme yang bersifat selulolitik diantaranya adalah
Aspergillusniger. Selain itu probiotik Win prob memiliki keunggulan yaitu
mengandung campuran 6 mikroba yaitu Aspergilus niger, Basillus subtilis,
Lactobacillus acidophylus, Rhizophus oligosporus, Saccharomyces cerevisiae dan
Tricoderma viride. Dimana ke 6 mikroba tersebut memiliki fungsinya
masing-masing, diantaranya Aspergilus niger dan Tricoderma dapat menurunkan
serat kasar limbah. Rhizophus oligosporus dapat meningkatkan kandungan protein
kasar bahan. Dan saccharomyces cerevisiae dapat meningkatkan kandungan energi
bahan pakan. Penggunaan win prob diharapkan dapat menguraikan selulosa dan
hemiselulosa menjadi energi serta menurunkan kandungan serat kasar pada tongkol
jagung.
Kebutuhan Zn untuk ternak ruminansia adalah 33-50 mg/kg (McDowell, 2003). Kandungan Zn pada pakan hijauan di Indonesia yakni rumput 32,8±1,65
mg/kg, legum 27,2±1,67 mg/kg, herbal 44,9±4,18 mg/kg, dan alang-alang 27,8±6,74
mg/kg dan rata-rata konsumsi Zn ternak ruminansia di Indonesia hanya 20 mg/kg
bahan kering ransum Little dkk., (1989). Kekurangan Zn akan menyebabkan aktivitas mikroba rumen tidak berlangsung
optimal sehingga tingkat pemanfaatan pakan menjadi lebih rendah yang dapat
mengakibatkan menurunkan produktivitas ternak. Penambahan Zn merupakan salah
satu upaya untuk menambah unsur mikro mineral esensial yang diperlukan oleh
ternak ruminansia dan berperan pada sejumlah fungsi biokimia seperti sintesis
protein dan berpartisipasi dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Konsumsi pakan dan kecernaan pakan merupakan faktor penting yang
berpengaruh terhadap produktifitas ternak. Konsumsi dan kecernaan pakan
tergantung pada beberapa faktor yaitu palatabilitas, jumlah hijauan yang
tersedia, gerak laju makanan didalam saluran pencernaaan. Parakkasi (2007) menyatakan bahwa tingkat konsumsi adalah jumlah pakan yang terkonsumsi
oleh ternak jika bahan pakan tersebut diberikan secara ad libitum. Sedangkan
kecernaan bahan pakan sangat tergantung berbagai faktor, antara lain konsumsi
pakan, associative effect, pemrosesan pakan, kedewasaan (umur) hijauan, dan
suhu lingkungan (Astuti, Agus, & Budhi, 2009). Kecernaan dapat menjadi ukuran pertama dari tinggi rendahnya nilai
nutrien dari suatu bahan pakan.
Upaya meningkatkan produktivitas ternak sapi bali pengemukan, perlu
diberikan pakan tambahan berupa konsentrat. Melalui pemberian pakan konsentrat
yang awmengandung tepung tongkol jagung hasil fermentasi probiotik win_probe
dan diberi imbuhan Zn diharapkan terjadi peningkatan konsumsi dan kecernaan
nutrisi berupa meningkatnya konsumsi dan kecernaan protein kasar dan serat
kasar dari sapi bali penggemukan.
Rumusan Masalah
Apakah subtitusi dedak padi dan jagung giling dengan tepung tongkol jagung
hasil fermentasi probiotik win prob dan imbuhan Zn biokompleks dalam pakan
konsentrat berpengaruh terhadap konsumsi dan kecernaan protein kasar dan serat
kasar pada sapi bali penggemukan?
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh subtitusi dedak
padi dan jagung giling dengan tepung tongkol jagung hasil fermentasi probiotik
win prob dan imbuhan Zn biokompleks dalam pakan konsentrat terhadap konsumsi
dan kecernaan protein kasar dan serat kasar pada sapi bali penggemukan.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di kandang
laboratorium lapangan milik Fakultas Perternakan, Kelautan dan Perikanan
Universitas Nusa Cendana. Waktu penelitian berlangsung selama dua bulan (± 10
minggu) sejak tanggal 8 April-8 Juni 2022. Waktu penelitian terdiri dari 1
(satu) minggu masa penyesuaian ternak terhadap kandang dan pakan penelitian, 1
(satu) minggu fermentasi tongkol jagung dan 8 (delapan) minggu masa pengambilan
data.
Metode Penilitian
Metode yang digunakan adalah metode
eksperimen, menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3
ulangan. Adapun perlakuan dalam penelitian ini sebagai berikut:
P0: Lamtoro + pakan konsentrat tanpa substitusi
(Kontrol).
P1: Lamtoro + konsentrat (Substitusi dedak padi dengan
TTJF 25% dan jagung giling dengan TTJF 15%).
P2: Lamtoro + konsentrat (Substitusi
dedak padi dengan TTJF 35% dan jagung giling dengan TTJF 25%).
P3: Lamtoro + konsentrat (Substitusi
dedak padi dengan TTJF 45% dan jagung giling dengan TTJF 35%).
Pemberian konsentrat dan hijauan
diberikan berdasarkan berat badan masing-masing ternak yakni 3% dari bobot
badan ternak percobaan, sedangkan pemberian pakan imbuhan Zn biokompleks
sebanyak 100mg untuk setiap perlakuan.
Prosedur Penilitian
1.
Sebelum penelitian dilaksanakan, ternak ditimbang terlebih dahulu untuk
mengetahui bobot badan awal, kemudian ternak tersebut diberi nomor.
2.
Setelah ternak diberi nomor, ternak tersebut dimasukkan kedalam masing-masing
kandang yang sudah disiapkan melalui pengacakan sekaligus dilakukan pengacakan
perlakuan menggunakan lotre/undian.
3.
Proses pembuatan konsentrat
Penyiapan bahan pakan berupa dedak
padi, jagung giling, tepung tongkol jagung fermentasi, tepung daun gamal,
starbio, urea dan garam. Setelah bahan-bahan tersebut disiapkan, bahan pakan
dicampur sesuai Tabel 1 secara homogen dimulai dari bahan pakan yang paling
sedikit sampai dengan jumlah yang paling banyak, dengan tujuan agar pencampuran
homogen dan mempercepat proses pencampuran.
4. Pemberian pakan konsentrat diberikan sebanyak 1kg pada
pagi hari sedangkan pemberian pakan hijauan disesuaikan dengan kebutuhan bahan
kering ternak yaitu 3% dari bobot badan awal. Perbandingan hijauan dan
konsentrat 70:30. Pemberian air minum secara ad libitum dan diganti apabila
habis atau kotor.
5. Prosedur pengumpulan data konsumsi
Pengambilan data konsumsi dilakukan sebelum
pakan diberikan pada ternak. Pakan ditimbang terlebih dahulu dan sisa pakan
ditimbang keesokan harinya sebelum pemberian pakan serta diambil sampelnya
(kurang lebih 10%) setiap hari dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 600C
selama 7 hari berturut-turut. Pada akhir penelitian, sampel pakan pemberian dan
sampel sisa pakan dikomposit secara proporsional per ekor, kemudian digiling
halus untuk dianalisis kandungan bahan kering dan bahan organik. Konsumsi bahan
kering dan bahan organik diperoleh dengan cara menghitung selisih antara pakan
yang diberikan dan pakan sisa berdasarkan bahan keringnya.
6. Prosedur penampungan feses
Teknik pengumpulan data dilakukan
dengan cara feses ditampung setiap hari selama 1x24 jam, ditimbang, dicatat
berat segarnya dan disemprotkan larutan asam sulfat agar kandungan nutrisi
dalam feses tidak menguap ketika dijemur, kemudian diambil sampel sebanyak 10%
dari feses segar untuk dijemur. Setelah kering feses ditimbang dan dicatat
beratnya, kemudian disimpan dalam kantong yang sudah diberi label sesuai
perlakuan, kegiatan ini dilakukan setiap hari selama masa pengumpulan data.
Setelah itu, sampel feses perlakuan yang telah dikeringkan tesebut dikomposit
kemudian diambil 10% dari masing-masing perlakuan untuk di analisis komposisi
kimiawinya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data
hasil rataan konsumsi dan kecernaan protein kasar dan serat kasar disajikan
pada tabel 3 berikut ini!
Tabel 3. Rataan Konsumsi serta
Kecernaan Protein Kasar dan Serat Kasar
Parameter |
Perlakuan |
||||
P0 |
P1 |
P2 |
P3 |
P Value |
|
Konsumsi PK |
952,87±129,03 |
935,42±123,82 |
920,71±14,82 |
919,46±97,47 |
0,97 |
Konsumsi SK |
804,53±108,39 |
791,77±103,97 |
787,75±12,62 |
801,69±84,19 |
0,99 |
Kecernaan PK |
74,40±2,13 |
75,44±3,82 |
75,93±1,28 |
71,07±2,91 |
0,20 |
Kecernaan SK |
51,40±6,54 |
52,49±5,96 |
53,31±2,50 |
53,15±6,98 |
0,98 |
Ket: tn
berpengaruh tidak nyata P>0,05
Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Protein Kasar
Pada
Tabel 4 terlihat bahwa nilai rataan konsumsi protein pada ternak yang mendapat
perlakuan P0 sebesar 952,87 (g/e/h), P1 sebesar 935,42 (g/e/h), P2 sebesar
920,71 (g/e/h) dan P3 sebesar 919,46 (g/e/h). Hasil penelitian ini lebih tinggi
jika dibandingkan dengan hasil penelitian Dassa dkk., (2019), yang
melakukan penelitian tentang konsumsi serta kecernaan protein kasar dan serat
kasar pada sapi bali jantan sapihan yang disuplementasikan pakan konsentrat
kulit pisang fermentasi yang memperoleh hasil konsumsi protein kasar 535-569 (g//e/h).
Tingginya konsumsi protein kasar dalam penelitian ini oleh karena perbedaan
umur dan bobot badan ternak sapi bali yang digunakan. Pada penelitian ini
menggunakan ternak sapi bali penggemukan umur 2-2,5 tahun dengan rataan bobot
badan 168,088±15,50kg sedangkan pada penelitian Dassa dkk. (2019), menggunakan sapi bali lepas sapih umur 6 bulan 1 tahun yang bobot badanya lebih
rendah. Dengan demikian maka bobot badan ternak sapi mempengaruhi jumlah
konsumsi ransum, dimana semakin tinggi bobot badan ternak semakin banyak ransum
yang dikonsumsi sehingga tingkat konsumsi protein kasar semakin meningkat.
Menurut
Kamal (1997) bahwa banyaknya pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi besarnya nutrisi
lain yang dikonsumsi, sehingga semakin banyak pakan yang dikonsumsi akan
meningkatkan konsumsi nutrisi lain yang ada dalam pakan. Menurut Nashshar (2022) kemampuan ternak dalam mengkonsumsi pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu kandungan nutrisi bahan pakan, suhu, laju perjalanan makanan melalui alat
pencernaan, bentuk fisik bahan makanan, komposisi ransum, aktivitas
mikroorganisme rumen, jenis kelamin, umur dan pengaruh terhadap perbandingan
dari zat makanan lainnya. Lebih lanjut dinyatakan bahwa ternak akan
meningkatkan konsumsi bahan kering untuk memenuhi kebutuhan energinya dan akan
berhenti makan apabila kebutuhan energinya telah tercukupi.
Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa penggantian jagung giling dan dedak padi oleh
level tepung tongkol jagung hasil fermentasi probiotik win_prob dalam campuran
ransum konsentrat berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap konsumsi protein
kasar. Hasil ini menunjukkan bahwa substitusi tepung tongkol jagung
terfermentasi dalam ransum konsentrat, memberikan pengaruh yang sama dengan
ransum konsentrat yang tanpa mengandung tepung tongkol jagung terfermentasi
terhadap konsumsi protein kasar pada ternak sapi bali. Hal ini mungkin
disebabkan oleh kandungan protein kasar antar ransum perlakuan yang relatif
sama (Tabel 2) serta jumlah konsumsi bahan kering dan bahan organik (Tabel 3)
antar perlakuan yang berpengaruh tidak nyata (P>0,05) oleh karena protein kasar
merupakan bagian dari bahan kering dan bahan organik ransum. Menurut Wairato
dkk., (2019) menyatakan bahwa konsumsi protein kasar mempunyai
kolerasi yang positif dengan bahan kering dan bahan organik.
Menurut
Maramis dan Rossi (1999), konsumsi protein kasar dipengaruhi oleh kandungan protein kasar dalam
ransum, semakin tinggi kandungan protein kasar dalam pakan maka konsumsi
protein kasar akan meningkat. Hal ini dibenarkan oleh Beerman et al., (1986) bahwa proses pemanfaatan protein salah satunya dipengaruhi oleh jumlah
protein yang dikonsumsi dalam ransum. Konsumsi protein dipengaruhi oleh level
pemberian pakan yang tidak dibatasi (melebihi hidup pokok) akan meningkatkan
tingkat konsumsi protein karena ternak mempunyai kesempatan untuk makan lebih
banyak (Haryanto & Djajanegara, 1993). Pemanfaatan protein selain terkait dengan
level pemberian pakan juga terkait dengan bobot badan ternak. Ternak yang
berbobot badan rendah dan dalam masa pertumbuhan membutuhkan protein yang lebih
tinggi dibandingkan ternak dewasa yang telah dalam masa peggemukan (Orskov, 1982).
Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Serat Kasar
Berdasarkan
data pada tabel 5, dapat dilihat bahwa rataan kosumsi serat kasar tertinggi
pada perlakuan P0 sebesar 804,53±108,39 diikuti dengan perlakuan P3 sebesar
801,69±84,19 kemudian perlakuan P1 sebesar 791,77±103,97 dan yang terendah
dicapai perlakuan P2 sebesar 787,75±12,62. Hasil penelitian yang diperoleh ini
cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Dassa dkk. (2019), pada sapi bali jantan sapihan yang disuplementasi pakan konsentrat kulit
pisang terfermentasi yaitu P0 sebesar 664,30g/e/h, P1 sebesar 626,25g/e/h, P2
sebesar 644,27g/e/h dan P3 sebesar 625,97g/e/h. Tingginya konsumsi serat kasar
dalam penelitian ini oleh karena perbedaan umur dan bobot badan ternak sapi
bali yang digunakan. Pada penelitian ini menggunakan ternak sapi bali
penggemukan umur 2-2,5 tahun dengan rataan bobot badan 168,088±15,50kg
sedangkan pada penelitian Dassa dkk. (2019), menggunakan sapi bali lepas sapih umur 6 bulan
1 tahun yang bobot badanya lebih rendah. Dengan demikian maka bobot badan
ternak sapi mempengaruhi jumlah konsumsi ransum, dimana semakin tinggi bobot
badan ternak semakin banyak ransum yang dikonsumsi sehingga tingkat konsumsi
serat kasar semakin meningkat. Selain itu perbedaan jenis pakan konsentrat yang
digunakan. Dimana pada penelitian ini menggunakan tongkol jagung yang merupakan
hasil sisa tanaman pertanian yang memiliki kandungan protein kasar yang rendah
dan kandungan serat kasar yang tinggi.
Menurut
Semang dkk., (2013) rendahnya kualitas bahan pakan ditandai dengan rendahnya
kandungan protein kasar dan tingginya serat kasar. Namun
tongkol jagung juga sudah difermentasikan dengan probiotik win_prob yang
mengandung beberapa jenis mikroba sehingga memungkinkan pasokan karbohidrat
untuk fermentasi dalam rumen lebih tersedia dan pencernaan dalam rumen dapat
berlangsung lebih baik. Pencernaan yang semakin baik akan meningkatkan konsumsi
bahan kering termasuk didalamnya konsumsi serat kasar. Menurut Nashshar (2022) kemampuan ternak dalam mengkonsumsi pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu kandungan nutrisi bahan pakan, suhu, laju perjalanan makanan melalui alat
pencernaan, bentuk fisik bahan makanan, komposisi ransum, umur dan pengaruh
terhadap perbandingan dari zat makanan lainnya.
Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa penggantian jagung giling dan dedak padi oleh
level tepung tongkol jagung hasil fermentasi probiotik win_prob dalam campuran
ransum konsentrat berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap konsumsi serat
kasar. Hasil ini menunjukkan bahwa substitusi tepung tongkol jagung
terfermentasi dalam ransum konsentrat, memberikan pengaruh yang sama dengan
ransum konsentrat yang tanpa mengandung tepung tongkol jagung terfermentasi
terhadap konsumsi serat kasar pada ternak sapi bali. Hal ini mungkin disebabkan
oleh kandungan serat kasar antar ransum perlakuan yang relatif sama (Tabel 2)
serta jumlah konsumsi bahan kering dan bahan organik (Tabel 3) antar perlakuan
yang berpengaruh tidak nyata (P>0,05) oleh karena serat kasar merupakan
bagian dari bahan kering dan bahan organik ransum.
Hasil
penelitian ini memperlihatkan bahwa tepung tongkol jagung hasil fermentasi
probiotik win_prob dapat menggantikan dedak padi sampai 45% dari total dedak
padi 55% serta jagung giling 35% dari total jagung giling 20% dalam campuran
pakan konsentrat karena memberikan konsumsi protein kasar dan serat kasar yang
sama dengan konsentrat yang tanpa mengandung tepung tongkol jagung
terfermentasi pada sapi bali penggemukan.
Awawdeh
and Obeidat (2013), melaporkan bahwa konsumsi serat kasar yang tinggi dikarenakan pakan
mengandung serat kasar tinggi. Ditambahkan oleh Carvalho dkk., (2010), menyatakan kandungan protein dan serat kasar dalam pakan yang digunakan
sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan. Menurut Van Soest (2006) menurunnya tingkat konsumsi dapat disebabkan oleh rendahnya kualitas
pakan. Selain perbedaan serat kasar pakan, kandungan protein kasar pakan dapat
menjadi penyebab perbedaan konsumsi, aktivitas mikroorganisme di dalam rumen
juga mempengaruhi kecernaan makanan dalam rumen. Pendapat ini juga sesuai
dengan pendapat Maynard and Loosly (2014), aktivitas pencernaan dalam rumen disebabkan oleh aktivitas jasad renik
yang terdapat didalamnya. Oleh karena itu faktor kualitas pakan yang diberikan
dan aktivitas mikroba yang berperan dalam mencerna pakan yang mempengaruhi
jumlah konsumsi.
Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar
Berdasarkan
data pada tabel 6, diperoleh rataan tiap perlakuan antara lain P0 sebesar
74,40; P1 sebesar 75,44; P2 sebesar 75,93 dan P3 sebesar 71,07. Hasil
penelitian ini relatif sama dibandingkan dengan hasil penelitian Dassa dkk. (2019), yang melakukan penelitian tentang konsumsi serta kecernaan protein kasar dan
serat kasar pada sapi bali jantan sapihan yang disuplementasi pakan konsentrat
kulit pisang terfermentasi, memperoleh kecernaan protein kasar 75-79%. Hal ini
oleh karena limbah pertanian yang digunakan sebagai pakan ternak sapi bali baik
tepung tongkol jagung dan kulit pisang sama-sama mengalami fermentasi oleh
mikroba terlebih dahulu, sehingga kecernaan protein kasarnya relatif sama.
Rendahnya kandungan serat kasar berpengaruh positif terhadap peningkatan
kecernaan nutrien ransum termasuk kecernaan protein kasar ransum sehingga akan
meningkatkan jumlah protein kasar tercerna Pιrez et al., (2002) . Gracia et al., (2008) menyatakan bahwa kecernaan protein kasar
dipengaruhi oleh kadar serat kasar dan serat kasar ransum.
Ditambahkan
Suhartanto dkk., (2000) bahwa kualitas suatu bahan pakan selain ditentukan oleh kandungan zat
gizinya dan sangat ditentukan oleh kemampuan degradasi dan aprawidaptasi
mikrobia rumen yang berpengaruh terhadap kecernaan pakan. Thiasari et al., (2016) menyatakan pertumbuhan mikroorganisme dalam rumen utamanya dipengaruhi oleh
ketersediaan protein dan energi dalam pakan. Kekurangan protein maupun energi
dalam pakan menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme tidak optimal dan mengurangi
kecernaan pakan. Wati dkk., (2012) menyatakan bahwa kualitas suatu bahan pakan selain ditentukan oleh
kandungan zat gizinya dan sangat ditentukan oleh kemampuan degradasi dan adaptasi
mikrobia rumen yang berpengaruh terhadap kecernaan pakan, terutama kandungan
lignin. Hernaman dkk. (2008), melaporkan bahwa kecernaan yang meningkat akibat pemberian lebih banyak
konsentrat akan diiringi oleh konsumsi pakan dan
tinggi rendahnya konsumsi PK juga dipengaruhi oleh jumlah kandungan nutrisi
dalam ransum.
Berdasarkan
hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggantian jagung giling dan dedak padi
oleh level tepung tongkol jagung hasil fermentasi probiotik win_prob dalam
campuran ransum konsentrat berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap
kecernaan protein kasar. Hasil ini menunjukkan bahwa substitusi tepung tongkol
jagung terfermentasi dalam ransum konsentrat, memberikan pengaruh yang sama dengan
ransum konsentrat yang tanpa mengandung tepung tongkol jagung terfermentasi
terhadap kecernaan protein kasar pada ternak sapi bali. Hal ini disebabkan oleh
karena konsumsi protein kasar antar ransum perlakuan yang tidak berbeda dengan
kecernaan bahan kering dan bahan organik yang tidak berbeda antar perlakuan
(Tabel 3) sehingga kecernaan protein kasar juga tidak berbeda, oleh karena
protein kasar merupakan bagian dari bahan kering dan bahan organik ransum.
Menururut
Koddang (2008) terdapat korelasi positif antara kecernaan bahan kering dan kecernaan
protein kasar. Lebih lanjut dikatakan, semakin meningkatnya konsumsi bahan
kering maka semakin tinggi tingkat kecernaan protein kasar pada sapi bali
jantan yang diberikan pakan konsentrat. Tingkat konsumsi bahan kering ransum
yang lebih tinggi menghasilkan jumlah bahan organik dan protein kasar tercerna
yang lebih tinggi pula. Ariwibawa dkk. (2015), menyatakan bahwa tingkat konsumsi bahan kering ransum
yang lebih tinggi menghasilkan jumlah bahan organik dalam protein kasar yang
tercerna lebih tinggi.
Pengaruh
Perlakuan terhadap Kecernaan Serat Kasar
Semakin
tinggi kandungan serat kasar suatu bahan makanan maka semakin rendah daya cerna
bahan makanan tersebut. Hal ini terlihat dari hijauan yang masih muda (fase
vegetatif) lebih tinggi kecernaanya dibandingkan dengan tanaman yang memasuka
fase dewasa (fase generatif). Pada fase vegetatif tersebut tanaman mulai tumbuh
sampai akan berbunga sehingga serat kasarnya masih rendah. Hal ini sesuai
pendapat Koten dkk. (2013), bahwa selama masa vegetatif, tanaman akan lebih
banyak memproduksi sel-sel tanaman, sedangkan pada fase generatif (dewasa)
tanaman mulai inisiasi berbunga pertama sampai akhir sehingga fase generatif
ini kandungan serat kasarnya meningkat. McDonald et al. (2012), menyatakan bahwa semakin tua umur tanaman semakin
sedikit kandungan airnya sehingga komponen dinding selnya semakin tinggi. Kandungan serat kasar erat hubunganya dengan umur tanaman. Semakin tua
umur tanaman semakin tinggi kandungan serat kasarnya (Kamlasi, Mullik, & Dato, 2014).
Pada
Tabel 7 terlihat bahwa ternak yang mendapatkan rataan tertinggi adalah ternak
yang mendapatkan perlakuan P2 yakni sebesar 53,31% diikuti oleh ternak dengan
perlakuan P3 sebesar 53,15% selanjutnya ternak dengan perlakuan P1 sebesar 52,49%
dan ternak dengan perlakuan P0 yang memiliki rataan kecernaan serat kasar
terendah yaitu sebesar 51,40%. Hasil penelitian ini relatif sama dibandingkan
dengan hasil penelitian Dassa dkk. (2019), yang melakukan penelitian tentang konsumsi serta kecernaan protein kasar
dan serat kasar pada sapi bali jantan sapihan yang
disuplementasi pakan konsentrat kulit pisang terfermentasi, memperoleh
kecernaan serat kasar 50-57%.
Menurut
Howard et al. (2003), kecernaan ransum dibatasi oleh kadar serat kasar
ransum. Hal ini juga dibenarkan oleh Sumadi dkk., (2017) yang menyatakan bahwa kandungan serat kasar (SK) merupakan faktor pembatas
lamanya waktu pencernaan sehingga mempengaruhi kecernaan dan akhirnya
menurunkan tingkat kecernaannya. Ditambah Nugraha dkk. (2015), bahwa serat kasar merupakan faktor pembatas utama
pemanfaatan ransum oleh ternak termasuk ternak ruminansia seperti sapi Bali
jantan sapihan. Lebih lanjut ditambahkan Bureenok et al. (2012), ransum dengan kandungan serat kasar tinggi akan lebih sulit dimanfaatkan
oleh ternak dari pada ransum dengan kadar serat kasar yang lebih rendah.
Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh tidak nyata (P >
0.05) terhadap kecernaan serat kasar pada sapi bali penggemukan. Hal ini diduga
karena kandungan nutrisi ransum terutama serat kasar dalam keempat perlakuan
hampir sama dan keempat perlakuan mempunyai kemampuan palatabilitas yang tidak
jauh berbeda sehingga ternak mudah mengkonsumsi pakan. Wiryawan dkk., (2007) menyatakan bahwa komposisi dan kandungan nutrien ransum yang sama
menghasilkan palatabilitas dan efisiensi penggunaan nutrien oleh ternak tidak
berbeda nyata, sehingga memberikan efek yang tidak berbeda juga terhadap
kecernaan ransum.
Menurut
Tooley (2019) bahwa daya cerna serat kasar dipengaruhi oleh beberapa faktor kadar serat
kasar dalam ransum, komposisi penyusun serat kasar dan aktivitas mikro
organisme. Ditambahkan Prawitasari dkk. (2012), bahwa kecernaan nutrisi dapat dipengaruhi oleh jenis
bahan ransum, kandungan nutrisi, suhu, laju perjalanan ransum melalui saluran
pencernaan dan komposisi ransum.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas maka
dapat disimpulkan bahwa substitusi tepung tongkol jagung hasil fermentasi
probiotik win_prob mampu menggantikan dedak padi sampai 45% dari proporsi dedak
padi 55% serta jagung giling 35% dari proporsi jagung giling 20% dalam campuran
pakan konsentrat karena memberikan konsumsi serta kecernaan protein kasar dan
serat kasar yang sama dengan konsentrat yang tanpa menggunakan tepung tongkol
jagung fermentasi pada sapi bali penggemukan.
Hasil
penelitian ini memperlihatkan bahwa tepung tongkol jagung hasil fermentasi
probiotik win_prob dapat menggantikan dedak padi sampai 45% dari total dedak
padi 55% serta jagung giling 35% dari total jagung giling 20% dalam campuran
pakan konsentrat karena memberikan konsumsi protein kasar dan serat kasar yang
sama dengan konsentrat yang tanpa mengandung tepung tongkol jagung
terfermentasi pada sapi bali penggemukan
DAFTAR PUSTAKA
Agustono, Bodhi, Lamid,
Mirni, Maruf, Anwar, & Purnama, Muhammad Thohawi Elziyad. (2017).
Identifikasi limbah pertanian dan perkebunan sebagai bahan pakan inkonvensional
di Banyuwangi. Jurnal Medik Veteriner, 1(1), 1222.
Astuti, Andriyani, Agus,
Ali, & Budhi, Subur Priyono Sasmito. (2009). Pengaruh penggunaan high
quality feed supplement terhadap konsumsi dan kecernaan nutrien sapi perah awal
laktasi. Buletin Peternakan, 33(2), 8187.
Awawdeh, M. S., &
Obeidat, B. S. (2013). Treated olive cake as a non-forage fiber source for
growing Awassi lambs: Effects on nutrient intake, rumen and urine pH,
performance, and carcass yield. Asian-Australasian Journal of Animal
Sciences, 26(5), 661.
Beermann, D. H., Hogue, D.
E., Fishell, V. K., Dalrymple, R. H., & Ricks, C. A_. (1986). Effects of
cimaterol and fishmeal on performance, carcass characteristics and skeletal
muscle growth in lambs. Journal of Animal Science, 62(2),
370380.
Bureenok, Smerjai,
Yuangklang, Chalermpon, Vasupen, Kraisit, Schonewille, J. Thomas, &
Kawamoto, Yasuhiro. (2012). The effects of additives in napier grass silages on
chemical composition, feed intake, nutrient digestibility and rumen
fermentation. Asian-Australasian Journal of Animal Sciences, 25(9),
1248.
Dassa, Alxen Mefi Boset
Umbu, Sobang, Yohanis Umbu Laiya, & Yunus, Marthen. (2019). Konsumsi dan
kecernaan protein kasar dan serat kasar sapi bali jantan sapihan yang
disuplementasi pakan konsentrat kulit pisang terfermentasi. Jurnal
Peternakan Lahan Kering, 1(1), 2433.
de Carvalho, Mateus da
Cruz, & Ngadiyono, Nono. (2010). Pertumbuhan dan Produksi Karkas Sapi
Peranakan Ongole dan Simmental Peranakan Ongole Jantan yang Dipelihara secara
Feedlot (Growth and Carcass Production of Ongole Crossbred Cattle and Simmental
Ongole Crossbred Cattle Reared in a Feedlot System). Buletin Peternakan,
34(1), 3846.
Etuk, E. B., Ifeduba, A.
V, Okata, U. E., Chiaka, I., Okoli, Ifeanyi C., Okeudo, N. J., Esonu, B. O.,
Udedibie, A. B. I., & Moreki, J. C. (2012). Nutrient composition and
feeding value of sorghum for livestock and poultry: a review. J. Anim. Sci.
Adv, 2(6), 510524.
Haryanto, B., &
Djajanegara, Andi. (1993). Pemenuhan Kebutuhan Zat-Zat Pakan Ruminansia
Kecil. Dala Produksi Kambing Dan Domba di Indonesia, editor: Monica W.,
dkk, Solo
.
Hernaman, Iman, Budiman,
Atun, & Ayuningsih, Budi. (2008). Pengaruh Penundaan Pemberian Ampas
Tahu pada Domba yang Diberi Rumput Gajah terhadap Konsumsi dan Kecernaan (The
Effect of Delayed Tofu Waste at Sheep Fed Elephant Grass on Consumption and
Digestibility).
Howard, R. L., Abotsi, E.,
Jansen, van Rensburg E. L., & Howard, S. (2003). Lignocellulose
biotechnology: issues of bioconversion and enzyme production. African
Journal of Biotechnology, 2(12), 602619.
https://doi.org/10.5897/AJB2003.000-1115
Jelantik, I. G. N.,
Mullik, M. L., & Copland, R. (2009). Cara praktis menurunkan angka
kematian dan meningkatkan pertumbuhan pedet sapi timor melalui pemberian pakan
suplemen. Undana Press. Kupang.
Kamal, M. (1997). Kontrol
Kualitas Pakan. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Kamlasi, Yohana, Mullik,
Marthen L., & Dato, Twen O. Dami. (2014). Pola produksi dan nutrisi rumput
Kume (Shorgum plumosum var. Timorense) pada lingkungan alamiahnya. Jurnal
Ilmu-Ilmu Peternakan, 24(2), 3140.
Koddang, Muh Yasaf A.
(2008). Pengaruh tingkat pemberian konsentrat terhadap daya cerna bahan kering
dan protein kasar ransum pada sapi bali jantan yang mendapatkan rumput raja
(Pennisetum Purpurephoides) ad-libitum. Agroland: Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian,
15(4).
Koten, Bernadete Barek,
Soetrisno, R. Djoko, Ngadiyono, Nono, & Suwignyo, Bambang. (2013). PRODUKSI
TANAMAN SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) VARIETAS LOKAL ROTE SEBAGAI
HIJAUAN PAKAN RUMINANSIA PADA UMUR PANEN DAN DOSIS PUPUK UREA YANG BERBEDA. Buletin
Peternakan, 36(3), 150.
https://doi.org/10.21059/buletinpeternak.v36i3.1622
KP, NUGRAHA I., Sumadi, I.
K., Mudita, I. M., & Wirawan, I. W. (2015). Kecernaan bahan kering dan
nutrien ransum sapi bali berbasis limbah pertanian terfermentasi inokulan dari
cairan rumen dan rayap (Termites).
Little, D. A., Kompiang,
Supriati, & Petheram, R. J. (1989). Mineral composition of Indonesian
ruminant forages.
McDowell, L. R. (2003). Minerals
in animal and human nutrition.
Nashshar, Aldiano Rayhan.
(2022). Performa Ternak Domba Lokal yang Diberi Pakan Silase Pakan Komplit
dengan Aditif FJLB yang Berbeda.
NIK, Noviyanti, Suparta,
I. N., & Ariana, I. N. Tirta. (2015). Peternakan Tropika Peternakan
Tropika.
Orskov, Egil Robert.
(1982). Protein nutrition in ruminants.
Pechal, Jennifer L.,
Crippen, Tawni L., Benbow, M. Eric, Tarone, Aaron M., Dowd, Scot, &
Tomberlin, Jeffery K. (2014). The potential use of bacterial community
succession in forensics as described by high throughput metagenomic sequencing.
International Journal of Legal Medicine, 128, 193205.
Pιrez, J., Munoz-Dorado,
J., De la Rubia, TDLR, & Martinez, J. (2002). Biodegradation and biological
treatments of cellulose, hemicellulose and lignin: an overview. International
Microbiology, 5, 5363.
Prawitasari, Rahayuningtyas
Harum, Ismadi, Vitus Dwi Yunianto Budi, & Estiningdriati, Ismari. (2012).
Kecernaan protein kasar dan serat kasar serta laju digesta pada ayam arab yang
diberi ransum dengan berbagai level Azolla microphylla. Animal Agriculture
Journal, 1(1), 471483.
Rossi, E. (1999). Effect
of supplemental protein sources with varying by pass protein content in sheep
ration. Jurnal Peternakan Dan Lingkungan (Indonesia), 5(2).
Semang, Agustinus, Paga,
Agustinus, Aoetpah, Aholiab, & Lado, Lilo Jogbeth Merry Christna Kale.
(2013). Nilai Nutrien Rumput Lapangan dan Daun Gamal dengan beberapa Formula
Urea Gula Lontar Blok. Partner, 20(2), 172179.
Suhartanto, Bambang, &
Padmowijoto, Soemitro. (2000). Degradasi In Sacco Bahan Organik dan Protein
Kasar Empat Macam Bahan Pakan Diukur Menggunakan Kantong Intra dan Rowett
Research Institute. Buletin Peternakan, 24(2), 8293.
Sumadi, Sumadi, Subrata,
A., & Sutrisno, Sutrisno. (2017). Produksi Protein Total dan Kecernaan
Protein Daun Kelor Secara In Vitro. Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 12(4),
419423. https://doi.org/10.31186/jspi.id.12.4.419-423
Thiasari, Nurita, &
Iskandar Setiyawan, Ahmad. (2016). Complete feed batang pisang terfermentasi
dengan level protein berbeda terhadap kecernaan bahan kering, kecernaan bahan
organik dan TDN secara in vitro. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan, 26(2),
6772. https://doi.org/10.21776/ub.jiip.2016.026.02.9
Tooley, Laura Jean.
(2019). Whole-plant corn silage and foliar fungicide: Strategies to improve
dairy feed quality and profitability. University of Illinois at
Urbana-Champaign.
Van Soest, P. J. (2006).
Rice straw, the role of silica and treatments to improve quality. Animal
Feed Science and Technology, 130(34), 137171.
https://doi.org/10.1016/j.anifeedsci.2006.01.023
Wairato, Yudiyanto, Yunus,
Marthen, & Lestari, Gusti Ayu Y. (2019). Konsumsi Nutrisi Sapi Bali
Penggemukan Pola Peternak dengan Penambahan Konsentrat Yang Mengandung Tongkol
Jagung Terfermentasi (Nutrient Intake of Bali Cattle Fattened with Local
Farmers Kept Pattern and Fed Concentrate Containing Fermented Corncob Meal). Jurnal
Peternakan Lahan Kering, 1(4), 579588.
Wati, Novi Eka, Achmadi,
Joelal, & Pangestu, Eko. (2012). Degradasi nutrien bahan pakan limbah
pertanian dalam rumen kambing secara in sacco. Animal Agriculture Journal,
1(1), 485498.
Wina, Elizabeth. (2005).
The technology of utilizing microorganism in feed to improve ruminant
productivity in Indonesia: A review. Technology, 15(4).
Wiryawan, K. G.,
Parakkasi, A., Priyanto, R., & Nanda, I. P. (2007). Evaluasi penggunaan
bungkil inti sawit terproteksi formaldehida terhadap performa ternak, efisiensi
penggunaan nitrogen dan komposisi asam lemak tidak jenuh domba priangan. JITV,
12(4), 249254.
Yulistiani, Dwi, &
Haryanto, B. (2013). Nilai nutrisi tongkol jagung yang difermentasi menggunakan
mikroba rumen sebagai sumber inokulan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan
Dan Veteriner, 368372.